Rabu 25 Jun 2025 10:42 WIB

Gejolak Konflik Antarnegara, Pengamat UI: Indonesia Berkewajiban Jaga Perdamaian Dunia

Prinsip non-blok yang telah digagas lama didorong untuk dipertahankan.

Red: Fernan Rahadi
Tentara Israel dan tim penyelamat mencari korban di tengah reruntuhan bangunan tempat tinggal yang hancur akibat serangan rudal Iran di Beersheba, Israel, Selasa (24/6/2025). Gelombang serangan rudal Iran menghantam kota Beersheba, Israel. Sejumlah bangunan hancur dan empat warga dikabarkan tewas dalam serangan itu.
Foto: AP Photo/Leo Correa
Tentara Israel dan tim penyelamat mencari korban di tengah reruntuhan bangunan tempat tinggal yang hancur akibat serangan rudal Iran di Beersheba, Israel, Selasa (24/6/2025). Gelombang serangan rudal Iran menghantam kota Beersheba, Israel. Sejumlah bangunan hancur dan empat warga dikabarkan tewas dalam serangan itu.

REJOGJA.CO.ID, JAKARTA -- Memanasnya konflik Iran dan Israel, hingga mengikutsertakan negara-negara lain, ditengarai berpotensi memunculkan konflik proksi di belahan dunia lain, tak terkecuali Indonesia. Hal ini mengingatkan semua tentang pentingnya penguatan semangat kebangsaan sehingga Indonesia tetap berdiri kokoh menghadapi terpaan propaganda segregatif untuk mereduksi potensi konflik domestik. 

Menghadapi potensi terjadinya konflik akibat ekses dari konflik di Timur Tengah, Ketua Program Studi Kajian Terorisme SKSG (Sekolah Kajian Stratejik dan Global) Universitas Indonesia (UI), Muhammad Syauqillah, menggarisbawahi pentingnya upaya memperkuat narasi kerukunan dan perdamaian sesama anak bangsa. Ia menegaskan bahwa pembukaan UUD 1945 secara tegas mengamanatkan perdamaian dan kemanusiaan. 

“Indonesia memiliki kewajiban menjaga perdamaian dunia melalui politik luar negeri bebas aktif,” ujar Syauqillah di Jakarta, Selasa (24/6/2025).

Dirinya pun berpendapat bahwa prinsip non-blok yang telah digagas lama oleh para pendiri bangsa, dipertahankan hingga kini agar Indonesia tidak tergiring dalam konflik geopolitik yang meruncing. 

Menurut Syauqillah, upaya delegitimasi suatu negara kerap dijalankan oleh kelompok ekstremis. “Seruan ‘perang akhir zaman’ tidak boleh dijadikan dalih intervensi agama," katanya.

Selain itu, lanjutnya, mekanisme diplomasi diusulkan agar diperkuat demi mencegah eskalasi militer yang berdampak global. “Jalur strategis seperti Selat Hormuz atau Terusan Suez akan terguncang jika konflik terus diprovokasi. Otomatis kondisi itu akah menimbulkan kerugian ekonomi global jika ketegangan tidak dihentikan,” ungkap Syauqillah.

Secara garis besar, ungkapnya, peran Indonesia disuarakan melalui diplomasi, dialog, dan solidaritas kemanusiaan. Prinsip bebas aktif dipertahankan agar negara tidak menjadi alat proxy bagi kekuatan luar. 

“Solusi dialogis harus diutamakan di mana pun konflik itu muncul," katanya.

Menyikapi konflik global tersebut, Ia menilai nilai-nilai kemanusiaan dalam Pancasila diteguhkan sebagai jembatan menyatukan berbagai perbedaan sekaligus untuk meredam provokasi yang timbul dari konflik tersebut, terutama yang mengatasnamakan agama.

Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa aksi provokasi yang mengatasnamakan keyakinan Islam dijelaskan sebagai distorsi ajaran sesungguhnya. Solidaritas terhadap korban konflik ditekankan tanpa mengabaikan persatuan dalam negeri. 

“Kita harus bersolidaritas kepada korban kemanusiaan, tetapi tidak sampai memecah belah anak bangsa,” paparnya. 

Syauqillah mengungkapkan bahwa prinsip “Hubbul Wathan Minal Iman” dibawa untuk mengokohkan kecintaan kepada Tanah Air tanpa menafikan nilai universal Pancasila. Pernyataan itu menggambarkan bahwa pluralisme dikedepankan sebagai kekuatan. Usaha mereduksi ketegangan global diharapkan dapat dipimpin oleh Indonesia. Dialog antarpemerintah diyakini efektif meredam narasi kebencian.

“Keadilan mutlak menjadi basis setiap dialog dan musyawarah,” kata Syauqillah. 

Prinsip ini, jelasnya, diwujudkan dengan mengedepankan hak asasi manusia dan rasa hormat. Juga sebagai respons kemanusiaan untuk memperlihatkan komitmen pada aspek universal Pancasila. Pasalnya, konflik di Timur Tengah merupakan perebutan kepentingan geopolitik. 

“Kerusuhan yang terjadi di Palestina dan reaksi berantai di seluruh dunia hanya akan meningkat jika tidak diimbangi dengan penanganan dialogis,” tegasnya.

Ia menguraikan bahwa analisis radikalitas ditekankan pada penggunaan kekerasan yang sewenang-wenang. Kelompok ekstremis telah disorot karena memanfaatkan media sosial untuk menyebar kebencian. Strategi tersebut dijelaskan merusak iklim toleransi yang telah dibangun secara panjang oleh para pendiri bangsa.

“Pancasila adalah obat mujarab untuk menolak segala bentuk radikalisme,” tuturnya. “Dalam hal ini peran ormas keagamaan dan masyarakat luas dirangkul agar demokrasi tidak disalahgunakan sebagai jalur sektarian.”

Syauqillah berharap agar semangat kebinekaan dan kesatuan nasional ditegaskan sebagai modal kuat menghadapi pengaruh ekstremis dari luar maupun dalam negeri. Prinsip persatuan yang terdapat dalam Pancasila harus dihidupkan di level akar rumput hingga level internasional.

“Dengan demikian, pendekatan kontranarasi yang berbasis Pancasila aktif dikampanyekan. Bentuk intoleransi, radikalisme, dan terorisme ditekan melalui penguatan nilai bersama. Harapan besar ditempatkan pada peran Indonesia di panggung global untuk menjaga perdamaian dan kemanusiaan," ujar Syauqillah.

 

Yuk gabung diskusi sepak bola di sini ...
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement
Advertisement
Advertisement