REJOGJA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Sepekan sudah Iran dan Israel sepakat mengumumkan gencatan senjata pada 24 Juni 2025. Tak ada lagi kabar Negeri Zionis dan Iran saling berkirim bom serta rudal. Baik Iran maupun Israel menyatakan diri sebagai pihak yang memenangkan perang yang berlangsung 12 hari itu.
Klaim kemenangan itu bukan saja merupakan upaya kedua negara dalam mengonsolidasi kekuasaan rezim mereka, tapi juga menunjukkan atmosfer perang masih sangat tebal menyelimuti kedua negara. Mungkin memang benar perang itu telah menunjukkan superioritas militer Israel, yang bebas berkeliaran di wilayah udara Iran dan sukses besar dalam penetrasi intelijen mereka.
Israel sampai menyamakan "sukses" dalam Perang 12 Hari melawan Iran, lebih besar dari pada Perang Enam Hari melawan koalisi Arab pada 1967. Tapi Israel kini tak bisa lagi menganggap kecil kemampuan lawan dalam membalas dan menangkal serangan mereka.
Bagaimana tidak, sejak negara itu berdiri di atas nestapa Palestina pada 1948, untuk pertama kalinya kota-kota besar Israel dihujani rudal oleh musuhnya. Rudal-rudal Iran itu menghancurkan dan bahkan merobohkan beberapa gedung, selain menewaskan 29 orang, membuat 10 ribuan orang kehilangan tempat tinggal, dan sempat menghentikan roda perekonomian.

Jumlah korban itu sangat sedikit jika dibandingkan dengan 1.195 orang, termasuk 379 tentara Israel, yang menjadi korban serangan Hamas pada 7 Oktober. Namun, Perang 12 Hari telah mengikis rasa aman yang sejak lama dinikmati Israel. Jutaan rakyat negara itu kini merasa negaranya tak lagi kebal dari serangan luar.
Iran telah menunjukkan kepada Israel bahwa walaupun dilindungi sistem pertahanan yang canggih, termasuk sistem pencegat rudal Iron Dome, pertahanan Israel ternyata rapuh. Akibatnya, beberapa sudut di kota Tel Aviv, Bat Yam, dan Be'er Sheva, terlihat menyerupai Gaza yang sudah luluh lantak oleh bombardemen brutal nan berkepanjangan dari Israel.
Praktisnya, Israel tak bisa tenang seperti dulu. Mereka kini mendapati musuh yang mampu menyerang jauh ke jantung pertahanannya, yang membuat keyakinan rakyat negara itu terhadap sistem keamanannya menjadi tidak setinggi sebelum perang.