Menjelang Idul Adha, Agung menegaskan seluruh petugas Kesehatan hewan di seluruh daerah telah disiagakan untuk melakukan pengawasan lalu lintas ternak, memantau kondisi ternak qurban, serta melakukan surveilans dan monitoring secara aktif. Setiap laporan terkait dugaan kasus antraks atau penyakit hewan menular lainnya akan ditindaklanjuti dengan cepat.
Agung juga mengajak masyarakat, khususnya peternak, untuk terlibat aktif dalam menjaga kesehatan hewan ternak. Ia menekankan, kesadaran peternak akan pentingnya pakan dan air bersih, kebersihan kandang, serta vaksinasi rutin menjadi kunci utama dalam mencegah penyakit pada ternak.
"Peran masyarakat sangat menentukan keberhasilan upaya pengendalian antraks," imbuh Agung.
Sementara itu, Direktur Kesehatan Hewan Ditjen PKH Kementan Imron Suandy menyampaikan kasus kematian ternak telah terjadi sejak 15 Februari hingga 27 Maret 2025, dengan total kematian sebanyak 23 ekor sapi dan tiga ekor kambing. Kasus itu tersebar di Kelurahan Bohol dan Petir (Kecamatan Rongkop), serta Kelurahan Tileng (Kecamatan Girisubo).
“Hasil pengujian laboratorium di Balai Besar Veteriner (BBVet) Wates menunjukkan ternak yang mati terkonfirmasi positif antraks,” ujar Imron.
Sebagai tindak lanjut, tim Ditjen PKH bersama DPKH Gunung Kidul telah melakukan disinfeksi kandang dan lingkungan, penyuntikan antibiotik profilaksis, serta pemberian obat dan vitamin kepada ternak yang berada di zona merah, yaitu Kelurahan Bohol dan Tileng.
"Sosialisasi juga digencarkan agar masyarakat tidak menyembelih ternak yang sakit atau menjual ternak yang mati, serta melaporkan gejala penyakit kepada petugas kesehatan hewan setempat," kata Imron.