Oleh : Prof Ema Utami (Wakil Direktur Program Pascasarjana Universitas Amikom Yogyakarta)
REJOGJA.CO.ID, Dalam kolom Lentera di Republika tanggal 7 Agustus 2024, sebuah catatan mengenai kemampuan literasi baca dan numerik ditulis berawal dari video yang dibagikan di media sosial. Belum lama ini kembali lewat di linimasa, sebuah video yang juga berisi tentang permasalahan kemampuan literasi.
Kali ini terdapat seseorang yang sengaja merekam video kepada empat siswa berseragam SMA. Sebuah pertanyaan diajukan kepada mereka berkaitan dengan pengetahuan Geografi. Iming-iming hadiah diberikan jika sampai siswa terakhir mampu menjawab pertanyaan yang diajukan. Pertanyaan yang diberikan adalah “Sebutkan negara-negara yang ada di benua Eropa”. Hal yang mengejutkan adalah tampak jelas dalam video bahwa pernyataan tersebut menyulitkan keempat siswa tersebut.
Sebagai generasi X, pengetahuan Geografi seperti letak benua dan nama-nama negara merupakan salah satu yang kalau tidak salah ingat diajarkan sejak bangku SMP atau bahkan SD. Keempat siswa yang berseragam SMA tersebut kemungkinan besar adalah generasi Alfa.
Sebuah penamaan pada kelompok demografi, yakni generasi yang lahir mulai dari tahun 2010, kelompok yang dilahirkan saat teknologi digital sudah demikian maju. Invensi teknologi berbasis kecerdasan buatan mulai tumbuh dan berkembang bersama kehidupan mereka. Hadirnya teknologi yang berbalut dengan kecerdasan buatan ini diyakini sangat memengaruhi dan membentuk pengalaman dan cara mereka hidup, termasuk bagaimana cara belajar.
Sebagai orang tua yang memiliki anak dalam kelompok Generasi Z dan Alfa tidak dimungkiri bahwa kehadiran teknologi, khususnya yang diperkaya dengan kecerdasan buatan merupakan sebuah tantangan besar. Sebuah smartphone yang kini telah dilengkapi dengan berbagai aplikasi berbasis kecerdasan buatan sudah menjadi perangkat wajib yang digunakan dalam kehidupan keseharian anak-anak generasi Alfa.
Berbagai aplikasi yang berisi beragam tontonan yang mampu menuntun, mengarahkan, atau bahkan membelokkan berdasarkan pengetahuan yang diakuisisinya dengan mudah saat ini untuk diakses atau didapatkan. Akuisisi pengetahuan teknologi berbasis kecerdasan buatan tersebut sangat dipengaruhi oleh personalisasi penggunanya. Sebagai contoh lintasan linimasa di media sosial, seperti gambar dan video yang diberikan kepada pengguna sangat dipengaruhi oleh kebiasaan yang dilakukan oleh pemilik perangkat atau akun.
Tidak jarang terjadi tontonan yang dilihat menuntun pengguna ke tontonan lain yang serupa. Dengan demikian, pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki oleh pemilik perangkat menjadi variabel kontrol yang sangat penting. Bagaimana memiliki kemampuan agar berbagai teknologi berbasis kecerdasan buatan dapat mendorong dan membentuk pengetahuan baru yang memiliki manfaat ke depan tentu harus terus diupayakan.
Harapan akuisisi pengetahuan yang didapatkan oleh perangkat berbasis kecerdasan buatan mampu menuntun pengguna dengan hal yang bermanfaat dapat diupayakan dengan berbagai cara dan metode. Upaya ini tentu menjadi tanggung jawab bersama mulai dari anak, orang tua, sekolah, kampus, dan tentu saja pemerintah. Hal ini tentu membutuhkan sinergi dan kerja sama yang di setiap masing-masing pemangku kepentingan dalam mencapai tujuan yang diharapkan.
Universitas Amikom Yogyakarta yang juga sangat konsen dalam kecerdasan buatan terus berusaha berkreasi dan berinovasi di bidang ini. Dorongan penelitian lintas program studi yang disinergikan dengan kecerdasan buatan ini terus dilakukan dalam upaya mendorong terbentuknya pengetahuan baru.
Ayat ke-117 dari Surat Al-An’am berikut merupakan salah satu wawasan pentingnya memiliki kemampuan dalam menuntun suatu tontonan, “Jika engkau mengikuti (kemauan) kebanyakan orang (kafir) di bumi ini (dalam urusan agama), niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka hanya mengikuti persangkaan belaka dan mereka hanyalah membuat kebohongan.” Wallahu a’lam.