REJOGJA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Kehidupan berasrama menjadi pengalaman baru yang penuh tantangan bagi para siswa Sekolah Rakyat (SR) di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Sudah lebih dari sepekan mereka menjalani pendidikan yang dibarengi dengan kehidupan berasrama sejak resmi masuk pada 14 Juli lalu.
Kepala Dinas Sosial DIY, Endang Patmintarsih mengatakan masa adaptasi ini tentu saja tidak berjalan mulus bagi semua siswa, mengingat sejumlah kebiasaan lama yang terbawa dari rumah masih menjadi tantangan tersendiri, terutama dalam hal kebersihan diri dan pola istirahat.
"Masalah mandi dan tidur teratur itu masih menjadi hal yang sulit buat mereka," ujar Endang saat dihubungi wartawan, Rabu (23/7/2025).
Ia tak menepis bahwa dua kebiasaan paling mencolok yang masih sulit diubah adalah mandi dan waktu tidur yang tidak teratur. Hal ini terlihat mulai dari malam pertama para siswa menghuni di asrama. Banyak keran air ditemukan dalam kondisi rusak.
Endang menyebut kerusakan ini terjadi karena siswa belum terbiasa menggunakan fasilitas shower yang tersedia di asrama. Meski begitu, ia menyampaikan pihak sekolah dan pengelola asrama terus berupaya memperbaiki kondisi tersebut secara bertahap.
"Malam pertama menginap itu sudah banyak keran yang jebol," ungkapnya.
Kesulitan adaptasi lainnya juga muncul dalam hal penggunaan toilet. Endang menyebut beberapa siswa merasa kesulitan saat buang air besar karena terbiasa menggunakan WC jongkok di rumah, sementara di SR 20 Sleman, kamar mandi seluruhnya memakai WC duduk. Berbeda dengan SR 19 Bantul yang memiliki dua jenis fasilitas.
"Ada yang tidak bisa ke belakang karena, ya, itu tadi, mungkin (fasilitas toilet yang ada) di rumah berbeda," ungkapnya.
Sementara itu, ada juga kendala lain yang dihadapi siswa yakni kesulitan menyesuaikan pola tidur dan istirahat. Banyak siswa masih membawa kebiasaan lama, seperti tidur larut malam, yang membuat penyesuaian terhadap jadwal harian di asrama tidak berjalan mulus.
"Sekarang mereka harus masuk kamar jam sembilan malam, bangun jam setengah lima pagi. Itu bukan hal mudah," kata dia.
Meski menemui sejumlah kendala, Endang menegaskan bahwa perkembangan positif pada para siswa secara umum telah terlihat. Pendampingan intensif dari wali asuh turut membantu proses penyesuaian ini.
Pihaknya juga terus membantu para siswa beradaptasi termasuk melalui masa pengenalan lingkungan sekolah (MPLS) yang dirancang selama dua bulan. Kata Endang, MPLS ini menjadi salah satu upaya agar para siswa memiliki ruang untuk menyesuaikan diri secara perlahan terhadap sistem asrama dan rutinitasnya.
"(Selama MPLS mereka akan) diberitahu, didampingi. Ketika ada kesulitan apa, ngeluhnya ke wali asuh," ucapnya.
Terpisah, Kepala SR Menengah Atas 19 Bantul, Agus Ristanto, menambahkan bahwa pembekalan siswa terus berjalan. Materi wawasan kebangsaan dan baris-berbaris dibimbing oleh jajaran Kodim, sedangkan materi tentang bullying disampaikan oleh Bhabinsa. Pengawasan pun akan diperketat untuk mengatasi kendala kedisiplinan, terutama pola tidur.
Agus mengatakan telah dilakukan patroli malam oleh tim gabungan dari PIC kementerian, Binmas, dan Bhabinsa untuk memastikan keamanan dan ketertiban di kompleks asrama."Secara umum siswa sudah beradaptasi dengan tata aturan di SR," ujarnya.