Kamis 26 Jun 2025 06:22 WIB

Belajar dari Bali, Pemda DIY Didorong Terapkan Larangan Plastik Sekali Pakai di Kawasan Wisata

DPRD DIY mendorong Pemda DIY untuk mengambil langkah yang lebih progresif dan tegas.

Rep: Wulan Intandari/ Red: Fernan Rahadi
Rombongan Komisi A DPRD DIY saat berkunjung ke Monumen Perjuangan Rakyat Bali, Selasa (24/6/2025).
Foto: Wulan Intandari
Rombongan Komisi A DPRD DIY saat berkunjung ke Monumen Perjuangan Rakyat Bali, Selasa (24/6/2025).

REJOGJA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Persoalan sampah plastik di kawasan wisata masih menjadi tantangan besar bagi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Meskipun berbagai program telah digulirkan oleh pemerintah daerah, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa sampah, khususnya plastik sekali pakai, masih mencemari ruang-ruang publik, tak terkecuali di destinasi wisata unggulan seperti Malioboro, Kotagede, hingga kompleks Kraton Yogyakarta.

Melihat kondisi tersebut, Ketua Komisi A DPRD DIY, Eko Suwanto mendorong Pemda DIY untuk mengambil langkah yang lebih progresif dan tegas. Ia menyampaikan bahwa kebijakan pengelolaan sampah tidak cukup hanya bersandar pada edukasi atau imbauan, melainkan perlu dibingkai dalam regulasi yang mengikat seperti yang telah dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Bali.

"Kita belajar banyak dari Bali. Museum ini tidak hanya menyampaikan nilai sejarah perjuangan, tapi juga menerapkan kebijakan lingkungan yang konkret. Tidak ada plastik di sini. Minuman disediakan dalam teko, makanan disajikan tanpa kemasan plastik, dan semua pengunjung diajak sadar akan pentingnya menjaga kebersihan," ujar Eko Suwanto, Selasa (24/6/2025).

Dalam kunjungannya ke Museum Perjuangan Rakyat Bali ini, Eko mengatakan cukup terinspirasi terhadap bagaimana museum yang menyimpan sejarah perjuangan rakyat Bali itu berhasil menjadi pelopor kawasan budaya yang bebas plastik dan ramah lingkungan. 

Museum Perjuangan Rakyat Bali telah menjalankan kebijakan bebas plastik secara menyeluruh seiring dengan diberlakukannya Surat Edaran Gubernur Bali Nomor 9 Tahun 2025 yang melarang produksi dan distribusi air minum dalam kemasan plastik kecil. 

Selain itu, SE Sekda Bali Nomor 2 Tahun 2025 juga mewajibkan penggunaan tumbler di lingkungan instansi pemerintah dan sekolah.

Eko melihat keberhasilan Bali ini bisa menjadi model yang relevan untuk ditiru DIY, terutama dalam mengelola kawasan-kawasan strategis pariwisata. Ia menyoroti bagaimana kawasan Malioboro, yang menjadi ikon wisata Yogyakarta, masih bergelut dengan sampah plastik dari pengunjung maupun pedagang.

"Kami akan merekomendasikan kepada Pemerintah Daerah DIY untuk menerapkan kebijakan larangan penggunaan plastik sekali pakai di destinasi wisata dan budaya. Ini penting untuk menjaga citra Jogja sebagai kota budaya yang bersih, ramah lingkungan, dan berkelanjutan," ungkapnya.

Menurut Eko, penting bagi DIY untuk tidak hanya berfokus pada pembangunan infrastruktur destinasi wisata, tetapi juga memikirkan ekosistem pendukung yang mendukung pariwisata berkelanjutan. Dalam hal ini, termasuk penyediaan tempat sampah terpilah, fasilitas isi ulang air minum, pelibatan pelaku usaha wisata, hingga pendidikan lingkungan bagi wisatawan.

Ia mengatakan Komisi A DPRD DIY siap mendorong penyusunan regulasi yang mengatur pelarangan plastik sekali pakai, terutama di titik-titik wisata dan situs budaya. Menurutnya, bila Bali bisa menerapkan hal ini, maka DIY yang dikenal sebagai pusat budaya nasional juga harus bisa.

"Kawasan ini bukan sekadar museum, tapi juga paru-paru kota. Kalau kita bicara tentang pembangunan destinasi budaya yang berkelanjutan, maka pengelolaan ruang terbuka dan bebas sampah adalah fondasi utamanya," ucapnya.

"Belajar dari Bali, ini sangat mungkin dilakukan," kata dia menambahkan.

Tak hanya soal lingkungan, Eko juga menekankan pentingnya penataan ulang kawasan budaya di Yogyakarta agar menyatu antara pelestarian sejarah dan pelestarian lingkungan. Ia menyebut masih minimnya situs atau museum yang secara utuh merekam peristiwa penting seperti penangkapan Bung Karno oleh Belanda pada 29 Desember 1929 di Yogyakarta, atau perpindahan ibu kota negara dari Jakarta ke Jogja saat masa revolusi.

"Belum ada situs atau museum resmi yang membahasnya secara utuh. Ini bisa jadi proyek strategis ke depan," ujarnya.

Hal senada juga disampaikan oleh Anggota Komisi A DPRD DIY, Akhid Nuryati. Ia mengatakan upaya menggali dan menanamkan nilai-nilai Pancasila dinilai perlu dilakukan secara berkelanjutan, terutama melalui pendekatan yang mampu menyentuh kesadaran sejarah masyarakat. Dalam konteks ini, kegiatan Sinau Pancasila yang digagas DPRD DIY dinilai penting untuk terus dilanjutkan sebagai bagian dari penguatan ideologi kebangsaan.

Monumen Perjuangan Rakyat Bali, kata dia, bisa menjadi contoh bagaimana warisan sejarah dirancang tidak hanya sebagai tempat mengenang, tetapi juga menjadi ruang edukasi yang hidup dan penuh pesan kebangsaan.

"Dari wujudnya luar biasa, mengingatkan prosesi sejarah yang dilakukan tokoh-tokoh sebelumnya. Tangga berjumlah 17, kemudian tiangnya 8 dan ada anak tangga ke atas berjumlah 45 tentu membawa makna. Ini bisa diimplementasikan di DIY, bagaimana menggali Pancasila harus terus dilakukan dan digelorakan," tambahnya.

Selain ke Monumen Perjuangan Rakyat Bali, rombongan juga mendatangi Museum Bali, yang menjadi salah satu pusat pelestarian warisan budaya di Bali. Langkah konkret penerapan kawasan bebas plastik ini dijalankan oleh pengelola di museum tersebut.

Kepala UPTD Museum, Ida Ayu Made Sutariani, menyampaikan bahwa sejak diberlakukannya kebijakan lingkungan dari Pemprov Bali, museum melakukan banyak penyesuaian, termasuk penyediaan air minum isi ulang dan tidak menjual minuman dalam botol plastik kecil.

"Kami selalu mengimbau pengunjung agar membawa tumbler. Agen perjalanan biasanya sudah memberi informasi bahwa makanan dan minuman tidak diperbolehkan dibawa masuk, karena kami menjaga kawasan tetap bersih," kata Ida.

Ia menjelaskan bahwa museum ini juga menjalankan sistem pengelolaan sampah organik secara mandiri. Potongan rumput dari halaman dikumpulkan dalam lubang kompos sedalam dua meter yang menghasilkan pupuk alami, digunakan kembali untuk merawat taman museum.

"Tentu saja (memiliki dampak positif bagi pariwisata berkelanjutan), kalau plastik kan tidak bagus untuk kedepannya, tentu saja berpengaruh. Kami berusaha, memang tidak bisa kami setop secara maksimal tetapi kami himbau ikut menerapkan SE Gubernur itu," ujarnya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement