Senin 17 Mar 2025 19:25 WIB

Melindungi Kesakralan Plengkung Gading, Pintu Gerbang Menuju Keraton Yogyakarta

Plengkung Gading sudah ada sejak era HB I

Red: Karta Raharja Ucu
Bangunan Plengkung Nirbaya atau Plengkung Gading sebagai pintu masuk Keraton Yogyakarta dari sisi Selatan di Yogyakarta, Selasa (22/8/2023). Plengkung Nirbaya merupakan salah satu gerbang dari lima gerbang masuk Keraton Yogyakarta yang masih utuh. Lokasi Plengkung Nirbaya tepat di sebelah Selatan Alun-alun Selatan Jogja. Bangunan ini dijadikan sebagai pintu keluar jenazah sultan yang wafat menuju Makam Raja Imogiri. Sultan yang masih hidup tidak diperbolehkan melewati plengkung ini. Bangunan ini sempat dipugar pada 1986 untuk menjaga keasliannya.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Bangunan Plengkung Nirbaya atau Plengkung Gading sebagai pintu masuk Keraton Yogyakarta dari sisi Selatan di Yogyakarta, Selasa (22/8/2023). Plengkung Nirbaya merupakan salah satu gerbang dari lima gerbang masuk Keraton Yogyakarta yang masih utuh. Lokasi Plengkung Nirbaya tepat di sebelah Selatan Alun-alun Selatan Jogja. Bangunan ini dijadikan sebagai pintu keluar jenazah sultan yang wafat menuju Makam Raja Imogiri. Sultan yang masih hidup tidak diperbolehkan melewati plengkung ini. Bangunan ini sempat dipugar pada 1986 untuk menjaga keasliannya.

REJOGJA.CO.ID, Oleh: Silvy Dian Setiawan

Plengkung Gading yang juga dikenal dengan Plengkung Nirbaya akhirnya ditutup total oleh Pemerintah Daerah (Pemda) DIY mulai 15 Maret 2025. Penutupan Plengkung yang berlokasi di kawasan Sumbu Filosofi, tepatnya di Patehan, Kecamatan Kraton, Kota Yogyakarta, DIY ini salah satunya dilakukan untuk melindungi cagar budaya tersebut. 

Plengkung Gading sendiri merupakan kekayaan sejarah Indonesia dengan sejarah yang panjang. Plengkung ini menjadi saksi bagaimana Yogyakarta bertransformasi hingga saat ini dan sudah ada sejak masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono I. 

Sebelum ditutup, banyak aktivitas masyarakat yang terjadi di kawasan tersebut. Bahkan, Plengkung Gading menjadi kawasan yang dilalui banyak kendaraan. 

Mobilitas masyarakat cukup tinggi keluar masuk ke kawasan Kraton melalui Plengkung Gading ini. Hal tersebut menyebabkan kerusakan dan keretakan terhadap cagar budaya itu, hingga akhirnya diputuskan untuk ditutup secara permanen yang juga dalam rangka melindungi masyarakat yang beraktivitas di sana. 

Plengkung Gading merupakan peninggalan sejarah berbentuk seperti pintu gerbang yang melengkung. Hal itu lah mengapa pintu gerbang itu disebut dengan istilah Plengkung yang berarti melengkung.

Sementara, istilah Gading berasal dari warna pintu tersebut yang memiliki warna putih atau Gading, seperti dilansir dari laman resmi Dinas Kebudayaan DIY. Bangunan ini termasuk gapura yang digunakan sebagai pintu masuk menuju Jeron Benteng Keraton Yogyakarta.

Total ada lima Plengkung yang menghubungkan kawasan tersebut dengan Keraton Yogyakarta. Lima Plengkung itu terdiri dari Plengkung Tarunasura, Plengkung Gading (Nirbaya), Plengkung Madyasura, Plengkung Jaga Surya, dan Plengkung Jagabaya. 

Dari lima Plengkung tersebut, yang paling terkenal yakni Plengkung Gading dan Plengkung Tarunasura. Bentuk dari kedua Plengkung itu masih terjaga keasliannya hingga saat ini di masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono X, sehingga keduanya sangat dikenal di tengah masyarakat. 

Plengkung Gading terletak di arah selatan alun-alun Selatan Yogyakarta. Bangunan ini dijadikan pintu keluar jenazah Sultan yang sudah wafat menuju Makam Imogiri.

Konon katanya, Sultan yang masih hidup tidak diperbolehkan melewati lengkungan di benteng bagian selatan tersebut. Plengkung Gading sendiri juga sempat diperbaiki bentuk aslinya pada tahun 1986 untuk menjaga keasliannya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement