Balik Nama Sertifikat
Setelah memperoleh sertifikat para korban, para tersangka, tanpa sepengetahuan masing-masing korban, melakukan balik nama atas sertifikat-sertifikat terkait. Sertifikat diubah kepemilikannya atas nama tersangka AH.
"Selanjutnya sertifikat tanah tersebut dijadikan agunan di salah satu bank oleh tersangka yang nominalnya lebih besar daripada harga pembelian ke korban. Dan sampai saat ini korban belum terbayarkan atau terlunaskan oleh tersangka," kata Artanto.
Dia menambahkan tanah yang diperjualbelikan dalam kasus ini seluas 26.933 meter persegi. Dirkrimsus Polda Jateng Kombes Pol Dwi Soebagio mengungkapkan, sertifikat-sertifikat dari tanah tersebut kemudian diagunkan kepada sebuah bank milik pemerintah atau BUMN.
"Sehingga cairlah yang dikatakan sebagai kredit agunan modal kerja sebanyak Rp 25 miliar," ujar Dwi.
Dwi mengatakan, kerugian dari para pihak dalam kasus ini mencapai Rp 34 miliar. "Kami hitung, yang pertama pihak bank sendiri terjadi kredit macet sebanyak Rp 25 miliar. Kemudian dari pihak petani atau pemilik sertifikat itu sendiri, mengalami kerugian total sebanyak Rp 9 miliar. Jadi kalau kita total kerugiannya Rp 25 miliar ditambah Rp 9 miliar, Rp 34 miliar. Ini yang telah diterima dan dinikmati oleh si pihak para pelaku ini," kata Dwi.
Terkait kasus tersebut, para tersangka akan dijerat Pasal 378 Junto Pasal 55 Ayat 1 ke 1 KUHP dan Pasal 266 Junto Pasal 55 Ayat 1 ke 1 KUHP. Ancaman hukumannya antara empat hingga tujuh tahun penjara.