Kamis 17 Aug 2023 11:12 WIB

Pemda DIY Didorong Sahkan Regulasi Plastik Sekali Pakai

LKY menilai penggunaan plastik sekali pakai harus dihentikan.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Fernan Rahadi
Sampah plastik (ilustrasi)
Foto: Huffpost
Sampah plastik (ilustrasi)

REJOGJA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Sejumlah pihak menyoroti soal penggunaan Plastik Sekali Pakai (PSP) yang berdampak buruk bagi lingkungan dan kesehatan. Lembaga Konsumen Yogyakarta (LKY) mengimbau agar Pemda DIY membuat kebijakan pelarangan pada penggunaan dan penjualan sampah plastik.

"Pemerintah daerah DIY, harus mulai menerapkan kebijakan pelarangan penjualan dan penggunaan plastik sekali pakai. Artinya, toko dan pasar, tradisional dan modern, tidak bisa lagi menyediakan plastik jenis ini. Beberapa wilayah lain, pelarangan itu memang akan membutuhkan waktu dan upaya dari semua pihak, tapi nyatanya berhasil juga," kata perwakilan LKY, Nur Kholis dalam siaran pers belum lama ini. 

Baca Juga

LKY menilai penggunaan plastik sekali pakai harus dihentikan. Pemerintah harus membuat regulasi pelarangan menggunakan dan memperjual-belikan plastik sekali pakai. Ia berharap nantinya dengan adanya pelarangan tersebut akan membuat sampah-sampah plastik sekali pakai hilang dari rumah tangga. 

Selain itu LKY juga mengingatkan agar pelaku ekonomi mulai dari skala kecil seperti pedagang kaki lima hingga industri-industri besar menghentikan penggunaan plastik sekali pakai. Sementara itu Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta menilai Pemerintah DIY sebagai regulator harus tegas dalam membuat regulasi. LBH Yogyakarta memandang bahwa seharusnya terdapat pembatasan sampah Plastik Sekali Pakai  yang dimunculkan dalam Perda DIY 3 Tahun 2013.

Pengacara publik LBH Yogyakarta, Danang mengatakan Perda DIY 3 Tahun 2013, pasal 9 menyebutkan salah satu kegiatan pengurangan sampah adalah pembatasan timbulan sampah. Dorongan seperti pembatasan sampah PSP menjadi salah satu alternatif yang bisa dilakukan. 

"Beberapa pemerintah daerah telah melakukannya. Misalnya di Bali, Gubernurnya mengeluarkan Pergub Bali Nomor 97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai atau kalau di tingkat kota ada Perwal Bogor 61 tahun 2018 atau perwal Semarang 27 tahun 2019, dll," ucapnya.

Hasil Brand Audit pertama yang dilakukan oleh WALHI Yogyakarta pada tahun 2023 menunjukkan bahwa terdapat sampah PSP, sebagai jenis sampah yang paling banyak mencemari lingkungan dengan presentase 72 persen. PSP tersebut dihasilkan oleh perusahaan-perusahaan FMCG seperti PT Wings Indonesia, PT Unilever Indonesia dan PT Indofood CBP. 

Setiap perusahan tersebut, rata-rata mempunyai sumbangan sekitar 20 persen sebagai industri pencemar lingkungan berjenis PSP. Disusul oleh perusahaan-perusahaan lain seperti Mayora, Danone, Uni-Charm, dan Siantar Top sebagai penyumbang sampah plastik yang mencemari pantai Baros dengan presentase antara 3-6 persen. Kemudian pada kategori merek terdapat 10 brand teratas yang paling mencemari di Pantai Baros yaitu: Mie Sedap, Indomie, So Klin, Mie Goreng Spix, Fair n Lovely, Aqua, Sunlight, Freshco, dan Daya.

Untuk itu Walhi Yogyakarta merekomendasikan agar pemerintah segera membuat regulasi yang mengatur tentang produksi sampah plastik sekali pakai. Selain itu, sektor bisnis harus bertanggung atas sampah yang telah mereka produksi. "Sektor bisnis harus mulai memikirkan bagaimana membuat produk-produk yang tidak mencemari lingkungan," kata Walhi Yogyakarta dalam rekomendasinya. 

Selain itu, pemerintah daerah harus memberikan fasilitas agar masyarakat dapat memilah sampahnya sendiri. Sampah-sampah yang telah dipilah harus dikelola oleh pemerintah daerah. Tujuannya mengurangi beban dan memperpanjang umur TPA. 

Kemudian Pemerintah daerah harus mempunyai mekanisme pengelolaan sampah yang ramah lingkungan. Walhi juga merekomendasikan  Pemerintah daerah untuk mendukung upaya-upaya yang telah dilakukan oleh masyarakat yang telah mampu mengelola sampahnya sendiri.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement