Kamis 19 Jun 2025 15:38 WIB

PPDB 2025, Sebanyak 10 SD di Gunungkidul Tanpa Murid Baru

Tingkat keterisian kursi baru hanya sekitar 48 persen.

Rep: Wulan Intandari/ Red: Fernan Rahadi
Ilustrasi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Online
Foto: Republika/Thoudy Badai
Ilustrasi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Online

REJOGJA.CO.ID, WONOSARI -- Penerimaan peserta didik baru (PPDB) tingkat sekolah dasar (SD) tahun ajaran 2025/2026 di Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, menghadapi tantangan serius. Diketahui dari total 462 SD, baik negeri maupun swasta, sebanyak 10 sekolah tidak mendapatkan pendaftar sama sekali. 

Sekretaris Dinas Pendidikan Gunungkidul, Agus Subariyanta, mengatakan bahwa pelaksanaan PPDB yang digelar pada 3-5 Juni 2025 secara teknis berjalan lancar. Namun, dari sisi hasil, capaian jumlah siswa baru masih jauh dari ideal. 

Sebanyak 10 sekolah yang tidak mendapatkan pendaftar itu sudah membuka PPDB secara resmi. Rinciannya, lima sekolah negeri yakni SDN Kropak, SDN Puleireng, SDN Gupakan 2 (ketiganya di Kapanewon Tepus), serta SDN Jaten dan SDN Wonolagi di Kapanewon Playen. Adapun dari sekolah swasta antara lain SD Kanisius Bandung I Playen, SD Muhammadiyah Pilangrejo, SD Muhammadiyah Wareng, SD Muhammadiyah Wonodoyo, dan SD Swasta Sanjaya Giring Paliyan.

Agus menyebut kondisi ini juga dampak dari dinamika jumlah penduduk usia sekolah yang terus berubah dari tahun ke tahun.

"Banyak sekolah yang kekurangan murid, tetapi (salah satu penyebabnya karena) tren kependudukan kita tidak statis tetapi dinamis, jadi setiap tahun pasti berbeda" kata Agus, saat dihubungi Republika, Kamis (19/6/2025).

Dari data yang tercatat di Dinas Pendidikan, Agus menyampaikan total kuota penerimaan siswa baru SD di Gunungkidul tahun ini mencapai 13.888 kursi. Dari jumlah itu, hanya 7.111 calon siswa yang mendaftar, dan setelah seleksi administratif dan teknis, hanya 6.666 siswa yang diterima.

Ia menyebut tingkat keterisian kursi baru hanya sekitar 48 persen.

"Yang diterima sebagai siswa baru hanya 6.666 anak dengan rincian SD Negeri sebanyak 5.533 anak, dan swasta sebanyak 1.133 anak. Kalau dipersentasekan dari sisi keterisian hanya 48 persen," ungkap Agus.

Kendati begitu, Agus menegaskan persoalan ini tak bisa dilihat sebagai kegagalan sistem. Sebab, secara demografis, memang terdapat wilayah-wilayah yang kini hampir tidak memiliki anak usia masuk SD. Pihaknya akan melakukan kajian serta evaluasi apabila hal serupa terjadi kembali di PPDB tahun depan.

Menurutnya regrouping atau penggabungan sekolah tidak serta-merta dilakukan. Pemerintah masih menunggu perkembangan data tahun depan.

"Kita lihat ke depan, jika memang tahun besok juga tidak ada pendaftar maka akan dilakukan kajian regrouping sekolah," ucapnya.

Sementara itu, Anggota Komisi D DPRD DIY, Ibnu Sugeng Riyanto menilai pelaksanaan PPDB sudah cukup baik secara teknis, dengan penerapan prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam setiap tahapan. Namun, ia mengakui bahwa rendahnya minat mendaftar di sejumlah sekolah menjadi catatan penting.

Ibnu juga menyampaikan keprihatinannya terhadap rendahnya angka partisipasi pendidikan di beberapa wilayah, bahkan ada sekolah dengan hanya dua murid dalam satu angkatan.

"Kita menghadapi persoalan serius. Kesadaran akan pentingnya pendidikan masih rendah. Bahkan di beberapa wilayah, anak-anak tidak sekolah atau putus sekolah sudah menjadi hal biasa," ujar Ibnu.

Sebagai langkah ke depan, DPRD mendorong Dinas Pendidikan untuk mulai merancang solusi jangka panjang. Opsi-opsi seperti regrouping sekolah, pemberian insentif bagi guru di daerah terpencil, hingga perbaikan infrastruktur dan fasilitas pendidikan harus segera dikaji dan diterapkan.

"Selama ini, SD hanya menjalankan kurikulum dari pemerintah tanpa inovasi atau penambahan jam belajar yang bisa meningkatkan mutu. Sekolah harus aktif mengenalkan diri ke masyarakat," katanya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement