REJOGJA.CO.ID, BANTUL -- Pembatasan penggunaan plastik sebagai salah satu upaya untuk menurunkan volume sampah di Kabupaten Bantul, DIY, masih dinilai kurang optimal. Padahal, aturan mengenai ini telah tertuang dalam Instruksi Bupati (Inbup) Bantul Nomor 25/2022 tentang Pengurangan Sampah Plastik.
Menurut Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bantul, Ari Budi Nugroho, inbup ini masih belum dapat diterapkan secara optimal meski telah disosialisasikan kepada pelaku usaha seperti toko-toko ritel dan masyarakat.
"Memang di inbup ada, tapi belum secara spesifik diwajibkan. Karena daerah kita kan bersinggungan dengan Sleman dan Kota Yogyakarta," ujar Ari kepada Republika.co.id, Rabu (12/7/2023).
Selain itu, pemkab juga mengeluarkan Peraturan Daerah Bantul Nomor 2/2019 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga. Kedua regulasi ini telah disampaikan ke seluruh OPD hingga Padukuhan sebagai upaya mengurangi sampah rumah tangga yang dibuang ke Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Piyungan dan mencapai Bantul Bersih Sampah 2025.
Volume sampah di Bantul mencapai rata-rata 440 ton per hari, dengan 140-160 ton yang masuk ke TPST Piyungan. Timbulan sampah ini didominasi oleh sampah rumah tangga. Dalam sampah rumah tangga, penggunaan kantong plastik sekali pakai masih marak dilakukan.
Padahal, kantong plastik sekali pakai merupakan limbah anorganik yang bernilai rendah sehingga umumnya tidak diambil oleh para pendaur ulang. Untuk itu, kata Ari, penggunaan plastik sekali pakai seharusnya dibatasi.
Akan tetapi, wilayah Bantul yang berbatasan dengan Sleman dan Kota Yogyakarta dapat membingungkan masyarakat dalam penerapan aturan pembatasan plastik sekali pakai ini. "Maka itu kami mengajukan ke Pemprov DIY agar diterapkan langsung di seluruh DIY," kata Ari.
Selain mengenai pembatasan plastik sekali pakai, pihaknya ke depan juga akan menerapkan insentif disinsentif bagi yang berlangganan distribusi sampah. Saat ini banyak orang membayar retribusi sampah secafa flat, misalnya, Rp 20 ribu hingga Rp 50 ribu per bulan.
Ke depannya, DLH akan mendorong pengurangan sampah dengan memberikan insentif, bagi yang memberikan volume sampah lebih sedikit dan dipilah terlebih dahulu, akan membayar biaya retribusi lebih rendah. Bagi yang memberikan volume sampah lebih banyak, akan membayar biaya retribusi lebih mahal.
"Kalau memilah sampah dan volumenya lebih sedikit jadi bayarnya lebih murah. Untuk memberikan insentif kepada yang volumenya sedikit. Karena kalau tarifnya sama, ngapain harus pilah," ujarnya.
Kendati begitu, saat ini pihaknya masih terus mengampanyekan kepada masyarakat untuk terus mengurangi volume sampah rumah tangga.