REJOGJA.CO.ID, JAKARTA -- Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan untuk Rakyat (JPPR), Nurlia Dian Paramita, mendorong pemuda untuk meningkatkan kualitas pemilu di 2024. Salah satunya untuk menentang upaya-upaya untuk melahirkan Neo Orde Baru.
"Menentang segala bentuk tindakan yang berusaha untuk melahirkan Neo Orde Baru dengan merusak agenda reformasi, yakni denokratisasi bangsa dan negara," kata Nurlia dalam Festival Zilenial yang digelar di GOR Pasar Minggu, Sabtu (25/11).
Nurlia turut mendorong pemuda aktif dalam menangkal dan menanggulangi hoakss, ujaran kebencian, politisasi SARA, politik uang dan netralitas aparat. Lalu, menciptakan pemilu damai dan gembira, berani berbicara menyampaikan pendapat.
Kemudian, mengedepankan persatuan nasional dan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan individu atau golongan. Serta, menjadikan Pemilu 2024 sebagai sarana integrasi bangsa dan momentum perubahan yang lebih baik.
"Mendorong pemuda bersikap kritis dalam merespon situasi pemilu serentak 2024 berdasarkan rasionalitas dan obyektivitas serta naluri sebagai manusia merdeka, bukan dasar intimidatif atau kepentingan sesaat," ujar Nurlia.
Nurlia menerangkan, JPPR melakukan pula refleksi yang harus disadari pemuda dalam menghadapi pemilu yang akan datang. Antara lain pemuda dihadapkan tiga pilihan bersikap apatis, mengikuti arus atau berusaha menjadi manusia merdeka.
Lalu, keberpihakan pemuda diuji ketika masuk dalam gelanggang politik dalam pemilu untuk mendorong isu kebangsaan atau isu kepentingan kelompok. Nurlia mengajak pemuda yang masuk politik tidak cuma mengedepankan pragmatisme.
"Bahkan, cenderung bersikap oportunis," kata Nurlia.
Selain itu, ia mengajak pemuda menyadari posisi strategis dalam Pemilu 2024. Jadi, jangan sampai cuma dijadikan komoditas politik tanpa ada nilai tawar berorientasi pada kemaslahatan bangsa, baik pada masa kini maupun untuk masa mendatang.
Terakhir, Nurlia berharap, pemuda berani menentang segala bentuk pembodohan yang dilakukan sebagian elit politik. Salah satunya dengan memberdayakan pemuda menjadi buzzer yang mengadu domba, menebar fitnah dan menebar diksi curang.
"Merusak persatuan nasional yang kerap kali dilakukan dalam momentum pemilu senagai bagian dari strategi politik elit untuk mendapatkan kekuasaan atau kemenangan," ujar Nurlia