Oleh : Prof Ema Utami*
REJOGJA.CO.ID, Perkembangan teknologi khususnya Kecerdasan Artifisial atau Artificial Intelligence (AI) telah mampu melakukan disrupsi di banyak bidang. Adanya dampak dari perkembangan AI ini telah dirasakan dan diyakini akan mengalami eskalasi. Seni merupakan salah satu bidang yang tidak terhindar dari imbas kemajuan bidang AI ini.
Dalam beberapa artikel di kolom Lentera ini juga telah saya singgung mengenai kemajuan AI yang dapat dipergunakan dalam banyak bidang, di antaranya bidang seni.
Hari Senin, 22 Mei 2023 saya menghadiri undangan yang disampaikan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Kantor Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai salah satu narasumber dalam acara Seminar Edukasi Pencegahan Pelanggaran Kekayaan Intelektual bertema 'Urgensi Perlindungan Kekayaan Intelektual bagi Karya Artificial Intelligence.
Tidak bisa dielakkan bahwa kemajuan AI telah mengalami perkembangan yang luar biasa, khususnya yang disebut dengan Generative AI. Generative AI sendiri secara sederhana merupakan model AI berbasis deep learning dengan kemampuan dapat mengambil data mentah dari banyak sumber kemudian mengolahnya menjadi pengetahuan sesuai dengan tugas yang diberikan dan tentu saja kemampuan dapat belajar dari komunikasi yang telah dilakukannya.
Prediksi bahwa Generative AI akan berkembang pesat telah diperkirakan oleh banyak pihak, khususnya setelah semakin banyak Universitas menaruh perhatian pada bidang AI. ChatGPT versi 1.0 dirilis tahun 2018 dan mulai mendapat banyak perhatian di akhir tahun 2022 menjadi momen penting dalam eskalasi perkembangan Generative AI ini.
Saat ini Generative AI mampu menghasilkan berbagai bentuk luaran seperti teks, gambar, dan suara dari perintah atau prompt yang diberikan oleh pengguna. Sebagai contoh saat saya minta dibuatkan sebuah lukisan dengan deskripsi 'semangkuk mie pedas panas berasap dengan irisan daun bawang, jamur, dan telur di atas meja tua' dapat dihasilkan dengan cepat oleh program berbasis Generative AI, seperti Dall.E, NightCafe, Starryai, dan Microsoft Bing Image Creator.
Masing-masing lukisan yang dihasilkan dari keempat program tersebut berbeda namun secara umum sudah dapat merealisasikan apa yang saya minta. Bidang seni suara, seperti untuk membuat lagu atau musik juga tak luput dari kemunculan teknologi berbasiskan Generative AI. Program bernama SOUNDRAW dapat menghasilkan kumpulan nada dari beberapa variabel yang kita masukkan, demikian pula dengan MusicLM besutan dari Google terus mengalami perkembangan dan memberikan proof of concept bahwa sebuah lagu bisa dibuat dengan caption yang menyertai. Tampak jelas bahwa di saat ini aplikasi yang berbasiskan Generative AI untuk bidang seni semakin 'pintar' dan telah menjangkau banyak ragam bidang seni.
Dari apa yang dilakukan oleh Generative AI tersebut maka sebuah pertanyaan dapat dimunculkan: "Bagaimana hal tersebut dapat dilakukan oleh program AI?" AI secara sederhana bisa disebut 'hanya' merupakan program komputer seperti program lainnya. Hal utama yang membedakan adalah bahwa program berbasis AI dirancang untuk dapat belajar selama program tersebut berjalan dan di dalamnya terdapat banyak sub program dengan fungsinya masing-masing.
Secara umum apa yang dilakukan oleh AI terdiri dari empat proses utama yang umum dilakukan dalam pemrograman, yakni akuisisi data, kurasi dan analisis, penyimpanan, serta penggunaan dan visualisasi. Kemampuan Generative AI untuk terus belajar dalam bagaimana melakukan akuisisi data baru, analisis data, serta menemukan pola yang sesuai merupakan kunci utama yang membedakan dengan program pada umumnya, sehingga di dalam setiap program berbasis Generative AI berisi berbagai algoritma yang kompleks.
Dengan demikian tampak bahwa data merupakan aspek utama dalam bagaimana Generative AI dapat bekerja. Persoalan data ini menjadi salah satu elemen penting dalam pembahasan hak atas kekayaan intelektual (HaKI) yang dihasilkan oleh program berbasis AI. Bagaimana status HaKI dari karya AI yang dihasilkan dari kumpulan data yang juga dapat memiliki HaKI, apakah cukup dengan memberikan daftar referensi dari gambar atau suara yang digunakan sebagai sarana belajar atau harus meminta persetujuan dari pemilik, merupakan contoh persoalan yang harus didiskusikan lintas bidang ilmu, khususnya melibatkan bidang hukum.
Demikian pula pentingnya kemampuan untuk mendeskripsikan suatu pertanyaan atau perintah yang juga menjadi kunci pokok dalam era Generative AI ini.
Tampak dari perkembangan Generative AI menunjukkan bahwa keberadaan data, kemampuan untuk mendeskripsikan, kolaborasi lintas bidang ilmu, dan kemauan untuk terus belajar menjadi hal yang tidak bisa dihindari. Universitas Amikom Yogyakarta, khususnya S2 Teknik Informatika yang memiliki keunikan dengan tiga konsentrasi yang kesemuanya mengarah pada AI, yakni Business Intelligence, Digital Transformation Intelligence, dan Intelligence Animation juga terus berusaha mengkolaborasikan pengetahuan, khususnya Informatika dengan bidang-bidang lainnya.
Bagaimana kisah raja yang bertanya di zaman Nabi Yusuf AS yang salah satunya terekam dalam surat Yusuf ayat 46 semoga bisa menjadi pengingat bersama untuk terus berusaha dan belajar. "Yusuf, wahai orang yang sangat dipercaya! Terangkanlah kepada kami (takwil mimpi) tentang tujuh ekor sapi betina yang gemuk yang dimakan oleh tujuh (ekor sapi betina) yang kurus, tujuh tangkai (gandum) yang hijau dan (tujuh tangkai) lainnya yang kering agar aku kembali kepada orang-orang itu, agar mereka mengetahui." Wallahu a’lam.
*Wakil Direktur Program Pasca Sarjana Universitas Amikom Yogyakarta