REJOGJA.CO.ID, PURWOKERTO -- Rektor Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Prof Akhmad Sodiq, menilai kebijakan yang membolehkan lulus tanpa menyusun skripsi dapat menjadi pilihan bagi mahasiswa ketika hendak menyelesaikan pendidikan di perguruan tinggi.
"Ada beberapa pendapat dan beberapa sudah diterapkan di Unsoed. Pada beberapa program studi atau fakultas itu memang sudah menerapkan (lulus tanpa skripsi)," katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah.
Ia mengatakan hal itu terkait dengan terbitnya Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi yang tidak lagi mewajibkan skripsi sebagai syarat kelulusan bagi mahasiswa S1 dan D4.
Akan tetapi, dalam penerapannya, kata dia, model skripsinya yang ada perbedaan, yakni skripsi tersebut sebagai tugas akhir.
Dalam hal ini, lanjut dia, tugas akhir tersebut ada yang berasal dari hasil-hasil penelitian dan ada pula yang berasal dari hasil kerja praktik, kerja di lapangan, ataupun dalam bentuk hasil-hasil kegiatan yang disetarakan sebagai tugas akhir.
"Tidak harus hasil dari penelitian, tetapi tugas yang ada di hasil magang ataupun kerja di perusahaan, kemudian memenuhi sistematika dan ketentuan-ketentuan yang sudah ditentukan itu nanti disetarakan sebagai tugas akhir atau sama dengan skripsi," katanya.
Ia mengatakan beberapa program studi atau fakultas di Unsoed yang sudah menerapkan kebijakan lulus tanpa skripsi salah satunya Fakultas Peternakan.
Menurut dia, mahasiswa S1 Fakultas Peternakan Unsoed menjalani kerja di lapangan sesuai ketentuan yang berlaku dan sistematika pelaporannya juga sudah ditentukan.
"Tetapi dalam pelaksanaannya, anak-anak yang mengambil tugas akhir atau skripsi bukan dari penelitian itu masih sangat sedikit," kata Akhmad Sodiq yang pernah menjabat Dekan Fakultas Peternakan Unsoed.
Menurut dia, hal itu bukan karena adanya hambatan namun barangkali perlu gerakan yang lebih masif.
"Artinya begini, sebagian lulusan-lulusan yang terdahulu hanya dalam bentuk skripsi. Tetapi ke depan ini yang penting lagi bahwa kegiatan-kegiatan yang dilakukan itu kan diarahkan sesuai dengan passion (gairah, red.) adik-adik kita," katanya.
Ia pun mencontohkan jika ada mahasiswa yang lebih bergairah ke kewirausahaan dan ada pula yang lebih suka kerja sosial.
Jika mahasiswa itu punya pengalaman di luar dengan metodologi tertentu dan memenuhi syarat yang setara dengan skripsi, kata dia, hal itu akan sangat bagus karena membekali mahasiswa dengan apa yang dikerjakan tersebut benar-benar bermanfaat.
Lebih lanjut, rektor mengakui hambatan penerapan kebijakan yang tidak mewajibkan skripsi bagi perguruan tinggi di daerah tetap ada.
Menurut dia, hal itu karena ada mahasiswa yang lebih suka terhadap riset, sehingga tugas akhirnya dapat dipastikan dalam bentuk skripsi.
Akan tetapi bagi mahasiswa yang suka di lapangan, kerja sosial, magang, dan sebagainya, jika diwajibkan menyusun skripsi dalam bentuk riset justru menjadi beban.
Terkait dengan tempat magang yang dapat disetarakan sebagai skripsi, dia mengatakan bagi Unsoed yang berlokasi di daerah, hal itu tidak menjadi kendala.
"Walaupun Unsoed di daerah, tetapi tempat magangnya sudah ada yang di Jepang. Saat magang, mereka bisa mengambil data-data yang ada di sana," ungkapnya.
Dengan data-data yang ada di Jepang, kata dia, memungkinkan mahasiswa berkonsultasi dengan calon pembimbing untuk menjadikannya sebagai laporan tugas akhir yang dapat disetarakan dengan skripsi.
Kendati demikian, rektor mengatakan poin yang paling penting bahwa di situ ada capaian pembelajaran dari kegiatan tersebut.
"Yang saat sekarang sedang diupayakan bersama itu berkaitan dengan higher order thinking skills (HOTS) seperti critical thinking dan problem solving. Artinya, mereka pada saat menemukan sesuatu yang sangat berguna, kemudian dituliskan, itu sangat bermanfaat bagi diri sendiri maupun orang lain," katanya.
Selain itu, kata dia, kreativitas dan inovasi yang mungkin ditemukan mahasiswa saat magang di suatu wilayah dapat menjadi sesuatu yang menarik.
Oleh karena itu, lanjut dia, Unsoed menyambut baik kebijakan yang membolehkan mahasiswa lulus tanpa skripsi namun tetap harus ada batas-batasnya karena jika passion-nya di riset, pihaknya tetap melayani skripsi.
"Jadi, kebijakan tersebut dapat menjadi pilihan, sebagai alternatif, tidak harus dalam bentuk riset-riset seperti yang banyak dilakukan," demikian Akhmad Sodiq.