REJOGJA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Fenomena antraks yang kembali merebak di Kabupaten Gunungkidul mendapatkan perhatian dari sejumlah pihak, tak terkecuali Majelis Ulama Indonesia (MUI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Diketahui ada 25 warga di Kalurahan Bohol, Rongkop, dan Kalurahan Tileng, Girisubo yang saat ini kondisinya terus dipantau oleh Dinas Kesehatan pasca terpapar antraks.
Munculnya penyakit antraks ini merupakan imbas dari kesengajaan masyarakat yang masih memelihara budaya brandu atau menggali dan mengonsumsi sapi yang telah mati.
Menanggapi fenomena yang terus berulang ini, Ketua MUI DIY, Machasin menyayangkan perilaku masyarakat yang masih memelihara budaya brandu yang menjadi salah satu penyebab penyebaran antraks itu meluas. Seharusnya daging yang terserang virus antraks itu tidak dikonsumsi oleh masyarakat meski telah dimasak matang.
"Kalau membahayakan kesehatan, tidak boleh dikonsumsi," kata Machasin saat dihubungi, Rabu (16/4/2025).
Dia menyampaikan ada aturan dalam penyembelihan hewan ternak atau hewan kurban yang syar'i dan higienis yakni bisa dengan metode Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP). Sementara dalam khazanah fikih Islam hukum memakan daging sapi yang mati berstatus bangkai sudah dikubur karena terjangkit penyakit antraks, seperti yang terjadi di Gunungkidul adalah haram.
"(Hukumnya) haram (memakan daging sapi yang sudah mati atau berstatus bangkai), apalagi kalau tidak disembelih sesuai aturan fikih," ungkapnya.
Dalil Mengharamkan Makan Bangkai
Machasin mengatakan di antara dalil yang mengharamkan memakan bangkai adalah surat Al Maidah ayat 5:3 :
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ ٱلْمَيْتَةُ وَٱلدَّمُ وَلَحْمُ ٱلْخِنزِيرِ وَمَآ أُهِلَّ لِغَيْرِ ٱللَّهِ بِهِۦ وَٱلْمُنْخَنِقَةُ وَٱلْمَوْقُوذَةُ وَٱلْمُتَرَدِّيَةُ وَٱلنَّطِيحَةُ وَمَآ أَكَلَ ٱلسَّبُعُ إِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْ وَمَا ذُبِحَ عَلَى ٱلنُّصُبِ وَأَن تَسْتَقْسِمُوا۟ بِٱلْأَزْلَٰمِ ۚ ذَٰلِكُمْ فِسْقٌ
Artinya: "Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, dan (daging) hewan yang disembelih bukan atas (nama) Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu sembelih, dan (diharamkan pula) yang disembelih untuk berhala."
Selain itu, dia juga mengingatkan masyarakat untuk tidak menjatuhkan diri ke dalam kebinasaan yang dalam hal ini dengan sengaja mengonsumsi daging sapi antraks.
وَلَا تُلۡقُواْ بِأَيۡدِيكُمۡ إِلَى ٱلتَّهۡلُكَةِ﴾ [البقرة:
Artinya : Dan janganlah kamu jatuhkan (diri sendiri) ke dalam kebinasaan dengan tangan sendiri (Surat Al-Baqarah 2: 195)
Dari dalil Alquran tersebut, kata dia, dalil pengharaman memakan bangkai adalah dalil yang sharih dan qath'i (tegas dan pasti) yang tidak perlu diragukan lagi status hukum haram dari memakan bangkai.
Oleh karenanya, Machasin menuturkan fenomena yang terjadi di Kabupaten Gunungkidul harus menjadi pelajaran bagi setiap masyarakat. Dia menyarankan agar kedepannya masyarakat tidak lagi mengubur hewan ternak yang mati berpenyakit antraks atau penyakit menular lainnya, melainkan dapat dengan cara dibakar sehingga bangkai hewan ternak tersebut tidak dapat lagi dikonsumsi manusia.
"Hindari makan makanan yang mengandung penyakit, racun dan zat-zat berbahaya. Memang membuang barang atau daging yang dihasilkan dari kerja keras itu sayang, namun kita mesti lebih sayang lagi kepada badan dan hidup kita sendiri," ujarnya.
"Mari mengambil hikmah dari setiap kejadian yang menimpa dan selalu berdoa agar mendapat keselamatan di dunia dan akherat," katanya menambahkan.
Sebagai informasi, fenomena antraks kembali merebak di Kabupaten Gunungkidul dalam dua pekan ini. Setidaknya ada 25 warga di Kalurahan Bohol, Rongkop, dan Kalurahan Tileng, Girisubo yang kondisinya terus dipantau oleh Dinas Kesehatan pasca terpapar antraks. Puluhan warga itu diketahui melakukan kontak langsung dengan sapi yang mati dan disembelih.