REJOGJA.CO.ID, BANTUL -- Dalam semangat Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2025 dengan tema global 'Ending Plastic Pollution', Pusat Pengendalian Lingkungan Hidup (Pusdal LH) Jawa menggelar aksi kolaboratif bertajuk #HentikanSampahPlastik, #SelamatkanPantaiku di Pantai Goa Cemara, Kabupaten Bantul, DIY. Acara yang berlangsung pada Sabtu (14/6/2025) ini menjadi manifestasi nyata kepedulian terhadap ancaman polusi plastik yang disebut sebagai "bom ekologis".
Rangkaian kegiatan meliputi bersih-bersih pantai, penanaman cemara laut untuk konservasi, talkshow lingkungan yang edukatif, serta sesi edukasi langsung untuk masyarakat dan pelajar yang hadir.
Dalam sambutannya, Kepala Pusdal LH Jawa Puji Iswari menyoroti keterkaitan erat antara perubahan iklim, hilangnya keanekaragaman hayati, dan polusi. "Ketiganya saling berkaitan, dan polusi plastik adalah simbol sekaligus akibat dari cara hidup yang tidak berkelanjutan," katanya, Sabtu.
Mengutip data dari United Nations Environment Programme (UNEP), ia menyatakan bahwa dunia saat ini memproduksi lebih dari 400 juta ton plastik setiap tahun, namun hanya kurang dari 10 persen yang berhasil didaur ulang. Sisanya mencemari tanah, sungai, laut, bahkan telah terdeteksi dalam rantai makanan manusia.
Situasi di Indonesia tidak kalah memprihatinkan. Berdasarkan data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN), timbulan sampah nasional mencapai 56,6 juta ton, dengan hampir 20 persen atau sekitar 10,8 juta ton di antaranya adalah sampah plastik. Ironisnya, hanya 39,01 persen sampah yang terkelola secara layak, sementara sisanya berakhir di TPA, dibakar terbuka, atau mencemari lingkungan.
"Tanpa upaya luar biasa, pada tahun 2028 seluruh TPA di Indonesia diproyeksikan akan penuh dan tak mampu lagi menampung sampah," peringat Kepala Pusdal LH Jawa. Dampak polusi plastik sangat serius: ekosistem laut rusak, biota laut terancam, nelayan kehilangan sumber penghidupan, biaya pengelolaan meningkat drastis, pariwisata menurun, dan yang paling mengkhawatirkan, mikroplastik ditemukan dalam tubuh manusia.
Komitmen Indonesia: Hulu-Hilir dan Diplomasi Global
Pemerintah Indonesia menegaskan target ambisius "100% Buang Sampah Tahun 2029" yang tertuang dalam RPJMN 2020-2024 dan arahan langsung Presiden Prabowo Subianto. Komitmen ini diwujudkan melalui pendekatan hulu dan hilir.
Di sisi hilir, pemerintah berencana melarang TPA secara bertahap, meningkatkan Dana Alokasi Khusus (DAK) dan insentif bagi daerah, membangun infrastruktur pengelolaan di 33 kota besar, serta memperkuat skema Extended Producer Responsibility (EPR) bagi produsen. Sementara di sisi hulu, kebijakan fokus pada pelarangan impor plastik bekas, pembatasan plastik sekali pakai, penggalakan edukasi plastik, pendorong ekonomi sirkular, dan penyusunan regulasi pelarangan produksi plastik sekali pakai yang sulit didaur ulang.
Dalam skala internasional, Indonesia juga akan menjadi bagian penting dalam forum Intergovernmental Negotiating Committee (INC) di Jenewa pada Agustus mendatang. Ini adalah perundingan terakhir untuk menyusun instrumen hukum global yang mutlak untuk menghentikan polusi plastik. "Kami mendorong keadilan lingkungan, akuntabilitas produsen global, dan dukungan nyata bagi negara berkembang. Indonesia hadir bukan hanya sebagai korban pencemaran global, tapi sebagai pemimpin solusi," kata Puji.
Ajakan Bertindak Bersama dan Apresiasi Pejuang Lingkungan
Kepala Pusdal LH Jawa juga menyerukan kepada para pejabat bupati dan walikota untuk segera membuat peraturan daerah (perda) larangan plastik sekali pakai, membangun bank sampah dan fasilitas daur ulang lokal, serta menerapkan konsep zero waste. Ia mengajak menjadikan sekolah, pasar, tempat ibadah, dan kantor sebagai ruang edukasi lingkungan.
Dalam kesempatan ini, penghargaan Kalpataru 2025 diberikan sebagai penghormatan tertinggi kepada para pejuang lingkungan. "Kalian semua adalah teladan hidup, saksi dari dedikasi, konsistensi, dan keberanian dalam menjaga bumi," puji beliau, seraya mengingatkan bahwa perubahan besar lahir dari langkah-langkah kecil yang terus-menerus.
Kepada dunia usaha, diserukan untuk bertanggung jawab dalam produksi dan konsumsi, serta mendesain produk yang mudah diguna ulang, diisi ulang, dan didaur ulang. Sementara kepada generasi muda (Gen Z dan Gen Alpha), mereka didorong untuk menjadi pelopor gaya hidup minim plastik, menggunakan produk berkelanjutan, serta aktif mengedukasi lingkungan melalui media sosial. "Kalian bukan penonton, kalian penentu sejarah," katanya.
Perspektif dari Para Ahli dalam Talkshow Lingkungan
Sesi talkshow menghadirkan tiga narasumber salah satunya Tenaga Ahli KLHK Bidang Pengelolaan Sampah dan Inisiator Bank Sampah Gemah Ripah. Bambang Suwerda menekankan pentingnya bank sampah sebagai upaya pengurangan sampah sebelum masuk ke TPA. "Mendirikan bank sampah memanglah mudah, tapi untuk mempertahankannya yang tidak mudah karena ada ilmunya," ungkapnya yang dikenal sebagai direktur Bank Sampah Gemah Ripah di Bantul, bank sampah pertama di Indonesia yang lahir dari Yogyakarta
Ia berbagi praktik dari Poltekkes Kemenkes Yogyakarta, di mana partisipasi dalam bank sampah diwajibkan sebagai syarat mengikuti Ujian Akhir Semester (UAS), menunjukkan model kolaborasi regulasi dan akademik. Ia juga menyampaikan apresiasi kepada pelajar dan mahasiswa yang berpartisipadi dalam acara ini sudah menjalankan bank sampah.
Sementara itu, pegiat konservasi pantai, Ciko, menyoroti garis pantai Yogyakarta sepanjang 113 kilometer, dengan 13,68 kilometer di antaranya berada di Bantul, yang menghadapi banyak masalah sampah. Ia menekankan peran vital pantai bagi masyarakat pesisir dan pentingnya menjaga kebersihan serta keindahan. "Kebersihan pantai itu karena ada kontribusi dari para pegiat sampah, konservasi, dan yang lainnya," ujarnya.
Ia juga membagikan keberhasilan kelompok pegiat konservasi penyu di Bantul yang berhasil menangkarkan lebih dari 500 butir telur penyu dalam tiga bulan terakhir, menunjukkan potensi Bantul sebagai lokasi perkembangbiakan penyu.
Sementara itu, Ketua Eco Enzim Nusantara Kabupaten Sleman, Hiasinta Kiki memperkenalkan eco enzim sebagai solusi pengolahan sampah organik di Yogyakarta. Eco enzim adalah larutan alami serbaguna, hasil fermentasi tiga bulan dari gula, air, dan sisa sayur atau buah. Ia menjelaskan bahwa sampah organik, yang tidak bisa diproses di bank sampah dan menyumbang 60 persen dari volume sampah di TPA, menghasilkan gas metana yang berbahaya jika dibiarkan menumpuk. Oleh karena itu, penggunaan eco enzim dapat secara signifikan mengurangi volume sampah organik di TPA dan dampak negatifnya.
Acara Hentikan Sampah Plastik, dalam rangka memperingati hari lingkungan hidup sedunia di Pantai Goa Cemara ini menjadi seruan nyata untuk bertindak bersama. "Bumi tidak membutuhkan kita, kitalah yang membutuhkan bumi. Mari kita wariskan alam yang bersih, bukan krisis yang ditinggalkan," kata Puji.
Ia menuturkan, setiap langkah kecil, mulai dari memilah sampah hingga memilih produk ramah lingkungan, diharapkan dapat menciptakan gelombang perubahan besar untuk masa depan bumi yang lebih baik.