Ahad 06 Aug 2023 19:01 WIB

Rawan Bencana, Mahasiswa KKN Kolaborasi Buat Peta Hingga Jalur Evakuasi di Halut

Edukasi terkait mitigasi dan penanganan saat terjadi bencana juga dilakukan.

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Yusuf Assidiq
Kerusakan bangunan rumah warga imbas gempa. Sebagian wilayah Halmahera Utara juga rawan bencana gempa bumi (ilustrasi)
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Kerusakan bangunan rumah warga imbas gempa. Sebagian wilayah Halmahera Utara juga rawan bencana gempa bumi (ilustrasi)

REJOGJA.CO.ID, HALMAHERA UTARA -- Wilayah Halmahera Utara (Halut), Maluku Utara, tepatnya di Desa Ngidiho, Kecamatan Galela Barat, rawan akan bencana alam. Mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) kolaborasi di Desa Ngidiho pun membuat peta rawan bencana hingga jalur evakuasi untuk masyarakat setempat.

Kegiatan KKN kolaborasi digelar bersama dengan pemerintah daerah setempat, serta beberapa perguruan tinggi yakni Universitas Khairun (Unkhair) dan Universitas Halmahera (Uniera). KKN kolaborasi ini dilakukan dengan lokus di tiga desa di Halut yakni Desa Ngidiho, Desa Pitu, dan Desa Gorua Selatan.

"Kita juga membuat peta kerawanan bencana dan pemasangan plang sebagai upaya mitigasi bencana, plangnya sudah siap," kata Koordinator Mahasiswa Sub Unit (Komanit) Desa Ngidiho, Kecamatan Galela Barat, Halut, Maluku Utara, Syamil Maududi, saat ditemui di desa tersebut, belum lama ini.

Pihaknya sendiri telah melakukan riset dan ditemukan bahwa Desa Ngidiho rawan akan banjir, gempa bumi, cuaca ekstrem, dan tanah longsor. Seperti bencana banjir yang terjadi pada 2021 lalu hingga mengakibatkan rusaknya berbagai fasilitas di desa tersebut.

Selain itu, bencana gempa bumi juga terjadi Halut yang turut berdampak di Desa Ngidiho pada 2022. Gempa bumi dengan kekuatan 5,2 skala richter tersebut mengakibatkan lebih dari 100 rumah dan fasilitas publik rusak.

Mengingat daerah tersebut yang rawan akan bencana, mahasiswa KKN melakukan sosialisasi kepada masyarakat. Termasuk edukasi terkait mitigasi dan penanganan saat terjadinya bencana alam dalam rangka meminimalisasi korban.

"Satu minggu kita sampai di sini, kita keliling ke rumah-rumah dan bangunan yang terdampak gempa bumi di 2022. Salah satunya masjid yang roboh. Kemudian banyak sekali rumah yang dindingnya retak. Untuk sosialisasi kami target ke masyarakat bagaimana caranya (membangun) rumah yang tahan terhadap bencana," kata salah satu mahasiswa KKN kolaborasi, Muhammad Miftah.

Mahasiswa juga membuat peta jalur evakuasi yang dapat digunakan warga, jika nantinya terjadi bencana alam. Peta jalur evakuasi tersebut dipasang di beberapa titik untuk memudahkan warga menyelamatkan diri dan melakukan evakuasi.

"Kita juga membuat sebuah peta jalur evakuasi, sehingga nanti masyarakat mengetahui titik kumpulnya ada dimana, kemudian jalur yang harus dilalui untuk evakuasi tersebut," ujarnya.

Kepala Desa Ngidiho, Kamal Abdullah mengatakan, awalnya desa ini berada tidak jauh dari Kali Tiabo. Desa Ngidiho awalnya bernama Desa Patimana, namun mengalami bencana gempa hingga air Kali Tiabo meluap dan menenggelamkan desa pada 1935.

Hal ini menyebabkan warga harus pindah ke lokasi lain, yang saat ini bernama Desa Ngidiho. "Tahun 1935 terus gempa, air Kali Tiabo meluap dan menyebabkan desa tenggelam, dan berpindah di sini (di Desa Ngidiho). Pada 1935 pindah desa menjadi Ngidiho," kata dia.

Meski sudah berpindah lokasi, Desa Ngidiho masih rawan bencana alam. Pihaknya pun menyambut baik adanya peta rawan bencana dan peta jalur evakuasi yang dibuat mahasiswa KKN kolaborasi untuk mitigasi dalam rangka mengurangi risiko bencana.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement