Senin 16 Jun 2025 17:56 WIB

Cerita Tiga Wanita

Tiga wanita dalam jalinan persahabatan dengan kisah cinta masing-masing.

Red: Karta Raharja Ucu
Tiga Wanita
Foto:

Bagian 3

I’D RATHER LEAVE WHEN I’M IN LOVE

Namanya Rudy, perawakannya tidak terlalu tinggi, jika berdiri berjejer, Dafa itu kira-kira sebahunya, tapi orangnya jenaka, gerakannya gesit dan kalau bicara sopan beretika dengan sorot mata yang memancarkan kepintaran. Rudi Asisten Manajer Marketing, Dafa pikir dia orang yang tepat di waktu yang tepat di perusahaannya, general trading, perusahaan seperti itu jaman sekarang disebut distribution company, membeli semua barang kelontong dan mengirimkannya ke sebanyak mungkin gerai tentunya dengan kebijakan dan kemudahan outstanding.

Perkenalan mereka lebih cepat akrab karena seringnya mereka berdua mendatangi berbagai gerai sekedar untuk memberikan invoice, kontrol stock atau juga collecting untuk gerai-gerai yang terlambat membayar, mengapa mereka terlambat, itu dianalisa oleh Rudi, sementara Dafa bagian keuangan dan purchasing, kadang dia harus melihat langsung stock barang yang sudah diterima oleh konsumen. Seringnya mereka berdua turun ke konsumen membuatnya semakin akrab, sering berdua di mobil perusahaan, semakin saling mengenal satu sama lain, sering makan bareng bahkan Rudy sering mengantarnya pulang jika pekerjaan selesai malam hari. 

Dafa memang bukan lagi gadis remaja, Agustus lalu dia genap 26 tahun dan Rudy 28, perbedaan usia yang sangat ideal untuk saling jatuh cinta dan merencanakan berumah tangga, hanya persoalannya menjadi tidak ideal karena Rudy sudah duluan berumah tangga dan memiliki satu orang anak balita, istrinya Rudy, Santi, pegawai negeri sipil berdinas di Jakarta Utara, seperti banyak pasangan muda lainnya yang hidup di kota besar, terlebih Jakarta, jarak mungkin tidak terlalu jauh tetapi waktu tempuh di jalanan padat macet membuat perjalanan menjadi lama, Rudy dan Santi seringnya bertemu diatas jam tujuh malam, dan keesokan harinya keduanya berangkat pagi sekali, hidup habis dijalan, demikian orang Jakarta bilang.

Kadang Dafa putus asa, que sera-sera, dia terlanjur menyukai Rudy sekaligus merasa berdosa pada istrinya, tapi mau gimana, mungkin Rudy lebih sering bersamaku di siang hari daripada sama istrinya, begitu Dafa sering merenung, sekuat-kuatnya pertahanan pura-pura teman biasa lama-lama bobol juga bendungan kepura-puraan Dafa karena dorongan kombinasi rasa suka dan mulai muncul benih cinta, pada akhirnya dia sering menunjukkan rasa sukanya pada Rudy, bukan sepenuhnya salah aku bathin Dafa, kalau pas hujan keluar dari gerai Rudy merengkuhnya di bahu sambil memegang payung, kalau kebetulan menuruni tangga atau menyeberang jalan Rudy tak pernah segan menggenggam tangan Dafa, membukakan pintu mobil jika menjemputnya atau mengantarnya, menatap Dafa lekat dan dalam jika sedang berbicara menceritakan kegiatan hari-hari. Sering Dafa menjadi salah tingkah berat jika dipandangi Rudy saat berbicara. Rasa cinta dan rasa bersalah muncul sekaligus diwaktu yang sama.

Sering Dafa telponan dengan sahabatnya Emma, merasa senasib dan berbagi cerita, kadang mereka join talk dengan Karlin, saling menceritakan apa yang teralami di hari-hari yang terlalui meski diantara mereka Karlin sudah punya suami, Rahmat, kasubag di Dinas Perhubungan. Rahmat tipe orang yang pergi kerja pagi pulang sore, solat ke masjid, makan malam dan tidur.

“..Mas, aku mau bicara..” Kata Dafa suatu hari di tengah perjalanan mereka dalam mobil perusahaan.

“..Bicara apa mbak..” jawab Rudy.

“..Hubungan kita gimana ya mas..” kata Dafa lagi.

“..Kenapa hubungan kita, baik-baik saja, aku bagian marketing kamu bagian purchasing, kita sering pergi bersama karena tuntutan pekerjaan..” demikian Rudy menjawab, senyum tapi matanya tetap lurus fokus ke jalan.

“..Baiknya kita putus saja..” kata Dafa sambil memain-mainkan ballpoint di tangannya. 

“..Putus gimana.. putus hubungan kerja..?” jawab Rudy tertawa, dia bercanda, tangannya meraih tangan Dafa dan menciumnya. Hati Dafa meleleh lagi, bicaranya terhenti, Rudy kasih sein kiri siap masuk ke parkiran Alfamart salahsatu gerai konsumen perusahaan mereka.

Dafa melempar tasnya ke pinggir ranjang dan menjatuhkan tubuhnya ke atas kasur.. 

Laki-laki memang tidak setia, bathinnya mulai bersuara..

Tapi kamu menyukainya kata suara satunya lagi.. 

Iya tapi semakin hari kamu semakin dekat dengannya semakin tumbuh cintamu tetapi semakin besar dinding penghalang yang akan kamu hadapi..

Apa kamu berharap si Rudy itu menceraikan istrinya dan menikahi kamu..?

Ya enggak lah, aku ngga mau seperti itu, nanti dia ketemu yang lain lagi aku diceraikannya..

Iya aku tau, tapi aku tidak bisa, aku terlanjur mencintainya..

Semakin lama kamu mencintainya ibarat dua lembar kertas yang saling merekat karena di lem, di lem oleh cinta, makin lama makin merekat, disaat harus berpisah itu nanti kedua kertas itu akan sobek, itu luka, sakit sekali..

Setiap malam hatinya berkontradiksi, satu sisi menyuruh segera putuskan sementara sisi lain merasa berat dan tak sanggup karena ingin menikmati setiap moment dalam kebersamaan, setiap malam tidak pernah ada keputusan, akhirnya nangis hingga tertidur, bantalnya basah oleh air mata, begitu terus..

Lamat-lamat terdengar alunan lagu dari radio dari warung kopi di sebelah pagar..

Apakah ada bedanya

Hanya diam menunggu

Dengan memburu bayang-bayang?

Sama-sama kosong

Kucoba tuang

Ke dalam kanvas

Dengan garis dan warna-warni

Yang aku rindui

Apakah ada bedanya

Bila mata terpejam?

Pikiran jauh mengembara

Menembus batas langit

Cintamu telah membakar jiwaku

Harum aroma tubuhmu

Menyumbat kepala dan pikiranku…

--------------

Masih terngiang dalam ingatan Emma saat Daeng Dadin mengucapkan kata perpisahan, aku bisa ke Bandung dua minggu sekali jika kamu mau menikah denganku, kita cari rumah, apartemen juga bisa, gimana kamu aja Emm, aku ikut, meskipun aku tak mungkin menceraikan istriku, tidak mungkin ada jalan kesitu, kata Daeng Dadin sambil kedua tangannya menggenggam kedua tangan Emma dan sesekali menciumnya, mereka duduk berhadapan di meja yang pojok di sebuah café. 

Perasaan Emma terbang setinggi langit, dan dia tidak mau jatuh karena pasti sakit sekali, terhempas ke bumi dalam sebuah kenyataan pahit yang sangat kontradiktif, Emma tidak mau berbagi Daeng Dadin dengan siapapun sekaligus tidak mampu membayangkan Daeng Dadin menceraikan istrinya dan pergi meninggalkan keluarganya dalam tatapan anaknya yang tidak tahu kenapa ayahnya pergi, dia perempuan, dia sangat paham sakitnya perasaan itu, bagi anak perempuan cinta pertamanya adalah ayahnya dan luka hatinya tidak akan pernah sembuh, meski sembuh tetap akan meninggalkan bekas luka yang mudah terkoyak kembali, Emma paham itu, sangat paham.

Tetapi menjadi istri kedua tidak semudah mengatakannya, siapapun perempuan di muka bumi ini tidak akan sanggup menghadapi sebuah perpisahan, apalagi terpisah dengan suaminya untuk merelakannya berlabuh ke pangkuan wanita lain, tak ada dalam kamus manapun, sejarah yang bisu mengatakan betapa perempuan selalu menangis dalam kesendirian di malam-malam sunyi saat suaminya berlabuh pada perempuan lain, apakah karena dia seorang raja, seorang nabi, seorang panglima perang, seorang sultan ataupun seorang daeng. Perempuan yang dimadu selalu bersahabat dengan malam yang hening karena disana dia bisa mencurahkan rasa sakit dan pedihnya cemburu hanya pada sang malam, dan sang malam akan memeluknya dalam diam, dalam hening hingga hanya isak tangisnya saja yang terdengar..

-------------------

Ini sudah minggu kedua Karlin mendapati suaminya begitu intens memainkan smartphone-nya, hampir tiap malam dia melihat Rahmat WA-an dengan seseorang di seberang sana, kadang sambil senyum-senyum sendiri dengan wajah sumringah, ini diluar kebiasaannya sehari-hari, biasanya setelah makan malam Rahmat menonton acara TV kesukaannya, National Geographic, Discovery Channel atau film-film lawas di HBO, Netflix atau acara-acara TV nasional, yang tujuan sebenarnya adalah menunggu kantuk datang. Biasanya setelah pulang dari masjid jamaah Isyak smarphone suaminya sering tergeletak di meja kerja dan tak pernah di sentuh lagi kecuali ada telpon masuk soal kerjaan kantor.

Rumah tangga mereka baik-baik saja jika tidak ingin dikatakan ideal, suami seorang pengawai negeri sipil dengan jabatan eselon menengah, meskipun Rahmat tujuh tahun lebih tua dari Karlin tapi umur seringkali hanya catatan angka pada kartu identitas, mereka dikarunia seorang balita laki-laki, pernah Karlin bertanya pada suaminya apakah dia perlu bekerja sekedar untuk membantu menopang ekonomi hari-hari, tapi suaminya tak mengijinkannya, dirumah saja katanya, agar setiap aku pulang kerja kamu ada, istri dan anak adalah obat terbaik disaat lelah pulang kerja, begitu katanya.

Tapi kali ini ada yang berbeda, suaminya sering bermedsos sambil senyum-senyum sendiri, ini sungguh membuat Karlin tidak nyaman, di kantor manapun selalu ada perempuan cantik, muda, dengan wajah yang mengkilap berjalan lenggak lenggok bak peragawati produk kecantikan mutakhir, mungkin saja kecantikan mereka tidak dimaksudkan untuk menggoda siapapun meski banyak yang jadi tergoda, itu salah mereka sendiri kata para perempuan, kenapa bisa tergoda..

Tapi untungnya kita hidup di negeri dengan ummat muslim terbesar, sekarang ini sangat jarang kita temukan seorang pegawai muslimah yang tidak memakai setelan muslim, hampir semua pegawai muslimah baik di instansi swasta dan perbankan apalagi di kantor pemerintah, semua mengenakan pakaian panjang menutup semua bagian tubuh lengkap dengan kerudungnya meskipun itu tidak menutup setiap kecantikan yang ada.

“..Ayah..” kata Karlin kepada suaminya di pembaringan di suatu malam saat-saat menjelang tidur.

“..Hmm..” suaminya menjawab pendek.

“..Kenapa sekarang ayah sering senyum-senyum sendiri kalau sedang medsosan di hape..” 

“..Hmm..” suaminya menjawab lagi seperti tadi, matanya tetap terpejam, mereka berbaring menyamping dan berhadapan.

“..Kenapa..” kata Karlin lagi, kali ini tangannya sedikit mengguncang bahu suaminya.

“..enggak apa-apa sayang, temen-temen ayah di medsos itu kirim gambar-gambar humor..” kata suaminya lagi.

“..Ada perempuan muda dan cantik ya..” jawab Karlin lagi.

“..Yang begitu banyak dikantor..” kata suaminya lagi, tetap cuek dengan mata tetap terpejam.

Karlin semakin geregetan, dia mengguncang lagi bahu suaminya.

“..Apa siih..” kata suaminya lagi, kali dia buka matanya sedikit.

“..Apa ada perempuan lain..” kata Karlin lagi, kali ini suaranya lirih.

Suaminya membuka mata, menatapnya sebentar, tangannya memeluk Karlin.

“..Hanya ada kamu di hatiku sayang, ga ada yang lain..” kata suaminya, matanya dipejamkan lagi.

“..Trus kenapa ayah sering senyam senyum sendiri di medsosan..?” 

“..Itu teman ayah sering kirim video lucu-lucu..”

“..ah bohong..” jawab Karlin lagi.

“..Apa aku pernah berbohong kepadamu..” jawab suaminya, sambil tetap terpejam, tangannya memeluk Karlin dan mengusap-usapnya. 

Berada dalam pelukan suaminya ada rasa nyaman dan percaya di hati Karlin. 

Shakespeare memang benar, perempuan itu tidak terlalu mendengar apa kata kekasihnya atau siapapun, tapi mereka mampu merasakan kebenaran, atau kebohongan dari sebuah ucapan, Tuhan memberi perangkat ini hanya pada perempuan. 

“..Ya udah..” Kata Karlin, diapun juga memeluk suaminya. Malam beranjak larut, diluar suara kentongan ronda terdengar sayup-sayup.

--------------

Kejadian sehari-hari secara normal akan membuat seseorang mengambil suatu keputusan, apakah itu kejadian baik atau kejadian tidak baik, sikap-sikap tertentu biasanya didorong oleh kejadian atau keadaan-keadaan tertentu, mungkin keputusan kecil tetapi karena keadaan terus mendorong hingga akhirnya terpaksan mengambil sebuah keputusan besar.

Pagi ini Dafa berniat untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan yang tertunda dan akan menyelesaikannya secepatnya, mungkin dalam dua atau tiga hari ini, setelah itu dia akan serahkan semua pekerjaannya kepada Mbak Tatiek staf keuangan, dan setelah itu dia akan mengajukan resign ke Pak Usman, direktur sekaligus pemilik usaha, dia sudah membulatkan tekad untuk keluar dari perusahaan, karena menurutnya itulah satu-satunya cara untuk segera menghentikan hubungannya dengan Rudy, yang semakin hari semakin merekat namun semakin dekat dengan dinding tebal yang tak mungkin ditembus. Dafa akan mengalah demi keutuhan rumah tangga Rudy dan kesehatan jiwanya sendiri karena cinta yang menabrak dinding akan menghancurkan dirinya, dan Dafa tak ingin itu terjadi. Rencananya setelah itu dia akan ke Bandung dan mencari peruntungan disana.

Rudy..? biar saja dia tidak perlu tahu rencananya, tau-tau sudah keluar gitu aja, Dafa tak ingin ada farewell party dengan Rudy, tak perlu ada perpisahan karena perpisahan hanya akan membuat keduanya sakit, sesuatu yang diakhiri dengan paksa pasti menyakitkan, apalagi jika itu hubungan cinta. Dalam pikirannya Rudy jelas seseorang yang tidak mampu setia, dia sudah punya anak dan istri tapi dengan sengaja menjalin hubungan cinta dengan perempuan lain, meskipun orangnya romantis, baik dan sikap kesehariannya memukau tapi jelas Rudy bukan seseorang yang bisa tegas kepada dirinya bahkan kepada keluarganya sendiri. Laki-laki memang tidak bisa setia, begitu kata bathinnya, mungkin sudah begitu guratan alam.

Pak Usman baru saja masuk ruangannya saat Dafa mengetuk pintunya. Pak Usman menatapnya dengan agak keheranan, kacamata bacanya tergantung di bawah matanya dan dia melihat Dafa masuk, mengangguk kemudian mempersilahkannya duduk. 

“.. Ada apa neng..” Kata Pak Usman sambil membuka kacamatanya dan mengatupkan kedua tangannya diatas meja.

“..Sebelumnya saya mohon maaf pak..” kata Dafa memulai pembicaraan sambil mengumpulkan keberanian.

“..Ya ada apa..” kata pak Usman lagi.

“..Saya bermaksud mengundurkan diri dari perusahaan pak..” Kata Dafa sambil tertunduk, diujung matanya dia melihat Pak Usman agak terhenyak..

“..Lho ada apa neng..” Tanya pak Usman. 

Sejenak Dafa terdiam, dia harus segera memutuskan untuk berkata jujur dan terus terang atau hanya sekedar mengajukan alasan formil. Perusahaan ini membayarnya dengan baik, dan bisa dibilang gaji yang diterimanya tiap bulan berlebih dibandingkan karyawan dengan posisi yang sama di perusahaan lain.

“..Saya ingin mengundurkan diri pak.. karena alasan pribadi..” 

Demikian Dafa mencoba mengajukan alasan, dia berharap pak Usman tidak bertanya lebih lanjut, tapi harapannya sia-sia..

“..Kenapa neng, alasan pribadi apa..” 

“..apakah gaji yang neng terima ada kekurangan..?” Pak Usman bertanya.

“..Bukan pak, sama sekali bukan, bapak menggaji saya dengan sangat cukup, bahkan berlebih sehingga saya bisa menabung tiap bulan..” 

“..Oke, terus kenapa neng mau mundur..?” Kata Pak Usman lagi, kali ini sikapnya rileks.

“..Begini pak, belakangan ini hubungan saya dengan Pak Rudy asisten manajer marketing semakin dekat pak, bahkan terlalu dekat, seperti hubungan kekasih, saya sungguh tidak ingin merusak  rumah tangganya,meskipun saya sendiri juga tak mampu mengakhiri hubungan itu jika selalu bersama..” kata Dafa sambil tertunduk dalam..

“..Ooh.. itu toh alasannya..” Kata pak Usman sambil manggut manggut. Kemudian dia tersenyum.

“..Iya pak..” kata Dafa sambil masih tertunduk. 

Suasana agak hening..

“..Baiklah..”

“..Kalau menurut kamu itu sudah jalan terbaik bapak tak mungkin menghalangimu, kamu salahsatu karyawan terbaik yang bapak miliki, mungkin agak sulit mencari orang yang sesuai kemampuanmu, tapi bapak akan coba mengembangkan yang ada, mungkin Tatiek atau Ria akan menggantikan posisimu..”

“..Usaha agak berat sekarang ini, pesaing semakin banyak , mereka berani main banting harga dan memperpanjang outstanding..” kata Pak Usman.

“..Baikah Dafa, kamu urus dengan mbak Tatiek untuk penghasilanmu bulan berjalan ini, ada pesangon tiga kali gaji, ajukan aja ke Tatiek, tinggalkan nomor rekeningmu dan alamatmu juga nomor hapemu ya..” Kata Pak Usman. 

“..Baik Pak..”, kata Dafa kali ini dia berani menatap pak Usman, hatinya sudah plong.

“..O ya.. kemana kamu akan pindah..” tanya Pak Usman lagi.

“..ke Bandung pak, disana saya punya teman jaman sekolah dulu, mungkin saya mau menumpang dulu di kosannya sambil cari-cari kerja..” demikian kata Dafa.

‘’..Lho.. jadi kamu belum dapat panggilan di Bandung..? bapak kira sudah ada tempat baru..” 

“..Belum pak..” kata Dafa.

“..Sebentar.. “ kata Pak Usman, Dafa yang sudah siap beranjak dari tempat duduknya jadi terduduk kembali.

Pak Usman mencari-cari nomor di smartphone nya..

“..Kemarin lalu bapak ditelpon teman dari Bandung, namanya Pak Hidayat dia China Bandung, muallaf, anaknya mau buka usaha bidang yang sama dengan kita, tapi juga ada jasa pengiriman paketnya, saya kenal Hidayat waktu sama-sama ke Mekah..” Kata Pak Usman sambil cari-cari nomor di smartphone nya.

“.. Sebentar ya kamu tunggu dulu..”Kata Pak Usman, dia berjalan ke ruang pribadinya, dan menutup pintunya sambil menelpon. 

Sekira sepuluh menit kemudian Pak Usman keluar dari ruangannya..

“..Ya.. ya oke.. , wa’alaikum salaam..” Pak Usman beruluk salam diakhir pembicaraanya sambil berjalan dan duduk kembali di kursinya, menutup smartphonenya dan meletakkannya diatas meja.

“..Neng, bapak udah titipkan kamu ke Pak Hidayat, bapak sampaikan bahwa kamu kerjanya bagus dan ingin pindah ke Bandung, nanti kamu temui dia di kantornya, nanti bapak kabarin kamu kapan harus ketemu Pak Hidayat, tinggalkan no hapemu di Tatiek ya..” 

“..baik pak, terimakasih sekali atas kemurahan hati bapak..” Jawab Dafa sambil beranjak dari duduk hendak menyalami Pak Usman. 

Tapi pak Usman memberik isyarat agar Dafa duduk kembali.

“..Hidup ini penuh dengan teka-teki, kita tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan, bahkan esok hari pun kita tidak tau apa yang kita alami, kamu anak baik, kerjamu selama ini bagus, berat rasanya bapak melepasmu, tapi jika ini jalan terbaik menurut kamu ya bapak tidak bisa menahanmu, lakukan yang terbaik dalam hidupmu, hati-hati dalam setiap langkah, jangan lupa memohon do’a pada Yang Kuasa setiap memulai hari, berharap padaNya untuk selalu memberi kita yang terbaik..” 

Pak Usman memberi wejangan, ringan, biasa tapi sarat makna.

“..Oke ya, tetap jaga komunikasi ya..” katanya sambil beranjak berdiri dan memberikan tangan untuk bersalaman, Dafa segera berdiri dan menyambut tangan pak Usman dan menempelkan punggung tangan Pak Usman ke keningnya tanda khidmat pada orang tua. 

“..Hati-hati ya nak..” Kata Pa Usman lagi. 

“..Terimakasih atas kebaikan dan kemurahan hati bapak selama ini..” Kata Dafa sambil sedikit membungkukkan badan. 

“..Ya..” kata Pak Usman dengan senyum yang tak lepas dari bibirnya.

Dafa melangkah ringan, dia menutup pintu kantornya untuk yang terakhir kali, ada sejumput rasa haru dalam hatinya, betapapun perusahaan ini telah menghidupi dirinya empat tahun terakhir ini, dia tidak membawa barang-barang yang banyak dari meja kerjanya untuk menghindarkan kecurigaan hendak resign, barang-barangnya sudah dia bawa sedikit-sedikit setiap hari. 

Rudy tak kelihatan, mungkin dia sedang di gudang menyiapkan pengiriman hari ini sebelum delivery. Dafa melangkah cepat, dia segera masuk ke gerai Indomaret yang berjarak sekitar tiga bagunan dari kantornya dan menelpon grabcar dari sana. Keputusan Dafa sudah pasti, meskipun berat dirasa tapi dia tidak ingin seperti sepasang kertas yang direkatkan dengan lem dan luka saat dipisahkan, itu akan lebih sakit.

Dafa akan ke kosnya sebentar mengambil tas pakaian yang sudah disiapkannya, sore ini dia mau ke Bandung ketemu Emma, dan setelah stabil di Bandung dia baru akan membawa semua barang-barangnya dari kosan, itu mudah pikirnya, bisa nanti sewa mobil, yang penting aku ke Bandung dulu. 

Emma.. I’m coming, soraknya dalam hati…

Dalam grabcar Dafa menulis pesan whatssap untuk Rudy, isinya singkat saja.

Mas Rudy terkasih.

Aku pamit dan sudah resign dari perusahaan kita, sekaligus aku akhiri hubungan kita.

Aku telah putuskan ini jalan terbaik untuk kita, aku menyayangimu tapi lebih tak kuasa melihat betapa akan menyakitkan dan kecewanya istrimu atas hubungan kita. 

Jangan mencariku dan sebisa mungkin jangan menghubungiku, beri aku kesempatan untuk menjalani hidupku dengan lebih baik. 

Always, 

Dafa. 

Terdengar pelan dari radio mobil grab, lagu lawas dari Rita Coolidge.

I'd rather leave while I'm in love

While I still believe the meaning of the word

I'll keep my dreams and just pretend

That you and I are never gonna end

Too many times I've seen the rose die on the vine

Somebody's heart gets broken, usually it's mine

I don't wanna take the chance of being hurt again

And you and I can't say goodbye

So if you wake and find me gone

Oh, baby carry on

You see I need my fantasy

I still believe it's best to leave while I'm in love

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement
Advertisement
Advertisement