REJOGJA.CO.ID, BANTUL -- Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Bantul mencatat terjadinya 1.144 kasus Tuberkulosis (TBC) yang ditemukan sejak Januari hingga November 2023. Berdasarkan pemetaan, kasus TBC banyak ditemukan di Puskesmas Banguntapan I, Puskesmas Sewon dan Puskesmas Imogiri.
Kepala Dinkes Kabupaten Bantul , Agus Tri Widyantara menjelaskan, banyak dari kasus- kasus tersebut ditemukan terjadi di kalangan masyarakat dengan tingkat sosial ekonomi rendah.
"Kemudian juga mungkin dari permukiman yang lebih padat, jadi resiko penularan TBC-nya lebih besar," papar Agus dalam Konferensi Pers Pernyataan Bersama: Upaya Kolaborasi Penanggulangan Tuberkulosis Kabupaten Bantul, Jumat (24/11/2023).
Sebanyak 420 pasien TBC dari jumlah tersebut merupakan pasien usia produktif. Dari jumlah tersebut, sebanyak 122 pasien berstatus sebagai pelajar/mahasiswa. Adapun berdasarkan jenis pekerjaan, tertinggi bekerja sebagai buruh sejumlah 11 persen, pelajar/mahasiswa sejumlah 10,6 persen, IRT sejumlah 7 persen, wiraswasta sejumlah 6,5 persen, serta pegawai swasta sejumlah 3 persen.
Sekretaris Daerah (Sekda) Bantul , Agus Budi Raharja menyampaikan, sekitar 21,24 persen pasien dari 1.144 kasus TBC tersebut tercatat memiliki penghasilan rendah. Umumnya mereka bekerja sebagai buruh, IRT, atau tidak memiliki pekerjaan. Untuk itu, dibutuhkan kerjasama lintas sektor untuk dapat membantu mereka.
Ia menambahkan, pemeriksaan terduga TBC di Kabupaten Bantul telah dilakukan sejumlah 12.576 dari target 9.477 pemeriksaan terduga TBC, atau 132 persen dari target pemeriksaan.
Menurut Sekda, ini berarti upaya yang dilakukan untuk mendeteksi adanya kasus TBC pada orang-orang yang terduga mengidap penyakit tersebut telah dilakukan dengan sangat baik dan menyeluruh.
Pemkab Bantul telah berupaya melakukan akselerasi penanggulangan TBC untuk menekan angka penularan penyakit TBC dalam setahun terakhir ini. Salah satunya adalah dengan memberikan Terapi Pencegahan TBC (TPT) bagi kontak erat pasien TBC dan kasus Infeksi Laten TB, penemuan kasus secara aktif pada populasi beresiko melalui kegiatan Active Case Finding (ACF), serta kolaborasi multisektor melalui pendekatan District based Public Private Mix (DPPM).
"Harapannya adalah semakin giat dan mengkolaborasikan dengan seluruh komponen infrastuktur yang ada masyarakat. Baik itu tokoh mayarakat, tokoh agama, lembaga maupun organisasi masyarakat untuk bersama-sama mensosialisasikan dan mengedukasikan masyarakat supaya terhindar dari penularan TBC ," tutur Sekda.
Pihaknya pun mengandeng para stakeholder terkait untuk bersama-sama meningkatkan angka penemuan kasus TBC serta memastikan pasien mendapatkan pengobatan sesuai standar dan berpusat pada pasien.
Sinergi Sehat Indonesia (SSI) merupakan salah satu stakeholder yang ikut berkolaborasi dalam penanggulangan TBC di Kabupaten Bantul. Direktur SSI Bantul, Nurholis Majid menyampaikan bahwa pihaknya berkomitmen untuk melakukan penemuan kontak erat kasus TBC di Bantul sebagai langkah penekanan penyebaran kasus TBC.
Ia mengungkapkan, Sub Sub Recipient (SSR) SSI Bantul telah melakukan area intervensi di 27 puskesmas, 15 Rumah sakit, dan 27 Klinik di Kabupaten Bantul sebagai upaya untuk melakukan penanggulangan TBC.
SSR Sinergi Sehat Indonesia Bantul memiliki sekitar 80 kader komunitas yang tersebar di seluruh kapanewon yang ada di Bantul. Dengan sekitar 60 persen yang masih aktif melakukan kegiatan promosi kesehatan TBC di masyarakat.
Target investigasi kontak rumah tangga (tracing) oleh kader TBC SSR SSSI Bantul pada awal sampai Oktober 2023 mencapai sebanyak 620 kali dan telah dilaksanakan sejumlah 599 kali atau 96,6 persen dari target.
"Selain Investigasi Kontak kader kesehatan, SSI Bantul dari Januari sampai Oktober 2023 juga telah melakukan 308 kali sosialisasi atau penyuluhan di masyarakat terkait TBC, dengan jumlah peserta yang diedukasi dan diskrining 4.709 orang," katanya.