Jumat 28 Feb 2025 16:54 WIB

Raksasa Tekstil Sritex Resmi Diputus Bangkrut Mulai 28 Februari 2025

Tim Kurator Sritex selanjutnya bakal melakukan pemberesan harta pailit.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Karta Raharja Ucu
Suasana rapat kreditur PT Sritex yang digelar di Pengadilan Negeri Niaga Semarang, Jawa Tengah, Jumat (28/2/2025). Dalam rapat tersebut, Hakim Pengawas, Haruno, resmi memutus Sritex insolvent atau bangkrut.
Foto: Kamran Dikamra/Republika
Suasana rapat kreditur PT Sritex yang digelar di Pengadilan Negeri Niaga Semarang, Jawa Tengah, Jumat (28/2/2025). Dalam rapat tersebut, Hakim Pengawas, Haruno, resmi memutus Sritex insolvent atau bangkrut.

REJOGJA.CO.ID, SEMARANG -- PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex telah dinyatakan insolvent atau bangkrut oleh hakim pengawas dalam rapat kreditur yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Niaga Semarang, Jawa Tengah (Jateng), Jumat (28/2/2025). Dengan putusan tersebut, Tim Kurator Sritex selanjutnya bakal melakukan pemberesan harta pailit.

Dalam rapat kreditur yang digelar Ruang Kusumah Atmadja PN Semarang, anggota Tim Kurator Sritex memaparkan cash flow dan perkiraan nilai aset milik perusahaan tekstil terbesar di Indonesia tersebut. Dalam pemaparannya, terungkap beban pengeluaran Sritex lebih besar dibandingkan pemasukannya.

"Total pengeluaran gaji beserta kewajiban perusahaan lainnya untuk karyawan dalam satu bulan adalah sejumlah kurang lebih Rp35.031.851.762," kata salah satu anggota Tim Kurator Sritex, Nurma Candra Yani Sadikin, dalam pemaparannya.

Dia menambahkan Sritex juga memiliki beban tagihan listrik per Februari 2025 mencapai Rp9,7 miliar. "Bahwa selain biaya pengeluaran gaji karyawan, terdapat biaya-biaya lain yang belum terhitung, di antaranya adalah kebutuhan produksi dengan batu bara, biaya bahan baku, dan biaya-biaya lainnya," kata Nurma.

Nurma mengungkapkan, saat ini Sritex hanya menerima pendapatan dari Jasa Makloon Pre-Treatment (RFP) dan Jasa Makloon Garment. "Sehingga pemasukan yang didapat perusahaan sangat terbatas, berkisar di angka Rp20 miliar," ujarnya.

Sementara salah satu anak perusahaan Sritex, yakni PT Primayudha Mandirijaya hanya menerima keuntungan satu miliar rupiah. Sedangkan dua anak perusahaan Sritex lainnya, yakni PT Bitratex Industri dan PT Sinar Pantja Djaja, sudah tidak beroperasi.

"Bahwa dengan keadaan sebagaimana dijelaskan di atas, saat ini tidak dimungkinkan untuk melanjutkan usaha debitur dengan alasan modal kerja yang terbatas dan beban biaya terlalu tinggi dibandingkan pendapatan yang diterima," kata Nurma.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Republika DIY-Jateng-Jatim (@republikajogja)

Yuk gabung diskusi sepak bola di sini ...
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement