REJOGJA.CO.ID, Oleh: Dinar Mindrati Fardhani, PhD (Dosen Bioteknologi Unisa Yogyakarta)
Sebuah studi terbaru yang dilakukan oleh para peneliti dari Shiraz University of Medical Sciences mengungkapkan bahwa puasa Ramadhan dapat meningkatkan mekanisme autophagy dalam tubuh yang berperan penting dalam menjaga keseimbangan seluler dan kesehatan metabolik. Temuan ini sejalan dengan kajian ilmiah terbaru tentang puasa, yang mengungkapkan bahwa pembatasan waktu makan (time-restricted eating) atau lebih dikenal dengan Intermittent Fasting dapat memberikan berbagai manfaat kesehatan yang luar biasa.
Autophagy, proses alami tubuh dalam mendaur ulang sel-sel yang rusak, telah diketahui secara luas dengan berbagai manfaat kesehatan, termasuk perlindungan terhadap penyakit degeneratif dan peningkatan daya tahan tubuh. Dalam penelitian dari Shiraz University of Medical Science, 50 individu sehat berusia 20-78 tahun dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok yang menjalankan puasa Ramadan (24 orang) dan kelompok yang tidak berpuasa (26 orang). Para peserta diuji berbagai parameter biokimia, hematologi, serta marker gen inflamasi dan autophagy, seperti Beclin-1 dan LC3β.
Studi tersebut mengemukakan bahwa ekspresi gen Beclin-1, yang berperan dalam inisiasi autophagy, mengalami peningkatan signifikan dalam kelompok yang berpuasa. Sementara itu, kadar LC3β dan p62 mengalami penurunan, yang menunjukkan aktivasi proses autophagy yang lebih besar. Menariknya, perempuan yang berpuasa menunjukkan peningkatan kadar serum Beclin-1 yang lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki.
Selain itu, tidak ditemukan efek negatif signifikan dari puasa Ramadan terhadap parameter biokimia, hematologi, dan inflamasi, kecuali peningkatan kadar Blood Urea Nitrogen (BUN) yang mencerminkan peningkatan metabolisme protein akibat perubahan pola makan selama puasa.
Hal tersebut menunjukkan bahwa puasa Ramadhan tidak hanya aman bagi individu sehat tetapi juga dapat memberikan manfaat dalam meningkatkan mekanisme autophagy. Hal ini dapat membantu tubuh dalam menghadapi stres metabolik akibat pembatasan makanan serta berkontribusi pada kesehatan jangka panjang.
Selain itu, studi terbaru tentang fisiologi puasa yang terbit di Nature menunjukkan bahwa pembatasan waktu makan dapat mengubah metabolisme tubuh dari penggunaan glukosa menjadi pembakaran lemak, yang berkontribusi pada peningkatan sensitivitas insulin, pengurangan peradangan, serta perlindungan terhadap penyakit kardiovaskular dan neurodegeneratif. Proses ini juga memicu regenerasi sel melalui autophagy, yang dapat memperlambat penuaan dan meningkatkan daya tahan tubuh.
Puasa Ramadhan memiliki makna yang lebih dari sekadar menahan lapar dan dahaga. Dalam Islam, ibadah puasa bukan hanya sebagai bentuk ketaatan kepada Allah, tetapi juga sebagai cara untuk membersihkan tubuh dan jiwa. Dengan adanya temuan ini, semakin jelas bahwa ajaran agama yang telah dipraktikkan selama berabad-abad memiliki manfaat ilmiah yang besar. Puasa membantu tubuh dalam proses detoksifikasi alami, meningkatkan ketahanan terhadap berbagai penyakit, dan memperkuat keseimbangan mental serta spiritual.
Namun, fenomena yang terjadi saat ini adalah banyak orang yang berbuka puasa dengan berlebihan, mengonsumsi makanan tinggi gula, lemak, dan karbohidrat dalam jumlah besar. Hal ini justru berlawanan dengan prinsip kesehatan yang dapat diperoleh dari puasa. Makan berlebihan setelah seharian berpuasa dapat menghambat manfaat autophagy, meningkatkan risiko obesitas, gangguan pencernaan, serta lonjakan kadar gula darah. Oleh karena itu, penting untuk tetap menjaga pola makan yang seimbang saat berbuka, dengan mengutamakan makanan bernutrisi agar manfaat puasa bagi kesehatan dapat dirasakan secara optimal.