REJOGJA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Periode Agustus hingga November 2023 merupakan masa kunjungan wisatawan mancanegara ke DIY. Pasalnya, di bulan-bulan tersebut kunjungan wisatawan mancanegara meningkat dibanding bulan-bulan lain.
Dengan ditetapkannya Sumbu Filosofi Yogyakarta menjadi warisan budaya dunia oleh UNESCO pada 18 September 2023, Perhimpunan Hotel dan Resto Indonesia (PHRI) DIY menilai dapat memperkuat citra DIY sebagai destinasi wisata. Hal ini tentunya juga dapat meningkatkan kunjungan wisatawan mancanegara.
Meski begitu, PHRI DIY menyebut bahwa penetapan Sumbu Filosofi menjadi warisan budaya dunia tersebut, bisa tidak berpengaruh kepada peningkatan wisatawan mancanegara jika permasalahan sampah belum terselesaikan.
Ketua DPD PHRI DIY, Deddy Pranowo Eryono mengatakan, sudah ada wisatawan mancanegara yang mengeluhkan terkait permasalahan sampah ini. Sebab, masih ada beberapa titik khususnya di Kota Yogyakarta yang terlihat tumpukan sampah.
"Sampah ini juga harus kita perhatikan bersama, karena wisatawan asing banyak yang mengeluh. Mereka itu itu banyaknya jalan kaki, kalau di pinggir jalan seperti itu (ada tumpukan sampah), mereka menjadi tidak nyaman, sudah ada keluhan langsung kepada kita," kata Deddy kepada Republika, Kamis (21/9/2023).
Bahkan, ada wisatawan mancanegara yang bahkan mengubah destinasinya ke daerah lain karena tidak nyaman di DIY. Hal ini tentu mengurangi tingkat kunjungan ke DIY, yang mana sektor pariwisata juga menjadi penyumbang yang cukup besar bagi perekonomian DIY.
"Mereka merasa tidak nyaman dengan sampah yang ada di pinggir-pinggir jalan, akhirnya mengalihkan ke destinasi lain. Mereka yang seharusnya dua hari (di DIY) menjadi satu hari, ini jadi tantangan bagi kita," ucap Deddy.
Deddy menuturkan bahwa dengan ditetapkannya Sumbu Filosofi Yogyakarta ini jangan sampai membuat DIY lengah. Justru, status tersebut seharusnya membuat DIY untuk bisa semakin berbenah.
"(Masalah sampah) Ini bukan domainnya pemerintah daerah saja, tapi juga kami (PHRI) sebagai pelaku pariwisata, dan juga masyarakat agar bisa mengedukasi diri kita masing-masing. Tidak perlu saling menyalahkan, tapi saling introspeksi diri," ungkap Deddy.
Sementara itu, Pemkot Yogyakarta sendiri menyebut terus melakukan patroli untuk menyisir masih adanya masyarakat yang membuang sampah di pinggir-pinggir jalan. Bahkan, sejak awal September 2023 ini sudah diterapkan penegakan tegas secara yustisi terhadap masyarakat yang melakukan pelanggaran.
Meski begitu, Pj Wali Kota Yogyakarta, Singgih Raharjo juga mengatakan bahwa volume sampah terus berkurang. Setidaknya, saat ini volume sampah di Kota Yogyakarta sudah berkurang menjadi 60 ton per hari.
Singgih menyebut, penurunan volume sampah tersebut merupakan hasil dari Program Gerakan Mengolah Limbah dan Sampah dengan Biopori Ala Jogja (Mbah Dirjo) yang terus digencarkan kepada masyarakat dan seluruh ASN di lingkungan Pemkot Yogyakarta. Hal ini dilakukan agar volume sampah terus berkurang, dengan begitu sampah yang dibawa ke TPA Regional Piyungan juga dapat terus berkurang.
“Akan terus kami kembangkan biopori dengan berbagai macam varian yang ada. Baik ember tumpuk, biopori, losida, biolos, dan sebagainya, menyesuaikan kondisi masing-masing rumah," kata Singgih.
Data hingga 19 September 2023 menunjukkan bahwa sudah ada sekitar 30 ribu biopori yang dihasilkan dari Gerakan Mbah Dirjo di Kota Yogyakarta. Puluhan ribu biopori tersebut sudah terbangun di wilayah-wilayah agar masyarakat dapat melakukan pengolahan sampah organik secara mandiri.
Singgih menuturkan, pihaknya akan terus menggencarkan Gerakan Mbah Dirjo ini di masyarakat. Ditargetkan, setidaknya dari gerakan ini volume sampah di Kota Yogyakarta dapat berkurang 20-30 persen.
Menyusul dengan terus turunnya volume sampah ini, Singgih menyebut bahwa TPS sementara yang ada di Kota Yogyakarta akan dioptimalkan dalam mengelola sampah tersebut. Pihaknya akan terus mencoba mengembangkan Tempat Pengelolaan Sampah Reduce Reuse Recycle (TPS3R) di selatan TPS3R di Nitikan.
Termasuk mengoptimalkan pengelolaan sampah mandiri yang sudah dilakukan masyarakat selama ini. Seperti TPST Karangmiri di Giwangan, pengelolaan sampah di Rusunawa Bener, dan pengolahan sampah dengan biokonversi maggot di Kandang Maggot Yogya di wilayah Kricak.
"Kami akan coba lagi itu pengembangan TPS3R. Nanti kami kembangkan karena kami masih punya lokasi di selatannya. Untuk TPST Karangmiri supaya nanti bisa dikembangkan agar bisa memenuhi atau menyelesaikan sampah paling tidak di level Kelurahan," ucap Singgih.
Selain itu, waktu operasional depo-depo sampah yang ada di Kota Yogyakarta juga diperpanjang. Perpanjangan waktu operasional ini dilakukan guna menekan masyarakat melakukan pelanggaran dengan membuang sampah di tempat yang tidak semestinya.
"Kita juga telah berikan kesempatan masyarakat membuang sampah di 14 depo dan tiga TPS. Ini konsisten kita buka jam 06.00 WIB sampai 12.00 WIB siang, dan ada pula yang buka di luar jam itu," jelas Singgih.