REJOGJA.CO.ID, SEMARANG -- Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang kembali menggelar sidang kasus dugaan korupsi dan gratifikasi yang melibatkan eks wali kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu atau Mba Ita, dan suaminya Alwin Basri, mantan ketua Komisi D DPRD Jawa Tengah 2019-2024, Senin (5/5/2025).
Dalam persidangan, jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan tiga saksi. Mereka adalah Kepala Bidang (Kabid) Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) Kota Semarang sekaligus Komisaris PT Dwi Insan Berkah Mandiri Gatot Sunarto; Kabid Perpajakan Gapensi Kota Semarang sekaligus Komisaris PT Hayuning Karya Bhagawadgita, Herning Kirono Sidi; dan Direktur PT Hayuning Karya Bhagawadgita, Agung Sugiyarto.
Ketiga saksi tersebut dihadirkan terkait dakwaan gratifikasi terhadap Ita dan Alwin dalam proyek penunjukan langsung di 16 kecamatan di Kota Semarang Tahun Anggaran 2023. Dalam persidangan, Gatot dan Herning mengakui mendapat jatah proyek musrenbang di kecamatan pada 2023.
Gatot mengungkapkan, proyek tersebut diperolehnya dari Ketua Gapensi Kota Semarang Martono. Dia mengaku mendapat jatah 18 paket proyek di Kecamatan Tembalang senilai Rp 1,51 miliar dan 17 paket proyek di Kecamatan Candisari senilai Rp 1,11 miliar.
"Kami dapat (proyek tersebut) dari Gapensi melalui Pak Martono," ujar Gatot saat menjawab pertanyaan majelis hakim.
Dia mengakui, untuk memperoleh paket proyek di dua kecamatan tersebut, harus ada fee yang dibayarkan. "Jadi untuk mendapatkan paket tersebut, kita harus membayar di depan sebesar 13 persen dari nilai kontrak setelah dikurangi PPN dan PPH," ucapnya.
Menurut Gatot, untuk proyek di Kecamatan Tembalang, dia harus membayar fee sebesar Rp 175 juta. Sedangkan fee untuk proyek di Kecamatan Candisari adalah Rp 128 juta. Fee tersebut diserahkan kepada Martono selaku Ketua Gapensi Kota Semarang.
Majelis hakim kemudian bertanya kepada Gatot apakah fee tersebut untuk Martono pribadi atau orang lain. "Waktu ketemuan di Gapensi itu, bahwasanya yang yang berminat (mengerjakan paket proyek kecamatan) bisa menghubungi Pak Martono, katanya 'Fee-nya 13 persen untuk bose (bos)'," ucapnya.
Hakim kemudian bertanya siapa yang dimaksud "bos" oleh Martono. "Sepengetahuan saya ke Pak Alwin Basri," ujar Gatot.
Sementara itu Kabid Perpajakan Gapensi Kota Semarang sekaligus Komisaris PT Hayuning Karya Bhagawadgita, Herning Kirono Sidi, mengaku turut mendapat paket proyek di Kecamatan Ngaliyan, Gayamsari, dan Semarang Selatan pada 2023. Nilai proyek tersebut masing-masing secara berurutan yakni Rp 569 juta, Rp 675 juta, dan Rp 1,35 miliar. Nilai kontrak secara keseluruhan dari ketiga kecamatan tersebut adalah Rp 2,59 miliar.
Herning mengaku turut mendapat paket proyek tersebut dari Martono. Sama seperti Gatot, untuk memperoleh paket proyek tersebut, dia harus membayar fee sebesar 13 persen kepada Martono.
"Untuk transaksinya (penyerahan fee) direktur kita yang menyerahkan. Totalnya Rp 290 juta Yang Mulia," kata Herning saat menjawab pertanyaan Hakim Ketua Gatot Sarwadi.
Namun Herning tidak mengetahui apakah fee tersebut untuk Martono pribadi atau pihak lain. "Saya tidak menanyakan dan tidak mengetahui," ucapnya.
Sementara itu Direktur PT Hayuning Karya Bhagawadgita, Agung Sugiyarto, mengakui dia menyerahkan fee untuk paket proyek di tiga kecamatan yang dikerjakan oleh perusahaan Herning kepada Martono. Agung mengatakan menyerahkan fee tersebut kepada staf Martono bernama Lina.
Ketika ditanya Hakim Ketua Gatot, apakah Agung mengetahui fee tersebut untuk Martono atau pihak lain, dia mengaku tidak tahu. "Saya kurang begitu paham Yang Mulia. Saya hanya diutus dari kantor untuk menyerahkan (uang) saja," ujarnya.
Dalam dakwaannya, JPU menyebut Alwin dan Ita meminta agar proyek penunjukan langsung di 16 kecamatan di Kota Semarang kepada Martono dan anggota Gapensi Kota Semarang. Pada Maret 2023, bertempat di Kantor BPC Gapensi Kota Semarang, Martono menyampaikan bahwa Gapensi Kota Semarang memperoleh jatah pekerjaan penunjukan langsung dari Ita dan Alwin.
Namun Martono mengungkapkan, syarat untuk memperoleh pekerjaan tersebut, mereka harus menyerahkan uang sebesar 13 persen dari nilai proyek. Uang itu harus diserahkan kepada Martono sebelum pekerjaan dimulai. Martono kemudian akan menyerahkan uang tersebut kepada Ita dan Alwin.