REJOGJA.CO.ID, HALMAHERA UTARA -- Potensi rempah terutama untuk komoditas pala sangat besar di Kabupaten Halmahera Utara (Halut). Namun, potensi ini masih belum dimanfaatkan dengan maksimal oleh daerah setempat.
Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Halut, Erasmus Joseph Papilaya mengatakan, rempah unggulan di kawasan tersebut yakni pala dukono yang berasal dari Gunung Dukono. Bahkan, komoditas ini juga memiliki nilai sejarah rempah yang tinggi.
Sayangnya, pemanfaatannya belum maksimal jika dibandingkan dengan potensi yang dimiliki. Pasalnya, sebagian besar petani setempat hanya menjual buah pala, dan sebagian kecil mengelola pala dengan menjadikannya manisan dan minyak pala.
"(Banyak yang) Masih memetik buah dan dijual ke pedagang, ada sebagian kecil yang sudah memanfaatkannya untuk manisan dan minyak atsiri dalam skala kecil," kata Erasmus di kantor Bupati Halut, Maluku Utara, Kamis (3/8/2023).
Untuk itu, potensi ini akan dikembangkan melalui pengembangan kawasan rempah di Maluku Utara yang dilakukan bersama dengan Universitas Gadjah Mada (UGM). Pengembangan diawali dengan program Kuliah Kerja Nyata (KKN) kolaborasi, dan dilanjutkan dengan penelitian untuk membangkitkan kembali kejayaan rempah di Maluku Utara, khususnya di Halut.
"Varietas (pala dukono) ini sedikit berbeda dari yang lain, sudah mendapat sertifikat dari Kementerian Pertanian dan kabupaten. Dilihat kajiannya bersama UGM dan perguruan tinggi yang lain supaya ini menjadi branding, dengan mementingkan pemasarannya, juga litbang, sehingga kunjungan Warek (UGM) ini bisa melihat potensi ini untuk pengembangan pala dukono," tegasnya di sela-sela menerima kedatangan civitas akademika UGM.
Melalui pengembangan yang dilakukan, diharapkan juga dapat meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) di Maluku Utara, khususnya di Halut. Pengembangan yang dilakukan UGM sendiri yakni dengan mengedepankan konsep kosmopolis.
"Pengembangan pala dukono bisa mendatangkan PAD karena pala ini komoditas unggulan kita," ungkapnya.
Erasmus menjelaskan, PAD dari pala dukono didapatkan dari royalti karena adanya hak paten mengingat komoditas ini sudah mendapatkan sertifikat sebagai komoditas asli dari Halut. Dengan dikembangkannya kawasan rempah, juga mendukung peningkatan sektor pariwisata di Halut itu sendiri.
"Dalam kosmopolis ini, pala bisa dapat paten, setiap orang bisa ambil dan kita dapat royaltinya untuk PAD. Nah, dari situlah kita bisa dapat nilai untuk mendukung APBD," kata Erasmus.
Dikatakan, PAD Halut dari komoditas pala dukono ini masih belum signifikan. Untuk itu, perlu dilakukannya pengembangan yang didukung dari penelitian yang dilakukan UGM. "Pemasukan PAD dari pala masih kecil, belum bisa kita hitung," ungkapnya.
Tidak hanya komoditas pala dukono, Halut juga merupakan daerah penghasil kelapa. Erasmus menuturkan, meski sudah ada industri kelapa di Halut, namun pihaknya menilai penting untuk dikembangkannya komoditas ini.
"Kita tidak boleh bergantung pada industri, yang penting kan industri pemberdayaan masyarakat setelah periode kemarin ada inflasi sektor industri sangat penting. Terkait kelapa perlu kita sentuh bagaimana memproduksinya supaya tidak hanya jadi minyak kelapa dan kopra," kata Erasmus.