Selasa 06 May 2025 19:50 WIB

Mba Ita dan Suami Kompak Bantah Terima Fee Proyek PL 16 Kecamatan Semarang

Keduanya mengaku tak mengetahui persoalan fee 13 persen yang dituduhkan.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Karta Raharja Ucu
Terdakwa mantan Wali Kota Semarang periode 2021-2025 Hevearita Gunaryanti Rahayu alias mbak Ita (tengah) dan mantan Ketua Komisi D DPRD Provinsi Jawa Tengah periode 2019-2024 Alwin Basri (kiri) berdialog dengan kuasa hukumnya saat mengikuti sidang perdana kasus dugaan korupsi di Pengadilan Tipikor Kota Semarang, Jawa Tengah, Senin (21/4/2025). Sidang perdana tersebut beragenda pembacaan dakwaan untuk dua tersangka yakni Hevearita Gunaryanti Rahayu bersama suaminya Alwin Basri atas kasus dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa tahun 2023-2024, dugaan pemerasan terhadap pegawai negeri terkait insentif pemungutan pajak dan retribusi daerah, serta dugaan penerimaan gratifikasi pada tahun 2023-2024 dengan total senilai Rp9 miliar.
Foto: ANTARA FOTO/Makna Zaezar
Terdakwa mantan Wali Kota Semarang periode 2021-2025 Hevearita Gunaryanti Rahayu alias mbak Ita (tengah) dan mantan Ketua Komisi D DPRD Provinsi Jawa Tengah periode 2019-2024 Alwin Basri (kiri) berdialog dengan kuasa hukumnya saat mengikuti sidang perdana kasus dugaan korupsi di Pengadilan Tipikor Kota Semarang, Jawa Tengah, Senin (21/4/2025). Sidang perdana tersebut beragenda pembacaan dakwaan untuk dua tersangka yakni Hevearita Gunaryanti Rahayu bersama suaminya Alwin Basri atas kasus dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa tahun 2023-2024, dugaan pemerasan terhadap pegawai negeri terkait insentif pemungutan pajak dan retribusi daerah, serta dugaan penerimaan gratifikasi pada tahun 2023-2024 dengan total senilai Rp9 miliar.

REJOGJA.CO.ID, SEMARANG -- Mantan wali kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu atau Ita, dan suaminya, Alwin Basri, mantan ketua Komisi D DPRD Jawa Tengah (Jateng) 2019-2024, mengaku tak mengetahui persoalan fee 13 persen terkait proyek penunjukan langsung (PL) di 16 kecamatan di Kota Semarang Tahun Anggaran 2023. Gratifikasi dalam penyelenggaraan proyek itu menjadi salah satu dakwaan yang dituduhkan jaksa KPK kepada Ita dan Alwin.

"Semuanya saya tidak tahu Yang Mulia, sehingga saya juga tidak bisa berkomentar," kata Ita kepada Hakim Ketua Gatot Sarwadi dalam persidangan lanjutan di Pengadilan Tipikor Semarang, ketika ditanya apakah hendak menyampaikan keberatan terhadap keterangan para saksi, Senin (5/5/2025).

Sama seperti istrinya, Alwin pun mengaku tak mengetahui persoalan fee 13 persen terkait proyek penunjukan langsung di 16 kecamatan di Kota Semarang Tahun Anggaran 2023. "Ya Yang Mulia, semua juga saya tidak tahu. Yang jelas intinya saya tidak menerima uang dari mereka (para saksi)," ujar Alwin.

Dalam persidangan lanjutan di Pengadilan Tipikor Semarang, jaksa penuntut umum (JPU) KPK menghadirkan tiga saksi. Mereka adalah Kepala Bidang (Kabid) Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) Kota Semarang sekaligus Komisaris PT Dwi Insan Berkah Mandiri Gatot Sunarto; Kabid Perpajakan Gapensi Kota Semarang sekaligus Komisaris PT Hayuning Karya Bhagawadgita, Herning Kirono Sidi; dan Direktur PT Hayuning Karya Bhagawadgita, Agung Sugiyarto.

Ketiga saksi tersebut dihadirkan untuk digali keterangannya terkait dakwaan gratifikasi terhadap Ita dan Alwin dalam proyek penunjukan langsung di 16 kecamatan di Kota Semarang Tahun Anggaran 2023. Dalam persidangan, Gatot dan Herning mengakui mendapat jatah proyek musrenbang di kecamatan pada 2023.

Gatot mengungkapkan, proyek tersebut diperolehnya dari Ketua Gapensi Kota Semarang Martono. Dia mengaku mendapat jatah 18 paket proyek di Kecamatan Tembalang senilai Rp 1,51 miliar dan 17 paket proyek di Kecamatan Candisari senilai Rp 1,11 miliar. "Kami dapat (proyek tersebut) dari Gapensi melalui Pak Martono," ujar Gatot saat menjawab pertanyaan majelis hakim.

Dia mengakui, untuk memperoleh paket proyek di dua kecamatan tersebut, harus ada fee yang dibayarkan. "Jadi untuk mendapatkan paket tersebut, kita harus membayar di depan sebesar 13 persen dari nilai kontrak setelah dikurangi PPN dan PPH," ucapnya.

Menurut Gatot, untuk proyek di Kecamatan Tembalang, dia harus membayar fee sebesar Rp 175 juta. Sedangkan fee untuk proyek di Kecamatan Candisari adalah Rp 128 juta. Fee tersebut diserahkan kepada Martono selaku Ketua Gapensi Kota Semarang. 

Majelis hakim kemudian bertanya kepada Gatot, apakah fee tersebut hanya untuk Martono pribadi atau orang lain. "Waktu ketemuan di Gapensi itu, bahwasannya yang berminat (mengerjakan paket proyek kecamatan) bisa menghubungi Pak Martono, katanya 'Fee-nya 13 persen untuk bose (bos)'," ucapnya.

Hakim kemudian bertanya siapa yang dimaksud "bos" oleh Martono. "Sepengetahuan saya ke Pak Alwin Basri," ujar Gatot.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement