REJOGJA.CO.ID, WONOSARI -- Program Kosabangsa Universitas Amikom Yogyakarta dan Universitas Akprind Indonesia di Desa Bleberan, Kecamatan Playen, Gunungkidul, telah mencapai tahapan selanjutnya yaitu implementasi inovasi teknologi pada pengelolaan air bersih (PAB).
Kalurahan Bleberan terletak di daerah yang memiiliki karakteristik tanah yang khas yaitu berada di daerah karst. Air tanah di daerah karst biasanya secara fisik jernih namun demikian mengandung mineral terlarut seperti kalsium karbonat (CaCO₃), yang membuat air bersifat keras (hard water) atau biasa disebut memiliki kesadahan tinggi, hasil uji laboratorium yang sudah dilakukan menunjukkan nilai kesadahan sebesar 324,9 mg/L.
"Dampak yang ditimbulkan oleh air dengan kesadahan tinggi akan menimbulkan kontaminasi tambahan atau rasa tidak enak pada makanan atau minuman. Sedangkan dampak terhadap kesehatan dalam jangka panjang dapat menyebabkan ketidaknyamanan pada sistem pencernaan serta berkontribusi pada pembentukan batu ginjal," kata Ketua Tim Pelaksana Kosabangsa dari Universitas AMIKOM Yogyakarta, Prof Ema Utami, dalam siaran persnya, Jumat (21/11/2024).
Untuk memenuhi kebutuhan air minum di Bleberan, masyarakat masih menggunakan metode tradisional yaitu dengan cara pemanasan kemudian endapan kapur yang terbentuk disaring secara manual. Selain membutuhkan energi yang cukup besar dalam mengolah untuk menjadi air siap minum juga memerlukan beberapa tahapan.
Dari cara yang sudah dilakukan sebelumnya penurunan kesadahan belum optimal serta masih memberikan efek berupa timbulnya kerak pada peralatan masak dan pemanas air.
Aplikasi teknologi dari Program Kosabangsa yang dilakukan oleh Purnawan, S.T., M.Eng., C.WS. di lokasi mitra terutama kelompok Pengelola Air Bersih (PAB), berupa sistem pengolahan air siap minum dengan Water Softener System dimana air baku di Filtrasi melalui media Ion Exchanger untuk mengikat kandungan kapur dan hasilnya disempurnakan menggunakan media Micro Membrane Filter hasil uji laboratorium yang dilakukan di Universitas Akprind Indonesia menunjukkan nilai kesadahan menjadi 34,2 mg/L.
Selanjutnya, untuk membunuh bakteri pathogen (E-coli dan coliform), air hasil olahan disterilisasi menggunakan injeksi Ozon dan UV Sterlizer sehingga air menjadi lebih aman untuk diolah dan digunakan untuk keperluan dapur yaitu masak dan minum.
Berdasarkan laporan dari PAB, telah dilakukan uji rasa pada air yang sudah menggunakan water softener system, ke beberapa relawan yang sudah disepakati berdasarkan SOP yang sudah ditentukan untuk meminum air hasil olahan dan kemudian dikonsumsi dirumah menunjukkan bahwa:
1.AKD: ada sdikit manis sprti degan, sdh habis 15 liter. Masak Sayur bening jadi kerasa lebih enak.
2.ME: sama dengan atas, habis 25 liter, tidak ada keluhan kerasa anyang-anyangen, pilek.
3.TFk: sama dengan atas, habis 1 liter
4.BSH: sama dengan atas, habis 0,5 liter
5.SY: seger.
6.ZA: belum memberikan informasi
7.Mhd: belum memberikan informasi.
Selain itu proses uji rasa ini juga dalam pengawasan pihak terkait yang bekerja sama dengan tim Kosabangsa. "Pengawasan ini dilakukan terus menerus sampai minimal ada 30 orang yang sudah melakukan uji rasa. Sehingga nanti air yang sudah diolah akan siap untuk menjadi air yang memiliki nilai ekonomi dan siap untuk dijual," kata Prof Ema.