REJOGJA.CO.ID, Oleh: Dr Budi Santosa, MSi (Dosen Fakultas Komunikasi dan Informatika (FKI) UMS)
Transformasi menjadi kata yang sangat populer dalam dunia bisnis dan pendidikan akhir-akhir ini. Kata transformasi bagaikan 'mantra suci' di mana ketika kata tersebut diucapkan, maka apa yang diinginkan menjadi terwujud. Sehinga kemudian para pemimpinan organisasi baik itu bisnis dan pemerintahan mencoba menerapakan tranformasi pada institusi mereka masing-masing.
Anggapan di atas tidaklah salah, karena banyak bukti mengarah ke sana. Sebagai contoh Microsoft telah melakukan tranformasi dari fokus pada perangkat lunak PC tradisional ke komputasi awan (cloud computing). Sehingga mereka bisa tetap eksis walaupun bersaing dengan Apple Corporation di pasar sistem operasi komputer.
Netflix telah berhasil merebut pasar Blockbuster di pasar film, setelah menggeser penyewaan DVD melalui pos, ke online streaming. PT KAI telah melakukan tranformasi orgnisasi, dengan memperbaiki sistem keamanan, kenyamanan dan budaya organisasinya. Sehingga tidak heran, pelanggan kereta api sangatlah loyal dan lebih memilih moda ini dibandingkan moda transportasi lainnya.
Tranformasi organisasi pada hakikatnya adalah perubahan struktur organisasi, strategi, dan operasional. Perubahan ini dilakukan agar organisasi tetap berdaya saing di tengah persaingan yang semakin ketat. Transformasi organisasi pada umumnya juga diiringi dengan transformasi sumber daya manusia dengan upaya meningkatkan kapabilitas, mindset, dan kompetensinya.
Tranformasi organisasi dapat pula mengacu pada perubahan yang sifatnya fundamental pada pilar dan unsur proses organisasi. Termasuk dalam hal ini adalah setiap aktivitas mengelola input-proses-output. Meminjam dari model Porter (1985), setiap aktivititas dari hulu ke hilir tersebut saling kait mengkait dan bisa menghasilkan nilai tambah (value added). Aktivitas penciptaan nilai tambah tersebut di topang dengan manajemen sumber daya, pengembangan teknologi, infrastruktur organisasi, dan procurement.
Transformasi perguruan tinggi melibatkan berbagai aspek, termasuk kurikulum, metode pengajaran, infrastruktur, dan budaya organisasi. Banyak perguruan tinggi mendasarkan kemajuan tranformasi perguruan tinggi mereka dengan sejumlah indikator, misalnya status akreditasi, dan rangking perguruan tinggi di tingkat nasional dan internasional.
Semakin banyak prodi yang terakreditasi unggul maka transformasi dianggap berhasil. Sebaliknya, semakin banyak prodi yang statusnya belum unggul, maka transformasi dianggap gagal. Sehingga sejumlah pimpinan perguruan tinggi berlomba-lomba agar status dan perangkingan mereka dalam status unggul.
Hal ini semakin terasa di perguruan tinggi swasta yang menggantungkan eksistensi mereka berdasarkan status akreditasi. Karena terdapat anggapan bahwa calon mahasiswa baru akan mempertimbangkan status akreditasi sebagai dasar untuk memilih studi lanjut mereka di perguruan tinggi.
Dalam perjalanannya, status akreditasi telah berkelindan dengan citra pasar perguruan tinggi merancukan transformasi perguruan tinggi itu sendiri. Alih-alih fokus pada perbaikan kualitas sumberdaya dan layanan mahasiswa, banyak perguruan tinggi fokus untuk memoles status akreditasi dan citra pasar perguruan tinggi yang tidak selalu berhubungan dengan transformasi itu sendiri. Padahal kenaikan citra pasar dan status akreditasi secara alami adalah konsekuensi logis dari perbaikan dan perubahan fundamental dalam organisasi perguruan tinggi. Bukan sekedar memoles sejumlah kriteria dalam akreditasi, agar sesuai dengan kategori unggul.
Pada perguruan tinggi, transformasi dapat dilakukan melalui transformasi akademik, sumber daya, digital dan nilai budaya organisasi. Transformasi akademik, biasanya dilakukan melalui perubahan kurikulum perubahan metode pembelajaran dan manjemen sistem pembelajarannya (Learning Management System).
Transformasi sumber daya dilakukan melalui peningkatkan kualitas dan kuantitas sumber daya dan sistem kerja yang mendorong peningkatan kinerja sumberdaya. Transformasi digital mengacu pada digitalisasi infrastruktur dan proses pembelajaran yang ada di perguruan tinggi. Terakhir, teranformasi budaya, berarti merubah norma-norma, cara pandang dan kebiasaan segenap civitas akademika dalam akvitas mereka sehari-hari.
Di antara beberapa aspek transformasi, bidang sumber daya dan budaya adalah area yang paling sulit untuk dilakukan. Karena ini berkaitan dengan perubahan mindset, sikap , perilaku dan kapabilitas orang-orang yang ada dalam organisasi perguruan tinggi tersebut. Penyediaan dan perbaikan Infrastruktur, sarana dan prasarana, bisa jadi mubazir namun tidak di barengi dengan mindset dan kapabilitas orang yang menggunakannya.
Demikian juga dengan perubahan metode mengajar dan penerapan manajemen sistem pembelajaran akan percuma jika tidak dibarengi dengan sikap mental dan mindset penggunanya. Adapun transformasi budaya organisasi, membutuhkan waktu paling lama, karena membutuhkan pembiasaan dan perilaku yang berulang dari waktu ke waktu, sehingga terjadi perilaku yang menetap.
Untuk bisa menjalankan transformasi organisasi, maka kepemimpinan adalah kuncinya. Tranformasi butuh orkestrasi, dirigen yang akan mengorganisasikan segenap sumber daya yang ada pada organisasi tersebut.
Perubahan sikap dan perilaku bawahan hanya bisa terjadi apabila pemimpin memberikan contoh dan suri tauladan yang baik kepada bawahan. Jika itu tidak dilakukan, maka bawahan akan menganggap transformasi hanyalah sekedar jargon kosong yang tidak ada nilainya.
Dalam transformasi, pemimpin adalah pihak yang knows the way, shows the way, and goes the way. Pemimpin paham tentang permasalah dan solusinya, pemimpin bisa menjalankan alternatif solusi yang dipilih dan pemimpin bersama-sama dengan segenap anggota organisasi menjalankan perubahan dalam organisasi.
Bagaimanapun menjalankan tranformasi organisasi perguruan tinggi tidaklah mudah. Terdapat tantangan yang harus pemimpin dan anggota organisasi yang harus hadapi. Pertama, mereka harus melawan comfort zone, area di mana mereka cenderung sudah nyaman dan tidak ingin berubah. Kedua, terdapat munculnya potensi penentangan dari kolega, bawahan bahkan dari mahasiswa itu sendiri untuk melakukan perubahan.
Ketiga, terjadi kesepahaman tujuan dan cara bagaimana organisasi mencapai tujuan di antara para pemimpin di organisasi perguruan tinggi. Ini hanya bisa dilakukan apabila sudah terdapat kesamaan persepsi dan mindset di antara pimpinan atas, menengah dan bawah dalam level organisasi perguruan tinggi. Dengan beratnya tantangan yang harus dihadapi, pemimpin perguruan tinggi lebih cenderung untuk memilih perubahan dalam pencapaian dengan memoles hasil dan bukan proses. Sehingga tercapai tujuan secara simbolik, namun bukan otentik.
Begitupun, Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), sesuai Undang-Undang Pendidikan Tinggi Nomor 12 tahun 2012 mempunyai kewajiban melaksanakan pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. UMS telah berperan aktif dalam mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (IPTEKS), serta berperan dalam menanggapi perubahan tuntutan pasar kerja, sebagai pusat kebudayaan dan peradaban yang mampu menjalin kerja sama internasional untuk mengantisipasi perubahan yang sangat pesat dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pada era globalisasi ini persaingan perguruan tinggi sangat kompetitif baik antar perguruan tinggi dalam negeri maupun luar negeri. Ketatnya persaingan ini menuntut perguruan tinggi untuk selalu memperbaiki diri.
Berbagai program yang dikembangkan harus selaras dan seiring dengan visi dan misi universitas yang terjabarkan dalam dokumen Rencana Pengembangan Jangka Panjang (RPJP) UMS 2009-2029 dengan periodisasi yang tergambarkan berikut ini:
2019-2013: Penguatan SDM
2013-2017: Penguatan Lembaga dan Modernisasi Organisasi
2017-2021: Penguatan Reputasi Nasional dan Internasional
2021-2025: Pemantapan Reputasi Nasional dan Internasional
2025-2029: Pemberi Arah Perubahan di Berbagai Bidang IPTEKS
Selanjutnya berdasarkan hasil analisis, pada periode 2021-2025 UMS telah merencanakan tindak lanjut berdasarkan: Skala prioritas sesuai dengan kapasitas, kebutuhan, dan rencana strategis/rencana pengembangan institusi secara keseluruhan, yang terangkum dalam program Transformasi Progresif Untuk Penguatan Reputasi Nasional dan Internasional dengan empat strategi utama meliputi (1) Transformasi Keislaman dan Kemuhammadiyahan, (2) Transformasi Digital, (3) Transformasi Akademik dan (4) Transformasi Sumberdaya.
Transformasi Keislaman dan Kemuhammadiyahan (TKK) dimaksudkan bahwa Keislaman dan Kemuhammadiyahan sebagai nilai-nilai yang perlu dijadikan dasar yang melingkupi dan mewarnai tiga bentuk transformasi yang lain. Proses transformasi ini dilakukan dengan cara lebih 'membumikan' nilai-nilai Islam agar lebih operasional dalam kerangka transformasi progresif.
Transformasi Digital (TD) ditujukan untuk mempercepat proses transformasi yang menyeluruh pada bidang akademik dan sumber daya. Transformasi Digital akan melibatkan semua aspek dalam UMS, antara lain SDM, budaya dan organisasi digital, data dan sistem informasi, teknologi, dan sarana infrastruktur digital.
Transformasi Akademik (TA) sebagai pilar pengembangan UMS, difokuskan pada bdang pengajaran dan pembelajaran (teaching dan learning), (2) penelitian, publikasi dan pengabdian kepada masyarakat (research, publication and community services), (3) kemahasiswaan dan lulusan (student success) (4) Kerja sama yang produktif dan berkelanjutan (secure and connected campus).
Transformasi Sumberdaya (TS) sebagai pendukung untuk mewujudkan pilar pengembangan UMS pada bidang akademik, diutamakan pada bidang: (1) SDM dan Organisasi, (2) Aset dan Infrastruktur, (3) Keuangan, dan (4) Teknologi Informasi.