REJOGJA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pengamat sekaligus praktisi pendidikan dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Muhammad Nur Rizal, menilai perlunya investasi besar-besaran dalam dunia pendidikan di Indonesia. Hal ini disampaikan menyusul adanya pertimbangan dari Presiden Jokowi untuk menghapus sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).
"Saya tidak memilih (sistem zonasi) itu dihapus atau diperbaiki, tapi ada investasi besar-besaran (dalam dunia pendidikan Indonesia) seperti (investasi dalam pembangunan) jalan tol," kata Rizal kepada Republika, Selasa (15/8/2023).
Investasi yang dimaksud Rizal yakni investasi oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dalam upaya memperbaiki dan meningkatkan kualitas pendidikan. Baik itu dari segi layanan pendidikan atau sekolah, kualitas guru, maupun kualitas belajar-mengajar khususnya di sekolah negeri agar ada pemerataan.
Selain itu, menurut dia, investasi ini juga perlu dilakukan untuk menambah jumlah sekolah. Dengan begitu, ada kepastian untuk anak dapat bersekolah khususnya di sekolah negeri, yang mana jumlah bangku sekolah harus sama dengan jumlah anak yang siap mendapatkan pendidikan atau jumlah lulusan.
"Sehingga, Pasal 31 yang menyebutkan setiap warga negara berhak mendapat pendidikan dan pemerintah wajib menyelenggarakan pendidikan sembilan tahun itu terjadi dengan cara memastikan jumlah bangku sekolah sama dengan jumlah anak yang sekolah," ucap pendiri Gerakan Sekolah Menyenangkan itu.
Jika hal tersebut dapat diwujudkan, ia berpandangan bahwa tidak perlu lagi adanya sistem seleksi masuk sekolah berbasis nilai atau memunculkan ujian-ujian. Begitu pun di DIY, yang mana seleksi dalam PPDB masih menggunakan Asesmen Standarisasi Pendidikan Daerah (ASPD).
"Kalau seperti itu, tidak ada lagi alasan memunculkan ujian-ujian daerah atau sistem seleksi berbasis nilai. Karena sistem seleksi berbasis nilai itu akibat jumlah bangku sekolah yang tidak sama dengan jumlah murid atau lulusan, kan harus diseleksi akhirnya (kalau jumlah bangku dan siswa tidak sesuai)," ungkapnya.
Diberitakan sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengaku tengah mempertimbangkan untuk menghapus kebijakan zonasi dalam sistem PPDB. Menurutnya, sistem PPDB akan dicek secara mendalam terlebih dahulu kelebihan dan kekurangannya menyusul ditemukannya banyak permasalahan.
Menyikapi hal ini, Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) DIY menilai bahwa dihapuskannya kebijakan zonasi ini merupakan sebuah kemunduran. "Kalau (sistem zonasi dalam PPDB) itu tidak ada kan kemunduran, kemunduran seperti 40 tahun lalu ketika saya masih sekolah," kata Kepala Disdikpora DIY, Didik Wardaya.
Didik menyebut bahwa sistem zonasi ini diperlukan sebagai salah satu alat seleksi dalam proses PPDB. Jika sistem ini dihapus, maka tidak ada alat seleksi yang terstandar, sehingga sekolah harus melakukan seleksi secara mandiri. "Ini kan berarti kita kembali ke 40 tahun yang lalu," ungkap Didik.
Bahkan, Didik menilai sistem zonasi di DIY selama ini sudah berjalan dengan baik sejak diterapkan pada 2018 lalu. "PPDB zonasi itu sudah cukup bagus," kata Didik saat dikonfirmasi, Jumat (11/8/2023).
Menurutnya, sistem zonasi ini juga mewujudkan pemerataan kualitas pendidikan di DIY. Pasalnya, lulusan khususnya dari jenjang SMA/SMK di DIY yang diterima di perguruan tinggi negeri (PTN) juga sudah merata dari masing-masing sekolah.
"Kalau dari hasil saat ini khususnya di SMA/SMK, kita sudah menghasilkan produk lulusan berbasis zonasi dan kita melihat sekarang sudah cukup merata. Kalau dari lulusan itu yang diterima di PTN saya kira masing-masing sekolah sudah merata, artinya proses pemerataan kualitas pendidikan melalui pemerataan input siswa itu sudah terasa dampaknya," ungkapnya.