Selasa 15 Jul 2025 06:32 WIB

Resmi Dibuka, Tangis Haru Warnai Hari Pertama Sekolah Rakyat DIY

Anaknya sempat berhenti sekolah satu tahun karena keterbatasan ekonomi.

Rep: Wulan Intandari/ Red: Fernan Rahadi
Sekolah Rakyat (SR) Menengah Atas 19 yang berlokasi di Sonosewu, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, resmi dibuka dan memulai kegiatan perdananya, Senin (14/7/2025).
Foto: Wulan Intandari
Sekolah Rakyat (SR) Menengah Atas 19 yang berlokasi di Sonosewu, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, resmi dibuka dan memulai kegiatan perdananya, Senin (14/7/2025).

REJOGJA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Sekolah Rakyat (SR) Menengah Atas 19 yang berlokasi di Sonosewu, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, resmi dibuka dan memulai kegiatan perdananya, Senin (14/7/2025). SR 19 menjadi satu dari dua unit Sekolah Rakyat yang diluncurkan oleh Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai model pendidikan berasrama gratis bagi pelajar dari keluarga kurang mampu.

Dari pantauan Republika di lokasi, ratusan siswa bersama orang tua mereka tampak berdatangan sejak shubuh, membawa koper serta tas besar berisikan perlengkapan pribadi masing-masing. 200 siswa dari berbagai kabupaten/kota di DIY itu mulai masuk asrama, menjalani pemeriksaan kesehatan, dan mengikuti tes kebugaran berupa lari 1,6 kilometer di sekitar kompleks sekolah.

Di tengah semangat siswa yang memulai babak baru, isak tangis pelan terdengar dari para orang tua yang berdiri tak jauh dari halaman sekolah. Tukirah (48), ibu dari Yusuf Maulana, mengaku tak kuasa menahan tangis saat harus melepas anak pertamanya tinggal di asrama.

"Terharu, sejak tadi malam saya menangis. Sampai sini, ya berdoa sambil nangis," ucapnya saat dijumpai Republika di SR 19, Sonosewu, Bantul, Senin (14/7/2025).

Ia menceritakan anaknya sempat berhenti sekolah satu tahun karena keterbatasan ekonomi. Untuk menghidupi keluarga, Tukirah mengaku tak cukup pasalnya hanya menjalankan usaha kecil membuat bakpia setiap hari. Alhasil, setelah lulus kejar paket, Yusuf memilih tidak mengikuti PKBM dan berharap bisa sekolah reguler. Hingga akhirnya kesempatan itu akhirnya datang lewat program SR.

photo
Tukirah (48), ibu dari Yusuf Maulana, siswa Sekolah Rakyat (SR) Menengah Atas 19 yang berlokasi di Sonosewu, Kecamatan Kasihan, Bantul, tak kuasa menahan tangis saat harus melepas anak pertamanya tinggal di asrama. - (Wulan Intandari)

Tukirah berharap Sekolah Rakyat ini benar-benar menjadi titik balik masa depan anaknya, yang merupakan anak pertama dari empat bersaudara. 

"Dia kemarin mau sekolah lagi setelah lulus, tapi karena orang tua tidak mampu dan ini ada sosialisasi, akhirnya saya daftarkan ke sini. Saya juga bangga, dia juga mau sekolah di sini, dia bersemangat," ungkapnya.

Hal serupa juga dirasakan Sutini (36), petani asal Gunungkelir, Jatimulyo, Kulonprogo. Meskipun sempat merasa khawatir ketika anaknya harus tinggal di asrama, ia tetap menaruh harapan besar pada anaknya yang kini mendapatkan kesempatan untuk menempuh pendidikan dari program nasional yang digagas Presiden sebagai bentuk nyata pendidikan berkeadilan dan berbasis kesejahteraan sosial.

Sutini pun merasa sangat terbantu dengan adanya program ini karena tak memiliki penghasilan lain selain dari bertani.

"Tentu sangat terbantu, apalagi semuanya gratis. Semoga bisa berproses dan anak saya ingin kuliah, cita-cita di UGM," ungkapnya.

Dijumpai terpisah, Kepala Dinas Sosial Pemda DIY, Endang Patmintarsih menyampaikan  pembukaan dua SR yang diinisiasi ini sebagai bentuk konkret dari komitmen negara dalam memperluas akses pendidikan yang berkeadilan, terutama bagi anak-anak dari keluarga prasejahtera.

Ia mengatakan sebanyak 200 siswa telah diterima di SR 19 dan akan menjalani pendidikan berbasis asrama penuh selama tiga tahun. Mereka sebelumnya dipilih melalui proses seleksi berbasis Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN) dan survei lapangan. Model ini dirancang tak hanya menyediakan pendidikan akademik, tetapi juga pembentukan karakter, pelatihan keterampilan hidup, serta pembinaan psikososial.

"Hari ini kita sudah bisa melaksanakan penerimaan siswa untuk cek kesehatan dan juga nanti dilanjut dengan pengenalan lingkungan selama dua bulan,” ujar Endang saat meninjau langsung di lokasi.

Endang menegaskan, seluruh kebutuhan siswa selama menjalani pendidikan ditanggung penuh oleh pemerintah, mulai dari makanan, pakaian, hingga perlengkapan sekolah. Tak hanya itu, siswa juga akan mendapat fasilitas seperti laptop, tablet, hingga bimbingan dari wali asrama dan wali asuh yang siap mendampingi mereka selama masa pendidikan.

"Pokoknya dari ujung kaki sampai ujung rambut itu semua diberikan oleh pemerintah. Semua buku, seragam, kemudian ransel, makan sehari tiga kali, ada snack dan lain sebagainya. Semuanya, pokoknya, dari sepatu semuanya kalau perempuan, ada pembalut segala,” kata dia.

Menurut Endang, program Sekolah Rakyat ini bukan sekadar pendidikan formal, tetapi upaya sistematis untuk memutus mata rantai kemiskinan secara intergenerasi. Ia berharap lulusan dari SR akan tumbuh sebagai anak-anak tangguh yang bisa membanggakan orang tua dan berkontribusi bagi bangsa. "Mudah-mudahan anak-anak ini nanti akan bisa mengangkat derajat orang tuanya. Untuk mereka, boleh sekarang dalam segi ekonomi mereka miskin, tapi secara mental insyaallah nanti melalui jenjang Sekolah Rakyat ini mereka bisa menjadi anak-anak tangguh," ungkapnya.

Sementara itu, Staf Ahli Gubernur DIY, Didik Wardaya menambahkan, ada dua SR yang beroperasi hari ini. Keduanya masih menggunakan lokasi sementara dan nantinya akan disatukan di bangunan permanen daerah Moyudan, Sleman.

"Pemda sangat mendukung terkait dengan keberadaan sekolah ini. Kemudian yang selanjutnya karena tadi disampaikan bahwa ini sifatnya transisi dan kita sedang dalam rangka menyiapkan area yang untuk permanennya dan mudah-mudahan kita segera dapatkan itu," ucap Didik.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement