Senin 14 Apr 2025 06:18 WIB

Simposium Internasional Budaya Jawa 2025 Tampilkan Busana Prajurit Keraton Sejak Era HB I

Tema yang diambil tahun ini adalah Aparatur Nagari Ngayogyakarta.

Rep: Wulan Intandari/ Red: Fernan Rahadi
Gelaran International Symposium on Javanese Culture 2025 dalam rangka Peringatan Ulang Tahun Ke-36 Kenaikan Takhta atau Tingalan Jumenengan Dalem Sri Sultan Hamengku Bawono Ka-10 dan GKR Hemas dalam tahun masehi sukses menggaet ratusan peneliti muda dari berbagai negara untuk mengkaji berbagai dinamika aparatur di Kesultanan Ngayogyakarta.
Foto: Wulan Intandari
Gelaran International Symposium on Javanese Culture 2025 dalam rangka Peringatan Ulang Tahun Ke-36 Kenaikan Takhta atau Tingalan Jumenengan Dalem Sri Sultan Hamengku Bawono Ka-10 dan GKR Hemas dalam tahun masehi sukses menggaet ratusan peneliti muda dari berbagai negara untuk mengkaji berbagai dinamika aparatur di Kesultanan Ngayogyakarta.

REJOGJA.CO.ID, YOGYAKARTA --  Gelaran International Symposium on Javanese Culture 2025 dalam rangka Peringatan Ulang Tahun Ke-36 Kenaikan Takhta atau Tingalan Jumenengan Dalem Sri Sultan Hamengku Bawono Ka-10 dan GKR Hemas dalam tahun masehi sukses menggaet ratusan peneliti muda dari berbagai negara untuk mengkaji berbagai dinamika aparatur di Kesultanan Ngayogyakarta.

Menariknya, Keraton Yogyakarta menunjukkan detail prajurit yang telah ada sejak masa Sultan HB I pada pembukaan acara tersebut di mana diawali dengan peragaan busana prajruit oleh delapan bregada prajurit berseragam megah hasil rekonstruksi busana militer masa lampau. 

Kedelapannya adalah prajurit Wirabraja, Dhaeng, Patangpuluh, Jagakarya, Prawiratama, Ketanggung, Mantrijero bersama Langenastra, dan Nyutra.

"Pada simposium ini, kami tampilkan peragaan busana aparatur militernya, lengkap dengan iringannya sesuai tema dari rangkaian kegiatan Tingalan Jumenengan Dalem. Peragaan busana diiringi gending prajurit yang sudah digubah ke dalam format orkestra melalui mekanisme sayembara orkestrasi gending prajurit sejak Januari 2025 lalu. Jadi proses kami mempersiapkan pertunjukan ini memang sudah lama,” Penghageng Kawedanan Kaprajuritan Keraton Yogyakarta, KPH Notonegoro, Sabtu (13/4/2025).

Sementara Ketua Panitia International Symposium on Javanese Culture 2025, GKR Hayu menyampaikan tema yang diambil tahun ini adalah Aparatur Nagari Ngayogyakarta. Pihaknya ingin melestarikan dan mengenalkan kepada publik yang selama ini mungkin belum mengetahui.

Para peneliti diharapkan dapat melakukan kajian-kajian terhadap sumber tertulis seperti manuskrip dipercaya dapat mengungkapkan nilai historis, maupun filosofis dari setiap detil aparatur Nagari Ngayogyakarta Hadiningrat. 

Dengan hadirnya simposium ini dipercaya dapat semakin menyebarluaskan hasil-hasil kajian tersebut kepada berbagai lapisan masyarakat sekaligus menjadi kesempatan bagi para peneliti muda untuk menggali ragam dinamika aparatur  dan struktur pemerintahan di Keraton Yogyakarta yang mampu melintasi zaman.

"Dahulunya Keraton Yogyakarta itu punya pemerintahan sendiri. Dengan bergabung ke NKRI, kemudian judisial sistemnya peradilan ikut Indonesia otomatis (ada yang berubah). Kemudian prajurit itu ada misal lagu-lagu khusus dimainkan Gubernur Belanda datang, tetapi saat ini tidak ada, sehingga tidak pernah dimainkan lagi. Nah ini kalau tidak digali akan hilang, karena kebiasaan orang Jawa di Kraton budayanya verbal, jarang tertulis dengan baik, melalui simposium ini harapannya bisa menggali itu dan terdokumentasikan," kata GKR Hayu.

GKR Hayu juga menyampaikan bahwa simposium ini menyimpan proses seleksi ketat yang tak kalah menarik. Dari 92 pendaftar call for paper yang dibuka sejak Agustus 2024, termasuk peneliti dari Filipina, Malaysia, Kroasia dan Korea, hanya 10 tulisan terbaik yang akhirnya terpilih untuk dipresentasikan. Antusiasme nya juga cukup tinggi yakni  400 peserta yang hadir langsung dan 227 peserta daring, termasuk perwakilan dari berbagai KBRI di seluruh dunia.

Hari pertama simposium akan membahas ragam penelitian yang menarik dari sudut pandang sejarah, politik, hukum, dan pemerintahan. Mulai dari peran prajurit wanita pada masa Sultan Hamengku Buwono II, sejarah lembaga pertanahan Kesultanan, hingga evolusi sistem hukum dan pengadilan di Yogyakarta.

"Semoga segala sesuatu terdokumentasikan dengan baik. Arsip kami coba rekonstruksi, seragam prajurit misalnya, seperti apa," ujarnya.

Mewakili keluarga besar Keraton Yogyakarta, GKR Mangkubumi yang membuka secara resmi Simposium Budaya Jawa 2025 berharap gelaran itu membuka ruang seluas-luasnya bagi studi keilmuan Aparatur di Kasultanan Yogyakarta, baik dari bidang antropologi, filologi, sejarah, sains, politik, psikologi, pendidikan, gender, filsafat, dan lain sebagainya yang terkait dengan budaya Jawa.

"Kami juga sampaikan terima kasih mendalam untuk seluruh Abdi Dalem yang telah mendedikasikan hidupnya di Kraton Yogyakarta. Dengan golong gilig bersatu padu, akan menuntun kita pada masa depan yang terus berkelanjutan. Hamemayu Hayuning Bawono,” katanya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement
Advertisement
Advertisement