Ahad 27 Apr 2025 07:53 WIB

Serap Banyak Tenaga Kerja, Pemerintah Dorong Hilirisasi Ekspor Sarang Burung Walet

Dari 49 perusahaaan, estimasi penyerapan tenaga kerja sejauh ini capai 24.400 orang.

Red: Fernan Rahadi
Kepala Badan Karantina Indonesia, Dr Sahat Manaor Panggabean, memberikan paparan dalam Lokakarya Nasional Memperkuat Hilirisasi Ekspor Sarang Burung Walet (SBW) di Auditorium Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada (Fapet UGM), Sabtu (26/4/2025).
Foto: Republika/Fernan Rahadi
Kepala Badan Karantina Indonesia, Dr Sahat Manaor Panggabean, memberikan paparan dalam Lokakarya Nasional Memperkuat Hilirisasi Ekspor Sarang Burung Walet (SBW) di Auditorium Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada (Fapet UGM), Sabtu (26/4/2025).

REJOGJA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pemerintah terus mendorong hilirisasi ekspor sarang burung walet (SBW) sebagai bagian dari strategi industrialisasi yang berdampak luas pada peningkatan nilai tambah dan kesejahteraan masyarakat. Menurut Kepala Badan Karantina Indonesia, Dr Sahat Manaor Panggabean, hilirisasi tidak hanya berhenti pada proses awal pengolahan, melainkan menjadi pintu masuk menuju industrialisasi menyeluruh.

Proyek hilirisasi juga diarahkan untuk melibatkan petani tambak, petani perkebunan, hingga masyarakat sekitar, sehingga dampaknya bisa dirasakan secara langsung oleh berbagai lapisan."Sejauh ini, ekspor SBW terbanyak masih ke Hongkong, disusul China dan Vietnam," ungkapnya dalam Lokakarya Nasional Memperkuat Hilirisasi Ekspor Sarang Burung Walet (SBW) di Auditorium Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada (Fapet UGM), Sabtu (26/4/2025).

Ia juga menambahkan, dari 49 perusahaan pengolahan SBW yang mengekspor ke Cina, estimasi penyerapan tenaga kerja mencapai 24.400 orang, belum termasuk pekerja tidak langsung.

Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian, Dr Agung Suganda, menyatakan permintaan SBW di pasar global sangat tinggi dan belum terpenuhi. "Lebih dari 75 persen SBW dunia berasal dari Indonesia, ini peluang sekaligus tantangan," katanya.

Ia menyebutkan, rata-rata pertumbuhan volume ekspor SBW periode 2020–2024 tercatat 0,63 persen, sementara pertumbuhan nilai ekspor mencapai 4,24 persen. Meski demikian, pada 2024 terjadi penurunan baik dari sisi volume maupun nilai ekspor akibat turunnya permintaan impor dari China sebesar 12,7 persen.

Menanggapi situasi tersebut, pemerintah telah melakukan sejumlah intervensi strategis untuk memperkuat hilirisasi SBW, antara lain melalui diplomasi perdagangan dengan Tiongkok, penguatan regulasi ekspor, registrasi rumah walet, hingga pemberian insentif berupa penurunan pajak daerah bagi para pelaku ekspor.

Ketua Asosiasi Peternak Pedagang Sarang Walet Indonesia, Dr Ach Wahyuddin Husein, menilai regulasi SBW saat ini masih belum cukup berpihak pada pelaku UMKM, khususnya yang memiliki keterbatasan modal. Ia mencontohkan, berdasarkan MoU Import Protocol dengan China, hanya produk SBW premium yang diterima. "Dari total produksi 1.500 ton, yang bisa masuk ke pasar China hanya sekitar 500 ton. Ini pekerjaan rumah bersama," ujarnya.

Dekan Fapet UGM, Prof Budi Guntoro, menegaskan kesiapan UGM dalam mendukung pengembangan dan hilirisasi SBW. Ia menyampaikan bahwa dari sisi fasilitas dan sumber daya manusia, perguruan tinggi siap berkontribusi dalam meningkatkan produktivitas dan daya saing SBW Indonesia.

“Dengan hilirisasi yang kuat, kita berharap akan semakin banyak produk turunan SBW yang tidak hanya diekspor, tetapi juga dapat dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia sendiri," kata Prof Budi.

Dalam forum tersebut juga dilakukan penandatanganan MoU antara Fapet UGM dengan Asosiasi Peternak Pedagang Sarang Walet Indonesia.

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement