Kamis 16 Jan 2025 21:23 WIB

PMK, Pengawasan Penjualan Daging Sapi Ditingkatkan di Yogyakarta

Kewaspadaan dan pengawasan menjadi perhatian dengan adanya PMK di DIY.

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Karta Raharja Ucu
Petugas menyemprotkan cairan desinfektan untuk mentralisir kuman dan bakteri di sentra peternakan sapi di Sumberingin Kidul, Tulungagung, Jawa Timur, Jumat (3/1/2025). Sterilisasi dan vaksinasi terbatas dilakukan untuk mencegah penularan wabah PMK (Penyakit Mulut dan Kuku) yang sudah menjangkit 77 ternak sapi (delapan di antaranya mati) di wilayah tersebut semenjak 1-2 pekan terakhir.
Foto:

Dinas Pertanian dan Pangan (DPP) Kota Yogyakarta menegaskan lalu lintas hewan ternak dari luar kota yang masuk ke Kota Yogyakarta harus dilengkapi dengan surat keterangan kesehatan hewan (SKKH). Hal ini disampaikan Kepala Bidang Perikanan dan Kehewanan DPP Kota yogyakarta, Sri Panggarti menyusul kasus penyakit mulut dan kaki (PMK) pada hewan ternak yang merebak di DIY.

Sri menuturkan, SKKH ini wajib dimiliki untuk lalu lintas hewan ternak yang berasal dari luar kota, baik hewan ternak yang dipelihara maupun hewan yang untuk dipotong. Tidak hanya itu, SKKH ini juga wajib untuk penjualan sapi dari peternak. Dengan SKKH, diharapkan hewan ternak yang masuk ke Kota Yogyakarta tidak membawa virus PMK, meski hingga saat ini belum ditemukan adanya penyebaran PMK di Kota Yogyakarta.

Namun, di kabupaten lainnya di sekitar Kota Yogyakarta banyak ditemukan hewan ternak yang terjangkit PMK, utamanya sapi. “Hasil koordinasi kabupaten/kota (se-DIY), semakin kita dorong untuk tertib menggunakan SKKH,” kata Sri dalam keterangannya belum lama ini.

DPP juga meningkatkan pengawasan terhadap penjualan daging sapi di pasar untuk memastikan daging yang dijual dilengkapi SKKH. Sri menyebut, untuk hewan ternak yang dipotong di rumah pemotongan hewan (RPH) di Kota Yogyakarta sudah dipastikan dilengkapi dengan SKKH.   

Jika tidak dilengkapi SKKH, katanya, maka akan dilakukan pemeriksaan untuk memastikan hewan yang akan dipotong layak dikonsumsi dan bebas dari PMK. “Kalau yang (masuk) RPH pasti membawa SKKH. Kalau tidak, pasti kita ada pemeriksaan ulang. RPH kami sejak dulu tidak menerima sapi yang sakit PMK,” ucap Sri.

Sri menuturkan, PMK bukan penyakit zoonosis yang menular ke manusia, sehingga daging ternak bisa dikonsumsi. Meski begitu, hewan yang sakit pasti berpengaruh pada kualitas daging.

Untuk itu, meskipun hewan terpapar PMK dan boleh dipotong dengan perlakuan khusus, pihaknya tetap menyarankan agar daging segera diolah di wilayah tempat hewan dipotong. Selain itu, hewan itu tidak boleh diperdagangkan.

“Kami imbau masyarakat hati-hati untuk membeli daging. Tidak hanya untuk PMK, tapi daging kondisi apapun. Jangan tergiur harga murah, beli tempat yang memotongkan hewan di RPH. Secara fisik daging merah segar, tidak bau busuk serta lihat warna konsistensinya,” jelas Sri.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement