Kamis 29 Jun 2023 15:21 WIB

Peringati Idul Adha, Keraton Yogyakarta Gelar Garebeg Besar

Bregada Bugis akan mengawal gunungan hingga ke Kompleks Kepatihan.

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Fernan Rahadi
Abdi Balem berjalan menuju lokasi Prosesi Numplak Wajik di Panti Pareden Kilen, Keraton Yogyakarta, Senin (26/6/2023). Numplak Wajik merupakan upacara yang menandai dimulainya proses merangkai gunungan sebagai simbol sedekah raja kepada rakyat. Nantinya gunungan tersebut akan diarak dan dibagikan kepada warga pada upacara Garebeg. Dalam setahun ada tiga Garebeg yakni Syawal, Besar, dan Mulud.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Abdi Balem berjalan menuju lokasi Prosesi Numplak Wajik di Panti Pareden Kilen, Keraton Yogyakarta, Senin (26/6/2023). Numplak Wajik merupakan upacara yang menandai dimulainya proses merangkai gunungan sebagai simbol sedekah raja kepada rakyat. Nantinya gunungan tersebut akan diarak dan dibagikan kepada warga pada upacara Garebeg. Dalam setahun ada tiga Garebeg yakni Syawal, Besar, dan Mulud.

REJOGJA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Keraton Yogyakarta menggelar Garebeg Besar dalam rangka memperingati Idul Adha 1444 Hijriyah, Kamis (29/6/2023). Seperti halnya Garebeg Sawal, Garebeg Besar ini digelar secara luring dengan iring-iringan 10 Bregada Prajurit Keraton yang mengawal tujuh gunungan.

Penghageng Urusan Keputren Keraton Yogyakarta, Nyi KRT Hamong Tedjonegoro mengatakan, sebelum Garebeg Besar ini telah dilakukan Gladhi Resik Prajurit pada 25 Juni 2023 lalu. Termasuk Numplak Wajik yang digelar sehari setelahnya, Senin (25/6/2023).

Baca Juga

"Terdapat tujuh buah gunungan dalam Garebeg Besar tahun (2023) ini. Seluruhya diarak menuju Masjid Gedhe Keraton Yogyakarta pada Kamis tanggal 29 Juni. Sebelum diperebutkan warga, gunungan akan didoakan dahulu," katanya yang biasa disapa Ibu Kanjeng tersebut, Kamis (29/6/2023).

Ia menjelaskan, gunungan sendiri merupakan simbol pemberian dari raja kepada rakyatnya. Adapun sedekah yang dimaksud terdiri dari hasil bumi, demikian halnya jajanan tradisional seperti gunungan dan wajik.

"Setahun ada tiga kali pelaksanaan Garebeg yakni Garebeg Sawal saat Idul Fitri, Garebeg Besar pada saat Idul Adha, dan Garebeg Mulud dalam rangka memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW," ujar Ibu Kanjeng.

Dilaksanakannya Garebeg Besar ini, wisata Keraton Yogyakarta juga ditutup selama satu hari pada Kamis (29/6/2023) ini. Selain itu, juga diberlakukan kawasan no fly zone sejak Rabu (28/6/2023) kemarin hingga Kamis ini pukul 16.59 WIB.

"No fly zone untuk menjaga khidmat dan tertibnya pelaksanaan Garebeg Besar. Kebijakan ini juga sesuai dengan larangan penerbangan drone yang tercatat pada NOTAM Nomor B1212/23 NOTAMN yang diterbitkan AirNav Indonesia," ungkapnya.

Untuk pelaksanaan Garebeg Besar, tujuh gunungan yang sudah dibawa ke Masjid Gedhe, selanjutnya akan didoakan. Setelah itu, akan ada dua buah gunungan yang masing-masingnya dibawa menuju Pura Pakualaman dan Kompleks Kepatihan, Kota Yogyakarta.

Penghageng Kawedanan Kaprajuritan KPH Notonegoro mengatakan, pengawalan gunungan tersebut dilakukan oleh 10 bregada. "Sepuluh bregada tersebut yakni Wirabraja, Dhaeng, Patangpuluh, Jagakarya, Prawiratama, Ketanggung, Mantrijero, Nyutra, Bugis, dan Surakarsa," ujarnya yang biasa disapa Kanjeng Noto.

Dijelaskan, Bregada Bugis akan mengawal gunungan hingga ke Kompleks Kepatihan. Sedangkan, gunungan untuk Pura Pakualaman akan dikawal oleh Prajurit Pura Pakualaman yakni Dragunder dan Plangkir.

Kanjeng Noto juga menuturkan bahwa sekelompok Abdi Dalem Mataya (penari) Kridhamardawa juga dilibatkan menjadi bagian dari Prajurit Nyutra Towok dalam prosesi Garebeg Besar. Keterlibatan ini sama halnya dengan proses Garebeg Sawal yang dilakukan untuk memperingati Idul Fitri.

"Keterlibatan ini merupakan sebuah pengingat bahwasanya Prajurit Nyutra dulunya beranggotakan para penari keraton yang mengawal Sultan dengan menari tayungan selama prosesi," ucap Kanjeng Noto.

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement