REJOGJA.CO.ID, SEMARANG -- Kuasa hukum Aipda Robig Zaenudin, Herry Darman, mengomentari tindakan majelis hakim yang mencecar kliennya soal seberapa terancam dia ketika menembak tiga siswa SMKN 4 Semarang pada dini hari tanggal 24 November 2024 lalu. Menurutnya, hal itu memang membuat kliennya tersudut.
"Cecaran-cecaran majelis hakim tadi cukup menyudutkan klien kami," kata Herry ketika diwawancara awak media seusai persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Semarang, Jawa Tengah, Selasa (17/6/2025).
Majelis hakim menilai, Robig tak dalam kondisi terancam ketika menembak tiga siswa SMKN 4 Semarang. "Sah-sah saja majelis hakim mengatakan itu. Tapi klien kami mempunyai pandangan lain," ujar Herry.
Menurut Herry, perasaan terancam oleh kliennya sesaat sebelum melakukan penembakan adalah valid. "Ini kan jelas, terancam itu karena ada seseorang yang membawa sajam. Jadi sajam yang sangat panjang, bukan pisau," ucapnya.
Karena melihat ancaman itu, Herry menilai, tindakan kliennya melepaskan tembakan masuk akal. "Di situlah tugas polisi: mencegah, melumpuhkan, atau mematikan. Memang saya melihat cecaran-cecaran dari majelis hakim merupakan pandangan hakim," katanya.
Herry mengungkapkan, dia telah menyiapkan empat saksi dan dua ahli meringankan untuk kliennya. "Besok tanggal 24 (Juni 2025), kami akan menghadirkan saksi yang meringankan untuk saudara terdakwa Robig, ada empat saksi. Kami juga akan menghadirkan dua ahli," ujar Herry.
Aipda Robig Zaenudin, anggota Polrestabes Semarang yang menjadi terdakwa dalam kasus penembakan tiga siswa SMKN 4 Semarang, menjalani pemeriksaan dalam persidangan di PN Semarang, Selasa. Dalam persidangan, Hakim Ketua Mira Sendangsari sempat mencecar Robig soal klaim keterancamannya sebagai alasan melakukan penembakan.
Di persidangan tersebut, Robig menceritakan kronologis penembakan yang dilakukannya. Intinya, pada Ahad, 24 November 2024, sekitar pukul 00:19 WIB, sepeda motor yang dikendarai Aipda Robig hampir tertabrak oleh satu sepeda motor dari arah berlawanan di depan sebuah Alfamart di Jalan Candi Penataran, Kalipancur, Ngaliyan, Kota Semarang.
Motor yang hampir menabrak sepeda motor Robig ternyata diikuti tiga sepeda motor lainnya. Robig mengatakan, dua penumpang dari tiga sepeda motor tersebut membawa senjata tajam. "Saya mengira itu begal," ujar Robig di persidangan.
Saat ketiga sepeda motor itu memutar arah karena satu sepeda motor yang dikejarnya masuk ke dalam gang, Robig berusaha mengadang mereka. Robig mengeklaim telah melepaskan tembakan peringatan dan meneriakkan kata "polisi".
"Saya teriak 'polisi' namun sepeda motor terus melaju dan tambah kencang. Saya suruh berhenti namun dia tetap melaju dan mengacungkan sajam ke arah saya," kata Robig.
Robig mengeklaim sempat melepaskan tembakan peringatan. Karena ketiga motor tersebut terus melaju, Robig akhirnya melepaskan tiga tembakan lainnya.
"Saya tembak ke arah bawah satu kali, kemudian melintas sepeda motor nomor 3, saya tembak juga ke arah bannya karena saya lihat dia tidak bawa sajam. Kemudian setelah motor (nomor 3) melintas, sudah ada sepeda motor nomor 4, itu mau nabrak saya. Kemudian saya satu langkah mundur, terus sambil jatuh saya tembak satu kali," ucap Robig.
Almarhum Gamma berada di motor yang pertama ditembak Robig. Peluru bersarang di pinggulnya.
Hakim Ketua Mira Sendangsari kemudian mengkritisi soal momen penembakan tersebut. Hakim Mira bertanya kepada Robig apakah dia benar-benar dalam posisi terancam saat melakukan penembakan. Robig menjawab bahwa saat itu dia melihat penumpang motor nomor 1 yang dikejar tiga motor di belakangnya hampir dibacok. "Iya, tapi tidak mengancam terdakwa kan?" sahut Hakim Mira merespons pernyataan Robig.
Robig kemudian membalas dengan menyampaikan bahwa dia merasa mempunyai tanggung jawab moral untuk mencegah terjadinya tindak kriminalitas. Hakim Mira kemudian mempertanyakan mengapa Robig memutuskan langsung mengambil tindakan.
"Sampean kan sendirian, yang itu kan banyak. Kenapa enggak berhenti dulu, tunggu temannya? Minta pertolongan temenmu lah siapa sesama polisi," kata Hakim Mira.
Menurut Robig, hal itu agak sulit dilakukan karena membutuhkan waktu. "Waktunya tidak mencukupi Yang Mulia. Jauh dari polsek. Saat itu saya bertindak menurut penilaian saya," ucapnya.
Menurut Hakim Mira, Robig masih mempunyai opsi lain selain menembak ketiga motor yang melaju ke arahnya. "Enggak harus menembak kan? Hubungi polsek terdekat, 'Eh ini ada kejadian'. Kalau enggak ada polisi di sekitar situ, hubungi temannya yang polisi kan bisa," kata Hakim Mira.
Robig hanya menyampaikan bahwa kejadian malam itu sangat cepat. "Iya, tapi itu kan tidak mengancam terdakwa waktu kejadian," ujar Hakim Mira.
Hakim Mira kemudian menanyakan ke arah mana saja Robig melepaskan tembakan. Robig menjawab, dia mengarahkan tembakan pertamanya ke arah bawah sepeda motor pertama. Maksudnya hendak melumpuhkan kaki. Tembakan pertama adalah yang bersarang di pinggul almarhum Gamma Rizkynata Oktafandy.
Kemudian tembakan kedua diarahkan ke ban belakang sepeda motor kedua. Sementara tembakan ketiga atau terakhir dilepaskan ke arah serong atas. Peluru terakhir menyerempet korban SA dan bersarang di tangan kiri AD. SA dan AD adalah teman Gamma yang juga bersekolah di SMKN 4 Semarang.
Robig mengatakan, pada penembakan terakhir, dia hampir ditabrak. Arah peluru yang menyerong ke atas karena Robig melepaskan tembakan sambil melangkah mundur dan hampir terjatuh terserempet motor.
Hakim Mira juga mengkritisi penembakan terakhir Robig. Menurutnya, alih-alih menembak, Robig sebenarnya bisa menghindar. "(Melangkah) mundur, mundur saja, enggak usah tembak bisa enggak? Kalau saya, saya menghindar dulu. Enggak harus menembak kan?" katanya.
Hakim Mira menilai, ada opsi-opsi yang bisa dilakukan Robig daripada melakukan penembakan. "Kan akhirnya menimbulkan korban. Maksudnya, polisi kan ada banyak cara ya, baru melakukan penembakan," ujarnya. (Kamran Dikarma)