Kamis 16 Mar 2023 09:05 WIB

Strategi Baru Atasi Inflasi dan Kemiskinan, DIY Sasar Pasar Kecil

Operasi pasar di pasar besar tidak akan memecahkan masalah inflasi.

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Yusuf Assidiq
Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X.

REJOGJA.CO.ID, SLEMAN -- Pemprov DIY mengubah strategi pengendalian inflasi yang tidak hanya sekadar memantau pasar induk saja, namun melalui level pasar-pasar kecil di kelurahan. Hal ini dilakukan mengingat komoditas bawang putih, cabai, hingga telur mampu memengaruhi inflasi yang berkaitan erat dengan kemiskinan.

Berdasarkan data BPS, inflasi DIY pada Februari 2023 tercatat 0,27 persen (mtm). Dengan capaian tersebut, inflasi tahunan DIY berada pada level yang masih cukup tinggi yakni 6,28 persen (yoy).

Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X menyebut, inflasi perlu ditekan agar tidak meningkatkan angka kemiskinan di DIY yang disebabkan menurunnya daya beli masyarakat. Angka 6,28 persen ini, katanya, sangat tinggi dan harus segera ditangani dengan strategi baru.

Jika tidak segera ditangani, dikhawatirkan DIY akan mengalami minus pada pertumbuhan ekonomi atau tidak tumbuh sama sekali. Untuk itu, Sultan mengimbau bupati/wali kota se-DIY dan kepala OPD untuk bekerja lebih cerdas, tidak hanya sesuai adat kebiasaan saja.

Sultan menuturkan dirinya ingin pimpinan instansi bisa berpikir tidak hanya makro, tapi juga mikro. Dengan begitu, bisa mengambil kebijakan-kebijakan yang lebih baik, lebih detail, dan lebih mikro.

“Jangan lagi misalnya untuk jual beras murah hanya di pasar besar. Ya nanti dibeli pedagang juga gitu loh. Jadi akhirnya enggak ada artinya gitu karena bukan dibeli masyarakat langsung. Kalau di pasar kecil beda lagi, pasti lebih tepat sasaran,” kata Sultan dalam High Level Meeting TPID DIY di Royal Ambarrukmo Hotel, Kabupaten Sleman, Rabu (15/03).

Sultan juga mendorong pimpinan daerah untuk lebih ringan tangan mengucurkan dana. Bahkan, diharapkan dapat membeli hasil panen penduduk yang kemudian menjual langsung kepada masyarakat tanpa melalui pedagang besar atau tengkulak.

Apabila melewati tengkulak, katanya, yang diuntungkan bukan masyarakat atau pedagang kecil, tapi justru tengkulak karena bisa mengambil bahan pokok dengan harga murah, namun dapat menjualnya dengan harga lebih tinggi.

Pemda DIY pun juga sudah memberikan subsidi ongkos kirim bagi pedagang. Subsidi ini dinilai menguntungkan bagi pedagang kecil karena dapat memperoleh barang murah tanpa ongkos kirim, sehingga bisa dijual lebih murah.

Dengan begitu, harga jual ke masyarakat bisa lebih rendah. Meski begitu, Sultan menegaskan bahwa komoditas pangan yang mendapat subsidi ongkos kirim tersebut tidak hanya didistribusikan ke pasar besar seperti Beringharjo atau Demangan saja, namun juga ke pasar kecil di kecamatan dan kelurahan.

“Harus sampai bawah (ke kecamatan dan kelurahan), percuma kalau tidak. Ini supaya masyarakat kecil bisa menikmati harga yang lebih murah. Pengalaman dari Beringharjo itu, inflasinya tidak bisa kita pegang karena dari Kranggan harga cabai saja sudah berbeda, ada Rp 32 ribu, ada Rp 30 ribu, tergantung lokasi. Jadi jualan di pasar itu kalau posisinya beda, harganya sudah berbeda, sehingga menimbulkan inflasi,” ujar Sultan.

Ia menegaskan, jika bertahan dengan mendistribusikan bahan pokok hanya di pasar-pasar besar, justru tidak akan mendongkrak daya beli masyarakat. Menurutnya, hal itu hanya akan menyebabkan masyarakat tidak mendapati harga yang terjangkau ketika nanti barang sampai di pasar kecil.

Dengan begitu, operasi pasar di pasar besar dinilai tidak akan memecahkan permasalahan inflasi, namun justru memberikan keuntungan lebih pada pedagang besar, dan mengakibatkan program tidak berjalan sesuai rencana.  

Dengan adanya kebijakan baru yang menyasar langsung ke masyarakat, ia berharap mampu menurunkan inflasi DIY. “Namun perlu diingat pula, hati-hati menetapkan kebijakan. Jangan pas petani panen raya lalu kita menggencarkan operasi pasar. Kalau seperti itu sama saja membuat petani menjadi rugi dan timbul kasus kemiskinan baru," jelasnya.

Terlebih menjelang Ramadhan dan Lebaran Idul Fitri, yang mana cenderung terjadi kenaikan bahan pokok yang mengakibatkan inflasi. Namun demikian, selama kenaikan harga ini masih wajar, Sultan pun tidak mempermasalahkan hal tersebut.

Hal ini juga mengingat, jika tidak terjadi inflasi sama sekali, justru bisa dikatakan pertumbuhan ekonomi tidak sehat. Sultan menuturkan, yang terpenting yakni harga stabil, barang tersedia, pasokan aman, dan daya beli masyarakat juga bisa terpenuhi.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement