Dakwaan
Dalam persidangan perdana kasus kematian Aulia Risma Lestari pada 26 Mei 2025 lalu, JPU membacakan dakwaan terhadap para terdakwa. “Terdakwa dr. Taufik Eko Nugroho secara konsisten menyatakan bahwa setiap residen atau mahasiswa PPDS semester dua ke atas wajib membayar iuran biaya operasional pendidikan (BOP) sampai dengan sebesar kurang lebih Rp 80 juta per orang," kata JPU.
JPU mengungkapkan, BOP diklaim digunakan untuk keperluan ujian, proposal tesis, konferensi nasional, hingga publikasi ilmiah. "Mahasiswa PPDS lintas angkatan sejak tahun 2014-2023 sebenarnya merasa keberatan, tertekan dan khawatir atas iuran yang diwajibkan oleh terdakwa dr. Taufik Eko Nugroho itu. Namun mereka tidak berdaya karena terdakwa dr. Taufik Eko Nugroho dalam kedudukannya sebagai KPS (Kepala Program Studi) menciptakan persepsi bahwa kepesertaan dalam ujian dan kelancaran proses pendidikan sangat ditentukan oleh ketaatan membayar iuran BOP," ucapnya.
Menurut JPU, Taufik menunjuk bendahara residen untuk mengoordinir pengumpulan dana dari para mahasiswa melalui bendahara angkatan. "Bendahara angkatan meminta uang BOP dari mahasiswa PPDS. Setelah uang BOP terkumpul, bendahara angkatan dapat menyerahkan uang BOP secara tunai kepada terdakwa Sri Mariani secara langsung atau melalui bendahara utama residen," kata JPU.
JPU mengungkapkan, dana BOP yang terkumpul tak disimpan di rekening fakultas, tapi rekening pribadi Sri Maryani. "Terdakwa Sri Maryani menerima dana dari berbagai bendahara angkatan dan bendahara utama secara tunai dengan jumlah total mencapai Rp 2.493.424.000,” ujarnya.
Dana sebesar Rp2,49 miliar itu berasal dari residen lintas angkatan sejak 2018 hingga 2023. Menurut JPU, uang BOP turut digunakan Taufik dan Sri untuk berbagai keperluan yang hanya menguntungkan beberapa pihak dan seharusnya tak dibebankan ke mahasiswa PPDS. "Total dana BOP yang telah diterima oleh terdakwa dr. Taufik selama jabatan sebagai KPS mencapai setidak-tidaknya Rp177 juta," kata JPU.
"Terdakwa Sri Maryani mendapatkan keuntungan berupa honor sebesar Rp400 ribu per bulan dari sumber keuangan BOP residen dengan total sebesar Rp24 juta," tambah JPU.
JPU menegaskan, tak ada dasar hukum terkait pengumpulan BOP dari para mahasiswa PPDS Anestesia Undip. (Kamran Dikarma)