REJOGJA.CO.ID, SEMARANG -- Kasus dugaan perundungan dan pemerasan terhadap almarhumah Aulia Risma Lestari, mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesia Universitas Diponegoro (Undip) dinilai jalan di tempat. Namun Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Tengah (Jateng) memastikan akan terdapat perkembangan baru dalam penanganan kasus tersebut.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Jateng, Arfan Triono, mengungkapkan, saat ini pihaknya masih menjalin koordinasi dengan Polda Jateng terkait penanganan kasus dugaan perundungan dan pemerasan terhadap Aulia Risma. "Akan ada perkembangan signifikan dalam waktu satu dua hari ini," ujarnya ketika dihubungi Republika, Rabu (23/4/2025)
Namun Arfan belum bisa menyampaikan secara detail terkait perkembangan tersebut. "Nanti kita informasikan. Bakal ada rilis," ucapnya.
Sementara itu Kabid Humas Polda Jateng Kombes Pol Artanto mengungkapkan, Kejati Jateng sempat mengembalikan berkas hasil penyidikan kasus dugaan perundungan dan pemerasan Aulia Risma kepada Ditreskrimum Polda Jateng untuk dilengkapi. "Ada P18, P19. Artinya ada petunjuk dari jaksa untuk melengkapi kekurangan atau petunjuk dari jaksa untuk melengkapi berkas perkara," katanya.
Artanto menambahkan, jaksa meminta penyidik melengkapi beberapa materi dalam berkas perkara. Dia mengatakan, penyidik Ditreskrimum Polda Jateng sudah melengkapi petunjuk jaksa tersebut. "Berkas perkara sudah dikembali ke JPU (jaksa penuntut umum) untuk dilakukan analisa kembali," ujar Artanto.
Dia berharap dalam waktu dekat berkas perkara dugaan perundungan dan pemerasan terhadap Aulia Risma dinyatakan lengkap oleh kejaksaan atau P21. "Karena ini menjadi atensi juga," ucap Artanto.
Kendati demikian Artanto mengakui bahwa para tersangka belum ditahan. Salah satu pertimbangannya karena mereka dinilai kooperatif.
Polda Jateng diketahui telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus dugaan perundungan dan pemerasan Aulia Risma. Mereka adalah T, SM, dan ZYA. T adalah inisial untuk Ketua Prodi PPDS Anestesia Fakultas Kedokteran (FK) Undip Taufik Eko Nugroho. Sementara SM adalah staf admin Prodi Anestesiologi FK Undip. Sedangkan tersangka terakhir, yakni ZYA, adalah dokter residen atau senior Aulia Risma.
Baru-baru ini viral di media sosial bahwa tersangka ZYA mengikuti ujian komprehensif untuk memperoleh sertifikat kompetensi. Pengumuman kelulusannya diunggah akun Instagram Kolegium Anestesiologi dan Terapi Intensif pada 12 April 2025. Namun pada 18 April 2025, Kolegium Anestesiologi dan Terapi Intensif yang berkantor di Bandung, Jawa Barat, menangguhkan kelulusan ZYA.
"Berdasarkan rapat yang diselenggarakan oleh Kolegium Anestesiologi dan Terapi Intensif pada tanggal 18 April 2025 yang dihadiri oleh pengurus inti kolegium anestesiologi dan terapi intensif serta panitia pusat ujian komprehensif lisan nasional, dengan ini memutuskan bahwasanya peserta didik atas nama dr. Zara Yupita Azra dinyatakan ditunda untuk diberikan sertifikat kompetensi sehubungan dengan kasus tindak pidana yang disangkakan kepadanya hingga proses hukum yang dijalani memiliki kekuatan hukum tetap," demikian bunyi surat Kolegium Anestesiologi dan Terapi Intensif yang dikirimkan kepada Kepala Prodi Anestesiologi dan Terapi Intensif Undip.
Surat tersebut ditandatangani Ketua Kolegium Anestesiologi dan Terapi Intensif, Kolegium Kesehatan Indonesia, Reza Widianto Sudjud. Undip masih enggan mengomentari tentang kelulusan ZYA dalam ujian komprehensif guna memperoleh sertifikat kompetensi.
"Saat ini kami sedang melakukan koordinasi internal untuk mempelajari peristiwa ini," kata Direktorat Jejaring Media, Komunitas, dan Komunikasi Publik Undip, Nurul Hasfi, lewat pesan singkat.
Nurul menolak menanggapi pertanyaan lain terkait perkembangan penanganan kasus dugaan perundungan dan pemerasan Aulia Risma Lestari (ARL). ARL ditemukan meninggal di kamar kosnya di Lempongsari, Gajahmungkur, Semarang pada 12 Agustus 2024 lalu. Dokter berusia 30 tahun tersebut diduga bunuh diri karena mengalami perundungan dari para seniornya.
Merespons dugaan bunuh diri dan perundungan yang dialami ARL, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) akhirnya memutuskan membekukan pelaksanaan PPDS Anestesia Undip di RSUP Dr.Kariadi Semarang.
Keluarga ARL melaporkan kasus dugaan perundungan ke Polda Jateng pada 4 September 2024. Kuasa hukum keluarga ARL, Misyal Achmad, mengungkapkan, selain menghadapi perundungan, ARL juga mengalami pemerasan yang dibungkus sebagai iuran angkatan. Iuran tersebut sebagian besar digunakan untuk memenuhi kebutuhan para mahasiswa senior. Menurut Misyal, sejak ARL menjadi mahasiswa PPDS Anestesia Undip pada 2022, pihak keluarga telah mengeluarkan Rp225 juta untuk membayar iuran angkatan.
Undip dan RSUP Dr.Kariadi awalnya menyangkal adanya praktik perundungan dalam pelaksanaan PPDS. Namun sebulan pasca kematian ARL, tepatnya pada 13 September 2024, Undip dan RSUP Dr.Kariadi akhirnya mengakui praktik serta budaya perundungan memang terjadi di PPDS. Kedua lembaga tersebut pun menyampaikan permintaan maaf kepada publik dan pemerintah.