Replik Atas Pleidoi Robig
JPU mengatakan penembakan yang dilakukan Aipda Robig bertentangan dengan Peraturan Kapolri (Perkap) dan standar operasional prosedur penggunaan senjata api. Dalam repliknya, JPU menyinggung kembali keterangan Kepala Biro Bantuan Hukum Divisi Hukum Mabes Polri Brigjen Pol Veris Septiansyah yang dihadirkan sebagai saksi ahli dalam persidangan kasus penembakan Aipda Robig.
Veris, kata JPU, menyatakan penembakan Aipda Robig tidak dapat dibenarkan secara peraturan karena tidak memenuhi kondisi yang sudah diatur dalam Perkap. "Seperti menunjukkan ancaman kematian terhadap anggota Polri atau masyarakat," ujar JPU dalam persidangan di Pengadilan Negeri Semarang, Selasa (25/7/2025).
JPU menambahkan, tindakan Aipda Robig juga tidak sesuai Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri. "Karena tindakan yang dilakukan terdakwa tidak mempertimbangkan manfaat serta risiko dari tindakannya," kata dia.
JPU menekankan, penembakan Aipda Robig juga tak dapat dikategorikan sebagai diskresi sebagaimana diatur dalam KUHP dan KUHAP. "Sehingga pendapat penasihat hukum terdakwa dan terdakwa yang menyatakan diskresi harus ditolak dan dikesampingkan karena tidak beralasan," kata JPU.
JPU kemudian menyanggah alasan pembenar atau alasan pembelaan terpaksa sebagai dasar Aipda Robig melakukan penembakan sebagaimana diatur dalam Pasal 49 ayat (1) KUHP. JPU, mengutip keterangan ahli, mengatakan, alasan pembenar harus memenuhi sejumlah persyaratan atau kondisi. Misalnya, bobot serangan dan bobot pembela harus ditimbang.
Selain itu JPU menguraikan kronologis peristiwa pra dan saat penembakan di mana tak ada upaya penyerangan terhadap Aipda Robig. Menurut JPU, ahli yang dihadirkan dalam persidangan tidak bisa menyatakan penembakan Aipda Robig termasuk Pasal 49 ayat (1) KUHP tentang alasan pembenar.
"Sehingga pendapat penasihat hukum terdakwa dan terdakwa yang menyatakan melakukan pembelaan terpaksa harus ditolak dan dikesampingkan karena tidak berdasar dan tidak beralasan," kata JPU.
JPU kemudian menyinggung tentang pendapat penasihat hukum Aipda Robig yang menyatakan bahwa kematian Gamma Rizkynata Oktafandy, salah satu siswa korban penembakan, bukan hanya karena luka tembak, tapi juga lambatnya penanganan medis. Menurut JPU, pendapat tersebut mengada-ngada karena tak sesuai laporan medis dan hasil ekshumasi.
"Bahwa berdasarkan fakta tersebut, pendapat penasihat hukum terdakwa yang berpendapat meninggalnya anak korban Gamma Rizkynata Oktafandy bin Andi Prabowo bukan hanya dari tembakan senjata api, namun dapat juga dari lambatnya penanganan anak korban adalah pendapat yang tidak benar dan hanya mencari-cari alasan," ucap JPU.
Selain itu, JPU membantah pendapat penasihat hukum Aipda Robig yang menyebut SA (16 tahun) dan AD (16 tahun), dua siswa yang menjadi korban luka, tak dapat melakukan penuntutan. Hal itu karena keluarga dari kedua korban telah menerima santunan dan membuat surat pernyataan tidak akan menuntut Aipda Robig. JPU mengatakan, surat pernyataan tersebut tak dapat menghentikan penuntutan karena tindakan Aipda Robig telah memenuhi unsur delik biasa.
"Sehingga pendapat penasihat hukum terdakwa bahwa jaksa penuntut umum tidak dapat melakukan penuntutan adalah tidak benar dan tidak berlasan sehingga harus ditolak," kata JPU.
JPU menyatakan semua unsur dakwaan terhadap Aipda Robig telah terbukti dengan alat bukti yang sah, termasuk keterangan para saksi, terdakwa, dan ahli. "Berdasarkan uraian tersebut, memohon kiranya majelis hakim Pengadilan Negeri Semarang yang memeriksa dan mengadili perkara atas nama terdakwa Robig Zaenudin bin Mulyono berkenan memutuskan sebagai berikut: 1; menolak seluruh pembelaan atau pleidoi penasihat hukum terdakwa dan pembelaan pleidoi terdakwa," ucap JPU.
JPU kemudian meminta majelis hakim menerima seluruh jawabannya terhadap pleidoi terdakwa. Majelis hakim juga diminta memutus perkara Aipda Robig sesuai tuntutan yang sudah disampaikan JPU sebelumnya.
JPU telah menuntut Aipda Robig 15 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider enam bulan penjara. JPU menyatakan, Aipda Robig telah terbukti melanggar Pasal 80 ayat (3) dan ayat (1) juncto Pasal 76C Undang-Undang (UU) Nomor 35 Tahun 2024 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.