REJOGJA.CO.ID, SIDOARJO - Baru-baru ini, ramai di media sosial lantaran viralnya lagu Bayar Bayar Bayar yang diciptakan oleh band Sukatani. Band punk new wave ini berasal dari Purbalingga, Jawa Tengah yang kerap menciptakan lagu-lagu kritis. Dan lagu Bayar bayar bayar ini memiliki lirik yang mengarah pada keburukan polisi.
Hingga ketika mereka membawakan lagu tersebut secara langsung, sontak lagu tersebut ramai menjadi perbincangan.
Tak lama setelahnya, Muhammad Syifa Al Ufti atau Electroguy sebagai gitaris dan Novi Chitra Indriyaki atau Twister Angels sebagai vokalis melakukan klarifikasi atas penciptaan lagu tersebut yang mengandung lirik-lirik kritis.
Dari kasus tersebut, dosen Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida) dari program studi Ilmu Komunikasi (Ikom), M Andi Fikri MIKom beropini bahwa band ini merupakan salah satu band yang menarik.
"Sebelum lagu Bayar bayar bayar ini viral, band sudah memiliki keunikan. Ketika mereka manggung, Sukatani membagikan merchandise berupa sayur-sayuran kepada penonton, sesuai dengan nama band-nya," ujar Andi.
Selain itu, imbuhnya, Sukatani juga merupakan band punk yang memiliki beberapa lagu kritik (selain Bayar bayar bayar) yang kebanyakan liriknya menjadi bagian dari protes terkait keadaan terkini yang dirasakan di negara ini.
"Sebenarnya di kalangan Indie, Sukatani sudah banyak dikenal, namun melambungnya lagu tersebut yang pas dengan keadaan Indonesia, membuatnya semakin booming,” terang dosen kelahiran April 1991 itu.
Semakin Dicekal Semakin Dikenal
Lagu Bayar bayar bayar yang viral setelah dinyanyikan secara live itu, nyatanya mendapat bermacam-macam respons dari publik.
Sayangnya, pada Kamis, (20/02/2025), Sukatani mengunggah video klarifikasi dan menghapus lagu Bayar bayar bayar di seluruh platform.
Keesokan harinya, ada peristiwa Indonesia gelap yang membuat berbagai kalangan masyarakat turun ke jalan untuk menyuarakan kritik mereka kepada pemerintah.
Andi menjelaskan bahwa dari peristiwa Indonesia gelap ditambah dengan dicekalnya lagu tersebut, justru membuat lagu ini semakin dikenal dan menjadi salah satu lagu “kebangsaan” di aksi tersebut.
“Saat peristiwa Indonesia gelap, lagu Bayar Bayar Bayar sudah di-take down. Sebenarnya kalau tidak dicekal pun banyak orang yang tahu. Tapi karena dicekal, masyarakat semakin mempertanyakan dan semakin menggaungkan lagunya,” tutur Andi.
Ia menyebutkan bahwa booming-nya lagu Bayar Bayar Bayar di momen ini lantaran liriknya yang sangat relevan dengan masyarakat, khususnya kalangan bawah yang cukup masif sehingga mudah didengar dan menyebar hingga kalangan atas.
Semakin lagu Bayar bayar bayar viral, maka semakin banyak pula warga yang menggunakannya. Walau pada akhirnya lagu tersebut ditarik oleh si pemilik band, tapi akhirnya banyak orang yang mendukung.
“Kalaupun misalnya kemarin itu dari pihak Polri ataupun kepolisian tempat itu tidak mencekal lagu tersebut, mungkin tidak akan menjadi seviral ini. Karena tipikal netizen adalah semakin ada yang ditutupi, maka akan semakin ditelisik,” terangnya.
Terlebih ketika diketahui bahwa salah satu personil Sukatani dipecat, membuat publik semakin mempertanyakan hal tersebut.
Lirik Lagu Bayar Bayar Bayar yang Relate dengan Masyarakat
Makna dari lirik lagu Bayar bayar bayar juga sangat kuat. Selain lriknya yang sederhana dan mudah dihafal kosakatanya, lagu ini mengandung kritik yang cukup tajam.
Mau bikin SIM bayar polisi
Ketilang di jalan bayar polisi
Touring motor gede bayar polisi
Angkot mau ngetem bayar polisi
Aduh aduh ku tak punya uang
Untuk bisa bayar polisi
Mau bikin gigs bayar polisi
Lapor barang hilang bayar polisi
Masuk ke penjara bayar polisi
Keluar penjara bayar polisi
Aduh aduh ku tak punya uang
Untuk bisa bayar polisi
Mau korupsi bayar polisi
Mau gusur rumah bayar polisi
Mau babat hutan bayar polisi
Mau jadi polisi bayar polisi
Aduh aduh ku tak punya uang
Untuk bisa bayar polisi
Menurutnya, lirik lagu tersebut sangat mengkritik karena banyak orang Indonesia yang mengalami.
“Seperti apa-apa harus bayar polisi, pengen apa harus bayar polisi, bikin SIM pun harus bayar polisi. Dan kata “Aduh aduh ku tak punya uang untuk bisa bayar polisi”, menjadi perwakilan keresahan masyarakat,” tandasnya.
Selain itu menurut Andi, dikenalnya lagu ini juga tak lepas dari adanya tagline No Viral No Justice.
Dalam rangkaian Indoensia gelap lalu, terdapat banyak dukungan untuk band Sukatani bertajuk #kamibersamasukatani dan juga #1312 yang juga mencuri perhatian.
Dikutip dari laman Urban Dictionary, angka 1312 merupakan terjemahan angka 1,3,1, dan 2. Huruf A diwakilkan oleh angka 1, huruf B dengan angka 2, dan angka 3 melambangkan C.
Sehingga jika diterjemahkan, 1312 memiliki arti All Cops Are Bastards (ACAB) lantaran lagu ini yang menyinggung oknum polisi.
“Mungkin ya, salah satu orang yang terkena dampak lagu ini adalah oknum polisi. Karena dari survei, kreativitas polisi sekarang mulai rendah dari beberapa pekerjaan lain,” terang Andi.
Seni, Media untuk Mengkritisi
“Sebenarnya bentuk protes itu banyak ya. Karena ini adalah band punk yang liriknya memang harus mengandung protes yang tak hanya ditujukan pada instansi pemerintah,” ujar Andi.
Jadi, imbuh bapak dua anak itu, protes melalui lagu atau seni menjadi bentuk protes yang mudah diperhatikan dan menjadi bentuk komunikasi yang efektif.
“Tanpa kita melihat secara visual pun, orang akan mendengar ini sebagai suatu suara-suara dari kalangan bawah dan membentuk opini publik,” katanya.
Terlebih dengan adanya media sosial, membuat karya ini semakin cepat meraup atensi publik dan menimbulkan FoMO.
Pada kajian semiotika, yang menjadi simbol dalam hal ini adalah lirik lagu. Itulah yang diperhatikan masyarakat.
Menurutnya, karya seni itu tercipta memang karena itu merupakan hal yang bisa menjadi karya saja.
Namun, kata Andi, jika pihak kepolisian merespon ini sebagai hal yang positif, harusnya bisa membuat tandingan dari lagu ini, misalnya polisi baik atau sosok yang menjadi ikon.
“Satu poin yang saya tangkap dari lagu ini adalah kedekatan lirik dengan masyarakat yang sering bertemu dengan oknum dalam lirik tersebut," kata Andi.