
Oleh : Prof Ema Utami (Direktur Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Amikom Yogyakarta)
REJOGJA.CO.ID, "Cakrawala: Ketika Langit dan Bumi Berjumpa" menjadi tema yang diangkat dalam Aerospace Innovation Summit (AIS) 2025, yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Teknik Dirgantara "KMPN Otto Lilienthal" ITB. Dalam rangkaian acaranya, termasuk gelar wicara, hadir sejumlah narasumber yang membahas pentingnya teknologi kedirgantaraan sebagai indikator kemajuan suatu bangsa.
Sebagai salah satu peserta yang mengikuti acara tersebut, saya dapat melihat bagaimana kompleksnya teknologi yang dibutuhkan untuk terlibat dalam penguasaan dirgantara tersebut. Tampak bahwa penguasaan teknologi dirgantara memang menjadi tolok ukur keunggulan riset dan inovasi. Kompleksitas teknologi untuk menjelajah luar angkasa menjadikan tidak banyak negara yang mampu melakukannya.
Presiden pertama Republik Indonesia, Ir Soekarno, sejak awal kemerdekaan telah menggagas cita-cita besar tentang antariksa. Dalam pidatonya di Bandung, 25 Januari 1960, beliau menyebut revolusi luar angkasa sebagai tahap kelima dari revolusi dunia, setelah revolusi agama, komersial, industri, dan atom. Gagasan tersebut menjadi pijakan lahirnya Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) pada 27 November 1963.
Era 1960-an dikenal sebagai masa perlombaan ke luar angkasa (space race), khususnya antara Amerika Serikat dan Uni Soviet. Namun kini, lebih dari enam dekade kemudian, perlombaan itu tak hanya melibatkan negara, tetapi juga perusahaan swasta. Salah satu pencapaian terbaru datang dari Blue Origin, perusahaan milik Jeff Bezos, yang pada 14 April 2025 lalu sukses menerbangkan enam astronot perempuan dalam misi wisata suborbital berdurasi 10 menit menggunakan roket New Shepard (NS-31).
Keenam astronot perempuan, yakni Katy Perry, Gayle King, Lauren Sánchez, Amanda Nguyễn, Aisha Bowe, dan Kerianne Flynn memiliki latar belakang yang berbeda dari artis sampai dengan insinyur. Keberhasilan roket NS-31 ini bisa dilihat bahwa mulai terjadinya pergeseran eksklusifitas perjalanan ke luar angkasa ke arah inklusif. Ini menjadi tonggak penting dalam membuka akses perjalanan luar angkasa yang selama ini bersifat eksklusif, menuju era baru yang lebih inklusif, bahkan bersifat komersial.
Posisi Indonesia yang berada di garis khatulistiwa dapat menjadi aset berharga dalam pengembangan teknologi dirgantara, khususnya luar angkasa tersebut. Nilai tambah berada di garis ekuator bisa dimanfaatkan untuk ikut terlibat dalam dinamisnya pengembangan teknologi bidang dirgantara ini. Rencana pengembangan bandar antariksa di Pulau Biak Papua yang disinggung dalam Aerospace Innovation Summit (AIS) 2025 menjadi peluang strategis yang harus mendapat dukungan secara nasional. Selain itu, penguasaan teknologi dirgantara lainnya seperti drone dan satelit menjadi kebutuhan penting dalam menghadapi era global yang semakin terhubung menjadi bahasan menarik dalam acara tersebut.
Perkembangan ini menuntut kolaborasi lintas ilmu, termasuk dari bidang informatika dan Artificial Intelligence (AI). Perguruan Tinggi seperti Universitas Amikom Yogyakarta, yang memiliki kekuatan di bidang AI, perlu lebih aktif terlibat dalam riset interdisipliner untuk mendukung pengembangan dirgantara. Ayat-ayat dari dua surat dalam Alquran berikut semoga bisa menjadi refleksi dan pendorong untuk terus melakukan riset khususnya yang berkaitan dengan dirgantara ini, "Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi serta pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau dalam keadaan berbaring, dan memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia. Mahasuci Engkau. Lindungilah kami dari azab neraka” (Al ‘Imran 190-191). Wahai segenap jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, tembuslah. Kamu tidak akan mampu menembusnya, kecuali dengan kekuatan (dari Allah)" (Al Rahman ayat 33). Wallahu a’lam.