REJOGJA.CO.ID, SLEMAN -- Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Sleman Epiphana Kristiyani mengomentari soal kualitas udara di Sleman belakangan ini. Ia mengatakan kualitas udara bisa disebabkan karena pembakaran sampah.
"Kalau ditanya apakah pembakaran sampah yang marak akhir-akhir ini mempengaruhi kualitas udara, bisa dimungkinkan," kata Epiphana kepada Republika, Selasa (15/8/2023).
Sejumlah upaya telah dilakukan DLH Sleman. Salah satu upaya yang dilakukan yaitu dengan berkoordinasi dengan Satpol PP Sleman untuk mencegah pembakaran sampah oleh masyarakat.
"Saya barusan WA (Whatsapp) ke Ka Satpol PP untuk awasi dan hentikan pembakaran sampah," ucapnya.
Selain itu dirinya juga menyebarkan informasi mengenai bahaya membakar sampah melalui Kominfo Kabupaten Sleman. "Kami juga menghentikan kegiatan pembakaran sampah yang dilakukan rumah makan besar," ungkapnya.
Namun demikian Epiphana mengatakan kualitas udara di sejumlah titik masih termasuk kategori baik. Pengujian kualitas udara di lakukan di tempat pada lalu lintas.
"Maaf kalau data hasil pengujian kualitas udara di tempat padat lalu lintas, di pemukiman, perkantoran, industri masih masuk kategori baik," katanya.
Epiphana menambahkan, saat ini pihaknya juga baru melepas pasif sampler. Pasif sampler merupakan metode yang menggunakan sistem penyerapan gas secara difusi melalui media yang dipaparkan dalam waktu tertentu. Saat ini sample tersebut baru diujikan.
"Tunggu 14 hari lagi," ungkapnya.
Sebelumnya Epiphana juga telah mengingatkan masyarakat untuk tidak membakar sampah imbas tutupnya TPA Piyungan. Menurutnya perilaku membakar sampah justru hanya akan membuat kondisi alam semakin parah.
"Jangan membakar sampah, karena kalau sampah itu dibakar panjenengan akan membuat banyak gas rumah kaca," katanya.
Menurutnya sampah organik yang dibakar bersamaan dengan sampah anorganik akan menyebabkan pembakaran sampah menjadi tidak sempurna. Ia menuturkan gas rumah kaca akan membuat suhu di bumi semakin panas.
"Kalau terlalu banyak gas rumah kaca di atmosfer nanti bumi akan panas. Kalau bumi panas es di kutub akan mencair. Mungkin sekarang gejala-gejala itu sudah muncul banyak tempat di kutub yang sekarang esnya sudah mencair sehingga menimbulkan kenaikan permukaan air laut. Ini hati-hati," ungkapnya.