REJOGJA.CO.ID, JAKARTA -- Tren penggunaan filter berlebihan di TikTok kian mencemaskan, terutama bagi remaja yang masih membangun rasa percaya diri. Data menunjukkan 8 dari 10 remaja perempuan membandingkan penampilan mereka dengan orang lain di media sosial, sementara setengahnya merasa standar kecantikan palsu yang tersebar lewat filter merusak harga diri mereka. Fenomena ini memicu tekanan psikologis yang tidak kecil, di mana remaja kerap merasa gagal memenuhi standar kecantikan digital yang jauh dari realita.
Di balik maraknya tren filter, muncul konsekuensi serius berupa meningkatnya rasa cemas dan depresi. Remaja menjadi terlalu fokus pada citra palsu, hingga kehilangan perspektif tentang nilai diri yang sebenarnya. Survei Dove Self-Esteem Project mencatat bahwa 20 persen remaja perempuan mengalami perundungan siber terkait penampilan, dan hampir separuhnya tidak pernah melaporkan kejadian tersebut kepada orang dewasa. Situasi ini menunjukkan kerentanan generasi muda yang terus terpaku pada standar estetika media sosial.
Kondisi ini makin diperparah karena tidak semua remaja mendapat edukasi tentang cara menilai konten digital secara kritis. Banyak dari mereka menganggap apa yang dilihat di TikTok adalah cerminan kehidupan nyata, padahal mayoritas unggahan sudah dipoles dengan filter dan teknik editing. Tanpa pendampingan orang tua atau wali, risiko gangguan citra tubuh dan gangguan mental pun semakin mengancam.
Karena media sosial tidak mungkin dihapus dari kehidupan remaja masa kini, penting bagi keluarga untuk ikut berperan aktif membangun kesadaran digital. Membuka ruang diskusi tentang dampak konten berfilter dan mengajarkan keseimbangan antara menikmati media sosial dan merawat kesehatan mental bisa menjadi langkah awal.
Menjawab fenomena tersebut, sebuah kampanye berjudul 'Skin Goals VS Skin Reality' viral di TikTok dan berhasil mencuri perhatian publik. Kampanye ini diinisiasi oleh akun resmi Jglow, mengajak perempuan untuk berani tampil tanpa filter dan menceritakan kondisi kulit mereka apa adanya. Lewat narasi personal, para kreator menunjukkan perjalanan self-love melalui perawatan kulit konsisten, bukan kesempurnaan instan.
Video kampanye ini memuat kolaborasi para Key Opinion Leader yang membandingkan ekspektasi masyarakat soal kulit mulus dengan realita sehari-hari. Konsep social experiment yang dibangun menuai respons luas dari pengguna TikTok. “Kulitku nggak selalu flawless, dan itu normal. Yang penting aku nyaman sama diri sendiri, dan tahu cara ngerawat kulitku dengan benar,” kata Nadine Velysia, salah satu kreator yang terlibat.
Kampanye ini juga menyentuh persoalan standar kecantikan di era digital yang membuat banyak orang merasa rendah diri. Dengan menghadirkan perspektif baru soal kecantikan yang lebih realistis, Jglow mendorong publik untuk menghargai proses perawatan kulit yang sehat dan masuk akal. “Kami melihat semakin banyak orang merasa minder karena standar di media sosial terlalu tinggi,” jelas CMO Jglow, Chania.
Respons positif bermunculan karena kampanye ini dianggap menghadirkan sudut pandang berbeda dari tren filter berlebihan yang menekan mental remaja. Banyak pengguna TikTok merasa lebih lega setelah melihat representasi kulit asli tanpa filter. Storytelling yang dekat dengan keseharian membuat pesan kampanye terasa lebih membumi dan mudah diterima audiens.
r