REJOGJA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) Menyenangkan dinilai penting untuk menghadirkan ruang ketiga yakni sekolah yang menciptakan keterhubungan positif antara lingkungan sekolah dengan lingkungan keluarga. Melalui MPLS, para siswa diharapkan belajar cara berinteraksi dengan guru dan teman-temannya sehingga mencegah kekerasan di sekolah.
"Karena kekerasan yang terjadi di sekolah seringkali disebabkan karena para siswa tidak memiliki kemampuan berdialog dan mengeluarkan pendapat. Dengan berinteraksi di ruang ketiga yakni sekolah, maka diharapkan tercipta keterhubungan yang positif antara lingkungan keluarga dengan lingkungan masyarakat," ujar pegiat Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) Eni Arumita, dalam konferensi pers Gerakan Aksi MPLS Menyenangkan: Membangun Budaya Dialogis dan Interaksi Melalui Ruang Ketiga, Senin (22/7/2024).
Guru SDN Rawabuntu Tangerang Selatan ini menambahkan, apa yang kurang dari konsep MPLS pemerintah adalah minimnya ruang dialog, ruang persaudaraan, serta ruang kasih sayang. "Selama ini keresahan orang tua terbesar adalah adanya kekerasan di sekolah. Jaminan keamanan anak-anaknya inilah yang kami coba fasilitasi lewat ruang ketiga. MPLS sejatinya harus dapat mencegah perundungan kakak kelas kepada adik-adik kelasnya," kata Eni.
Pegiat GSM yang lain, Yayah Kodariyah, mengatakan MPLS merupakan wadah yang sangat penting untuk menanamkan karakter pada anak. Sayangnya, banyak sekolah gagal memanfaatkan momentum ini. Alih-alih memperoleh pendidikan karakter dan senantiasa bersemangat, para siswa justru bosan dan selalu ingin cepat-cepat pulang ke rumah.
"Setelah pada MPLS Menyenangkan tahun pertama kami memperkenalkan konsep Meraki, kini kami memperkenalkan konsep ruang ketiga, yaitu ruang untuk saling memahami dan mencari jaraln tengah bersama. Melalui konsep ini guru-guru menjadi lebih terarah untuk memunculkan kreativitas-kreativitasnya untuk menciptakan ruang-ruang dialog di dalam kelas," kata guru kelas1 SDN Kedungkrisik Cirebon itu.
Pendiri GSM, Muhammad Nur Rizal, mengungkapkan melalui MPLS Menyenangkan ini pihaknya kembali menegaskan bahwa untuk membangun ruang ketiga tersebut tidak bisa dilakukan dengan prosedur kaku dan aturan-aturan baku namun harus dengan cara dialog melalui ruang yang dikreasikan bersama. Melalui ruang seperti itu nantinya budaya-budaya malas, kekerasan, perundungan, hingga kebencian dan polarisasi akan tereliminasi dengan sendirinya.
Rizal pun mengingatkan bahwa fondasi untuk membangun sebuah negara maju adalah budaya perangai ilmiah. "Dengan membiasakan budaya ilmiah maka seseorang tidak akan mudah dimanipulasi oleh informasi yang tidak jelas asal-muasalnya, sementara budaya dialog dan refleksi dirinya bisa terbangun di sekolah," kata dosen Departemen Teknik Elektro dan Teknologi Informasi (DTETI) UGM itu.