Selasa 18 Mar 2025 07:07 WIB
Hikmah Ramadhan

Mengenal Konsepsi Ruang Transisi di Kampung Melalui Bulan Ramadhan

Ruang transisi merupakan peralihan dari ruang privat dan publik.

Red: Dwi Murdaningsih
Tika Ainunnisa Fitria, dosen Arsitektur Unisa Yogyakarta.
Foto:

Teori Place Process oleh Seamon (2021) dalam bukunya 'Place attachment and phenomenology: The dynamic complexity of place’, menyatakan bahwa pembentukan suatu ruang didasari oleh keterikatan fenomenal antara kehidupan keseharian, perasaan, pengalaman serta maknanya. Sedangkan, pada konteks kampung, masyarakat membentuk ruang-ruang sosialnya secara spontan dan kreatif didasari oleh keterbatasan ruang di area tinggalnya.

Fenomena pembentukan ruang sosial ini, makin kerap kita jumpai pada bulan Ramadhan. Gang-gang menjadi semakin hidup sebagai ruang kolektif bagi masyarakat. Di tengah keterbatasan tempat berkumpul, gang-gang dan teras rumah secara spontan menjadi ruang-ruang berkumpul.

Sebagai contoh, ibu-ibu di kampung Jogokaryan memasak bersama untuk takjil di halaman rumah, anak-anak di Prawirotaman menggunakan gang untuk berlatih selama bulan Ramadhan untuk menyambut malam Takbiran, ataupun warga Kauman memanfaatkan gang sebagai tempat berjualan.

Hal menarik lainnya adalah di beberapa kampung, warga membangunkan untuk saur dengan berkeliling dari gang ke gang. Pengalaman penghuni terhadap ruang transisi di kampung terlihat dari bagaimana mereka mengonseptualisasikan ruang tersebut sebagai ruang interaksi khususnya di bulan Ramadhan ini.

Bulan Ramadhan ini memberikan pengalaman meruang bagi masyarakat, baik secara sosial maupun emosional. Pada bulan inilah, konsepsi ruang transisi di kampung ditunjukkan melalui persepsi penghuninya, yaitu sebagai ruang sosial.

Mereka menganggap ruang transisi sebagai ruang fleksibel yang memungkinkan untuk dikonsep secara mandiri dan spontan, bahkan bersifat temporal. Lebih dari itu, mengenal konsepsi ruang transisi pada kampung merupakan hal yang penting dalam menciptakan keberlanjutan kehidupan kampung dan masyarakatnya.

Konsepsi ruang transisi ini terbentuk dari beberapa hal, yaitu toleransi spasial pada ruang transisi, yaitu bagaimana mereka menoleransi ruang transisinya untuk aktivitas bersama. Selanjutnya dipengaruhi oleh adanya persepsi ruang, yaitu ruang transisi sebagai ruang fleksibel yang dapat dibentuk secara spontan dan temporal sesuai dengan kebutuhan bersama.

Selain hal tersebut, pengalaman emosional yang diberikan ruang transisi bagi penggunanya, dimana batasan teritorial tidak menghalangi warganya untuk membentuk ruang-ruang sosial. Semakin fleksibel ruang transisi, maka semakin spontan ruang sosial terbentuk dan batas teritorial menjadi kabur.

Disisi lain, inilah bentuk keterikatan dan kepemilikan manusia terhadap ruang. Sehingga dalam menghadapi perkembangan perkotaan pada saat ini, diperlukan pendekatan baru dalam perencanaan kampung-kampungnya. Dimulai dari memahami konsepsi ruang transisi sebagai mikro spasial dari suatu permukiman, yaitu hakikatnya harus menekankan fungsinya sebagai ruang sosial. Ruang transisi tidak hanya bagian dari spasial kampung tapi telah menjadi ‘dunia’ bagi masyarakatnya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement