REJOGJA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar pendidikan, Doni Koesoema, menilai penggunaan marketplace atau ruang talenta guru untuk menyelesaikan persoalan guru honorer bukan langkah yang tepat. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) dinilai salah menganalisis persoalan dan salah memberikan solusi.
"Kalau marketplace guru ini digunakan tetap untuk menyelesaikan persioalan guru honorer, tentu ini sebuah jawaban yang salah. Salahnya apa? Salah menganalisis persoalan dan salah memberikan solusinya," jelas Doni dikutip dari kanal Youtubenya, Jumat (16/6/2023).
Dia menjelaskan, banyaknya guru pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) yang tidak memperoleh penempatan itu persoalannya ada di pemerintah daerah. Di mana, kata dia, pemerintah daerah tidak membuka formasi untuk guru-guru. Melihat persoalan itu, Doni menilai pembentukan platform ruang talenta guru bukanlah jawabannya.
"Marketplace guru bukan solusi efektif untuk menyelesaikan persoalan guru honorer. Karena persoalan guru honorer itu tergantung komunikasi, kolaborasi pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Berarti Kemendikbudristek harus banyak bicara dengan kepala daerah untuk mengatakan bahwa ada urgensi," kata Doni.
Pemerintah pusat yang dalam hal ini Kemendikbudristek harus terus menjalin komunikasi dengan pemerintah daerah terkait persoalan tersebut. Menurut Doni, pengangkatan guru ASN yang dilakukan oleh pemerintah daerah diatur dalam Undang-Undang Otonomi Daerah (UU Otda). Setelah diangkat, barulah peran pemerintah pusat berjalan.
"Yang mengangkat guru itu pemerintah daerah bukan Kemendikbudristek, tapi yang bayarin nanti itu pemerintah pusat atau Kemenkeu," tutur dia.
Menurut Doni, sebenarnya ide tentang marketplace guru itu sesuatu yang biasa dan wajar, tapi bukan untuk menyelesaikan persoalan guru honorer. Dia mengatakan, platform tersebut akan bagus dijalankan apabila digunakan sebagai bentuk baru data pokok pendidikan atau bank data terkait guru lainnya.
"Karena persoalan bukan di sarananya, bukan di pool talent-nya, bukan siapa mau daftar di mana, tapi bagaimana pemerintah itu berkomunkiasi dengan pihak lain sehingga proses seleksi pegawai ASN PPPK ini bisa berjalan dengan baik. Jadi sebenarnya, solusinya sederhana, turun komunikasi, ngobrol dengan banyak instansi membereskan, saya rasa itu yang jadi persoalan," jelas Doni.
Sebelumnya, gagasan Mendikbudristek Nadiem Makarim tentang marketplace guru juga dinilai tidak menyelesaikan akar persoalan tenaga pendidikan di Indonesia. Marketplace guru dinilai membantu menyelesaikan masalah distribusi guru yang hanya menjadi salah satu dari banyak permasalahan pengelolaan tenaga pendidikan di Tanah Air.
"Marketplace guru ini hanya akan memudahkan sekolah yang membutuhkan tenaga pendidik sesuai formasi yang dibutuhkan. Marketplace ini tidak menjawab bagaimana agar tenaga guru honorer bisa secepatnya diangkat menjadi ASN sehingga mereka mendapatkan kelayakan penghidupan," ujar Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda dalam keterangannya, Jumat (2/6/2023).
Gagasan marketplace guru ini diklaim Nadiem untuk mengatasi tenaga guru honorer yang terjadi selama bertahun-tahun. Marketplace guru merupakan database di mana semua sekolah dapat mencari siapa saja orang yang bisa menjadi pendidik atau diundang ke sekolah tersebut.
Huda mengatakan, saat ini yang dibutuhkan adalah konsistensi dari sikap pemerintah untuk menuntaskan rekrutmen satu juta guru honorer menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). Ini berarti pemerintah harus menuntaskan berbagai kendala mulai dari proses rekrutmen, proses penerbitan surat pengangkatan, hingga penempatan guru yang lolos seleksi.