Rabu 18 Dec 2024 08:50 WIB

Belajar dari Para Pemuda

Peristiwa sengaja diviralkan sebagai bentuk pengalihan perhatian juga dapat terjadi.

Red: Fernan Rahadi
Prof Ema Utami dari Universitas Amikom Yogyakarta
Foto: amikom
Prof Ema Utami dari Universitas Amikom Yogyakarta

Oleh : Prof Ema Utami (Wakil Direktur Program Pascasarjana Universitas Amikom Yogyakarta)

REJOGJA.CO.ID, Untuk kesekian kali suatu peristiwa mendapat perhatian luas masyarakat di Indonesia oleh karena viral melalui media sosial. Beragam peristiwa di berbagai bidang dapat dengan cepat tersebar dan menjadi perbincangan dan perhatian masyarakat.

Di bidang hukum, frasa “No Viral, No justice” menjadi jargon yang populer di masyarakat pada tahun 2024. Menjelang akhir bulan penghujung tahun 2024 ini, sebuah kasus penganiayaan oleh anak bos toko roti mencuat dan mendapat perhatian oleh masyarakat luas. Viralnya kasus ini kemudian mendapat tanggapan dari banyak pihak, mulai dari kepolisian hingga para anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Komisi III.

Perhatian terhadap sebuah kejadian viral kemudian mendapat tanggapan dari pihak terkait seperti ini bukanlah merupakan kali pertama. Berbagai kasus yang kemudian mendapat perhatian lebih dari penegak hukum oleh karena viral di masyarakat kerap terjadi di tahun 2024.

Tidak dimungkiri bahwa kemajuan teknologi, khususnya dalam memberikan kemudahan untuk penyebaran informasi yang demikian pesat menjadi salah satu faktor pendukung utama. Dalam viralnya suatu peristiwa tentu tidak dapat dihindari adanya dua sisi, yakni positif dan negatif yang mengikutinya.

Proses yang lebih cepat terhadap penanganan sebuah kasus merupakan contoh sisi positif yang didapatkan dari viralnya kasus tersebut. Namun demikian adanya berbagai fakta yang dapat dikaburkan oleh viralnya sebuah peristiwa juga dimungkinkan. Dalam sudut pandang lain bahwa sebuah peristiwa sengaja diviralkan sebagai bentuk pengalihan perhatian juga dapat terjadi.

Pada tahun 2024 ini berulangnya keseriusan menaruh perhatian setelah suatu kasus viral sudah kerap terjadi. Banyaknya video yang membagikan bagaimana siswa Sekolah Menengah Atas kesulitan dalam mengerjakan soal perkalian dasar juga terus dibagikan.

Kesalahan penulisan awalan ‘di’, penggunaan tanda baca, dan lain sebagainya masih sering kali dijumpai di berbagai tempat. Demikian pula video kesalahan penggunaan kata ‘para-para’ untuk menyebut kelompok menjadi perhatian banyak pihak.

Bagaimana menyikapi berbagai bentuk keviralan yang terjadi tersebut, tentu merupakan hal penting yang harus dilakukan. Baik oleh objek yang terlibat, masyarakat umum, dan tentu para akademisi.

Universitas Amikom Yogyakarta, sebagai salah satu Perguruan Tinggi yang memiliki program studi beragam tentu juga dapat memberikan perhatian terhadap bentuk keviralan tersebut. Kajian dan analisis secara akademis dari berbagai bidang studi tentu dapat dilakukan termasuk dari Informatika.

Analisis sentimen sebagai contohnya, walau merupakan topik yang sudah kerap menjadi pembahasan, namun topik ini masih cukup luas dan dalam untuk dapat digali. Kolaborasi lintas bidang ilmu menjadikan topik analisis sentimen masih menarik banyak pihak untuk melakukan kajian atau penelitian.

Demikian pula untuk individu yang dapat menjadi objek suatu keviralan, tentu harus mampu mempersiapkan diri bagaimana menyikapi berbagai bentuk keviralan yang ada harus dilakukan. Belajar dari peristiwa yang telah terjadi dan terus melakukan perbaikan secara kontinu menjadi proses yang tidak bisa dihindarkan.

Kisah para pemuda di goa yang dituliskan dalam surat Al-Kahfi dapat menjadi rujukan belajar banyak hal, dari mulai berhitung, memilah banyaknya informasi yang beredar, bersabar, dan lain sebagainya. Salah satunya seperti yang disebutkan dalam ayat 22 berikut:

“Kelak (sebagian orang) mengatakan, “(Jumlah mereka) tiga (orang). Yang keempat adalah anjingnya.” (Sebagian lain) mengatakan, “(Jumlah mereka) lima (orang). Yang keenam adalah anjingnya,” sebagai terkaan terhadap yang gaib. (Sebagian lain lagi) mengatakan, “(Jumlah mereka) tujuh (orang). Yang kedelapan adalah anjingnya.” Katakanlah (Nabi Muhammad), “Tuhanku lebih mengetahui jumlah mereka. Tidak ada yang mengetahui (jumlah) mereka kecuali sedikit.” Oleh karena itu, janganlah engkau (Nabi Muhammad) berbantah tentang hal mereka, kecuali perbantahan yang jelas-jelas saja (ringan). Janganlah engkau minta penjelasan tentang mereka (penghuni gua itu) kepada siapa pun dari mereka (Ahlul Kitab).” Wallahu a’lam.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement