PT Sritex sebelumnya dinyatakan pailit pada Oktober 2024 dan resmi menghentikan operasional usahanya per 1 Maret 2025. Kurator kepailitan mencatat total tagihan utang dari para kreditur perusahaan tekstil tersebut mencapai Rp 29,8 triliun.
Dalam daftar piutang tetap, tercatat 94 kreditur konkuren, 349 kreditur preferen, dan 22 kreditur separatis. Kreditur preferen, yakni kreditur yang memiliki hak istimewa berdasarkan undang-undang, antara lain terdiri atas Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sukoharjo, Kantor Bea dan Cukai Surakarta dan Semarang, serta Kantor Ditjen Bea Cukai Wilayah Jawa Tengah-DIY.
Sementara itu, daftar kreditur separatis dan konkuren mencakup sejumlah bank dan perusahaan rekan usaha Sritex, dengan tagihan bernilai besar. Rapat kreditur dalam proses kepailitan PT Sritex telah memutuskan untuk tidak melanjutkan kegiatan usaha (going concern) dan melanjutkan pada proses pemberesan utang.
Kementerian Ketenagakerjaan mencatat, akibat kepailitan Sritex, sebanyak 11.025 pekerja mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) secara bertahap sejak Agustus 2024 hingga Februari 2025.