Rabu 12 Mar 2025 15:52 WIB

Dua Sisi yang Berbeda

Di era AI kesempatan melakukan berbagai bentuk kecurangan semakin terbuka.

Red: Fernan Rahadi
Prof Ema Utami dari Universitas Amikom Yogyakarta
Foto: amikom
Prof Ema Utami dari Universitas Amikom Yogyakarta

Oleh : Prof Ema Utami (Wakil Direktur Program Pascasarjana Universitas Amikom Yogyakarta)

REJOGJA.CO.ID, Memasuki pekan kedua bulan Ramadhan 1446 Hijriyah, dua kasus minyak masih menghiasi berita di berbagai media. Kasus pertama berkaitan dengan minyak bumi, yakni kisruh oplosan Pertamax dan Pertalite. Dua hasil turunan yang berasal dari tambang minyak bumi tersebut merupakan produk dari Pertamina. Nilai RON (research octane number) yang juga dikenal dengan oktan menjadi pembeda keduanya. Nilai yang sering digunakan sebagai salah satu penentu kualitas bahan bakar bakar minyak tertentu.

Kasus kedua berkaitan dengan minyak yang berasal dari nabati, yakni pohon kelapa sawit. Pemrosesan dari biji kelapa sawit tersebut kemudian menghasilkan produk yang akrab digunakan oleh banyak lapisan masyarakat, yakni minyak goreng. Kasus kecurangan takaran dengan temuan ketidaksesuaian jumlah volume dengan label yang diberikan pada minyak goreng kemasan bermerek Minyakita dalam beberapa hari ini membuat heboh masyarakat.

Dua kasus kecurangan yang berupa manipulasi nilai RON dalam pengadaan hasil minyak bumi dan pengurangan takaran volume minyak goreng tersebut tentu sangat memprihatinkan. Kecurangan dalam dua produk minyak yang sangat banyak digunakan oleh masyarakat tersebut tentu memberikan nilai kerugian yang besar kepada penggunanya. Menurut perhitungan para pemerhati, kasus Pertamax oplosan nilai kerugian yang ditimbulkan mencapai puluhan bahkan ratusan triliun rupiah. Demikian pula dengan kasus Minyakita, walau belum terdapat hitungan nilai kerugian yang muncul dipastikan kecurangan ini merugikan konsumen dan negara. Selain memastikan besar kerugian yang ditimbulkan, mencari akar permasalahan penyebab terjadinya bentuk kecurangan tersebut harus segera dilakukan.

Bahwa tidak dimungkiri banyak penyebab yang dapat memicu terjadinya suatu bentuk kecurangan, seperti keinginan untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar, menekan kerugian yang terjadi dan lain sebagainya. Selain dua kasus di atas berbagai bentuk kecurangan lain seringkali dengan mudah dapat dijumpai dalam keseharian. Pengurangan takaran atau memanipulasi suatu nilai dapat terjadi dalam berbagai bidang, tidak terkecuali di pendidikan. Kasus pengkatrolan nilai di sekolah, joki dalam ujian, penulisan skripsi, tesis, atau bahkan disertasi pernah menjadi berita.

Di era Artificial Intelligence (AI) saat ini, kesempatan untuk melakukan berbagai bentuk kecurangan, khususnya di bidang akademik, semakin terbuka. Pemanfaatan berbagai alat berbasis AI tidak dimungkiri banyak membantu dalam proses belajar mengajar. Namun demikian di sisi lain membuka kesempatan untuk dijadikan alat bantu dalam melakukan kecurangan. Mampu mengetahui batas dalam menggunakan berbagai teknologi berbasis AI tersebut menjadi mutlak harus dimiliki. Pengenalan berbagai manfaat yang bisa didapat dan sisi negatif yang bisa ditimbulkan dari adanya AI harus disampaikan sedini mungkin.

Seperti yang di hari Selasa, 11 Maret 2025 kemarin saya sampaikan kepada mahasiswa D3 Teknik Informatika dalam Mata Kuliah Kecerdasan Buatan. D3 Teknik Informatika merupakan salah satu program studi di Universitas Amikom Yogyakarta yang mendapat akreditasi Unggul dari LAM INFOKOM. Pengenalan terhadap bidang ilmu AI merupakan salah satu nilai lebih yang didapatkan oleh para mahasiswa di Universitas Amikom Yogyakarta. Dorongan untuk bisa lebih cepat dalam memahami perkuliahan, menyelesaikan tugas, mencari ide tugas akhir, dan lain sebagainya dapat dibantu dengan berbagai aplikasi AI yang ada saat ini.

Dua sisi yang berbeda tampak terlihat dengan adanya kemajuan bidang AI tersebut. Faktor diri pribadi masing-masing sangat besar berpengaruh dalam kecondongan pemanfaatannya. Enam ayat awal dari QS Al-Muthaffifin berikut semoga bisa menjadi petunjuk dalam melangkah di era AI saat ini, “Celakalah bagi orang-orang yang curang (dalam menakar dan menimbang)! (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dicukupkan, dan apabila mereka menakar atau menimbang (untuk orang lain), mereka mengurangi. Tidakkah mereka itu mengira, bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan,pada suatu hari yang besar, (yaitu) pada hari (ketika) semua orang bangkit menghadap Tuhan seluruh alam.” Wallahu a’lam.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement