REJOGJA.CO.ID, Oleh: Fauziyah Nur Jamal, SE, MM, PhD (Dosen Prodi Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta)
Gerakan feminisme di Indonesia mulai berkembang sejak awal abad ke-20, dengan tokoh-tokoh penting seperti RA Kartini yang memperjuangkan pentingnya kemandirian ekonomi perempuan melalui pendidikan dan keterampilan dan juga terdapat organisasi perempuan seperti 'Aisyiyah (1917) mulai mengembangkan program pemberdayaan ekonomi guna meningkatkan kesadaran akan pentingnya kemandirian ekonomi perempuan.
Gerakan feminisme dan pemberdayaan ekonomi perempuan di Indonesia terus berkembang dengan fokus pada kesetaraan gender dan kemandirian ekonomi perempuan. Purple Economy “Ekonomi Ungu" mewakili visi feminis alternatif mengenai tatanan ekonomi baru yang berkelanjutan yang melengkapi ekonomi hijau.
Ungu berasal dari warna simbolis yang diadopsi oleh gerakan perempuan di beberapa negara di dunia. Ekonomi Ungu merupakan pendekatan ekonomi yang menekankan pentingnya kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan dalam sistem ekonomi. Konsep ini muncul sebagai kritik terhadap sistem ekonomi konvensional yang sering mengabaikan kontribusi dan kepentingan perempuan. Melihat hal ini, ekonom feminis Profesor İpek İlkkaracan menciptakan istilah Purple Economy yang berfokus pada pemberdayaan dan peningkatan partisipasi perempuan dalam aktivitas ekonomi.
Pertumbuhan UMKM yang dikelola perempuan telah memberikan kontribusi signifikan bagi ekonomi Indonesia. Banyak perempuan mulai membuka usaha online, kuliner, fashion, dan kerajinan yang menciptakan lapangan kerja baru. Namun masih ada tantangan yang dihadapi, seperti akses terhadap modal masih terbatas bagi pengusaha perempuan.
Meskipun ada program kredit khusus, prosedur dan persyaratan kadang menyulitkan. Beban ganda yang dihadapi perempuan harus menyeimbangkan antara mengurus rumah tangga dan menjalankan usaha. Dan juga adanya kesenjangan digital dimana tidak semua perempuan memiliki akses dan kemampuan menggunakan teknologi untuk mengembangkan bisnis.
Di Indonesia, pertumbuhan pengusaha wanita menunjukkan tren positif dalam beberapa tahun terakhir. Menurut data Kementerian Koperasi dan UKM pada 2023, sekitar 64 persen UMKM di Indonesia dikelola oleh perempuan, dengan kontribusi signifikan terhadap PDB nasional.
Beberapa komunitas pengusaha wanita di Indonesia yaitu Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (IWAPI) berfokus pada pengembangan kapasitas dan networking, Asosiasi Ibu Pengusaha Wanita Muslim Indonesia (AIPWMI) Berfokus pada pemberdayaan pengusaha muslim wanita dan juga Himpunan Pengusaha Wanita Indonesia (HIPWI) yang menyediakan platform networking bagi wanita.
Menemukan suatu solusi dari permasalahan pengusaha perempuan pada Purple Economy berupa pemberdayaan ekonomi perempuan melalui pembentukan jejaring dan komunitas yang saling mendukung. Pendekatan ini memiliki beberapa manfaat penting. Pertama, munculnya cendekiawan feminis yang mampu membangkitkan perempuan dalam menciptakan ruang yang aman untuk berbagi pengalaman dan pengetahuan sekedar berdiskusi hal-hal menarik yang mereka hadapi sebagai pengusaha perempuan, seperti menyeimbangkan bisnis dengan tanggung jawab keluarga atau menghadapi bias gender dalam dunia usaha.
Kedua, komunitas ini memungkinkan terjadinya saling berbagi dari pengusaha yang lebih berpengalaman. Pengusaha junior dapat belajar dari kesuksesan dan kegagalan yang dialami senior mereka, sehingga mempercepat pembelajaran. Ketiga, komunitas ini membuka peluang kolaborasi bisnis. Mereka dapat saling mereferensikan pelanggan, berbagi sumber daya, atau bahkan memulai usaha bersama.
Keempat, adanya dukungan emosional dan motivasi dari sesama pengusaha perempuan sangat berharga dalam menghadapi berbagai tantangan berbisnis. Saat menghadapi kesulitan, anggota komunitas dapat saling menguatkan dan memberikan semangat. Untuk membentuk komunitas yang efektif, beberapa elemen penting perlu diperhatikan: pertemuan rutin baik online maupun offline, program mentoring terstruktur, pelatihan pengembangan kapasitas, dan aktivitas networking yang terencana dengan baik.
Dampak dan signifikansi dari munculnya cendekiawan feminis dalam ekonomi telah membawa perubahan penting yaitu meningkatnya kesadaran tentang pentingnya kesetaraan gender dalam ekonomi. Pembentukan komunitas pengusaha perempuan untuk saling mendukung dan berbagi pengalaman.
Kebijakan yang mendukung seperti kemudahan perizinan usaha dan akses pembiayaan khusus untuk UMKM perempuan serta berkembangnya kebijakan yang lebih memperhatikan kepentingan perempuan. Dan terjadinya perubahan cara pandang dalam menganalisis masalah ekonomi.
Meski telah ada kemajuan, masih ada tantangan yang perlu diatasi yaitu resistensi terhadap perubahan sistem ekonomi yang ada, Kurangnya data yang memadai tentang kontribusi ekonomi perempuan serta perlunya penguatan implementasi kebijakan yang mendukung pengusaha perempuan dalam memajukan perekonomian dan diperlukan dukungan lebih lanjut dari pemerintah, swasta, dan masyarakat untuk menciptakan ekosistem yang lebih mendukung pemberdayaan ekonomi perempuan di Indonesia.
Secara garis besar, Ekonomi Ungu atau disebut Purple Economy berdampak pada munculnya cendekiawan feminis yang dapat memacu pergerakan pengusaha perempuan yang merupakan suatu perkembangan penting dalam upaya menciptakan sistem ekonomi yang lebih adil dan inklusif bagi semua perempuan indonesia.