Selasa 21 Jan 2025 19:26 WIB

Dituding Kurator Lakukan Aktivitas Ilegal, Dirut Sritex: Kami Jalankan Amanah Pemerintah

Dirut Sritex mengaku masih mengendalikan aktivitas operasional perusahaan.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Karta Raharja Ucu
Pengadilan Negeri (PN) Niaga Semarang menggelar Rapat Kreditur PT Sritex, Rabu (13/11/2024).
Foto: Republika/Kamran Dikarma
Pengadilan Negeri (PN) Niaga Semarang menggelar Rapat Kreditur PT Sritex, Rabu (13/11/2024).

REJOGJA.CO.ID, SEMARANG -- Direktur Utama PT Sri Rejeki Isma Tbk (Sritex) Iwan Kurniawan Lukminto mengakui saat ini manajemennya masih mengendalikan aktivitas operasional perusahaannya. Pernyataannya menjawab temuan tim kurator yang menyebut Sritex telah melakukan aktivitas ilegal berupa produksi dan ekspor barang pasca dipailitkan.

"Ya, kami masih menjalankan amanah pemerintah untuk berusaha bagaimana caranya menormalkan operasional di Sritex ini," kata Iwan ketika diwawancara awak media di Pengadilan Negeri Niaga Semarang dan ditanya apakah operasional Sritex masih dilaksanakan manajemennya, Selasa (21/1/2025).

Ketika ditanya perihal temuan tim kurator perihal aktivitas ilegal berupa masih berlangsungnya keluar-masuk bahan baku produksi dan kegiatan ekspor pasca diputus pailit, Iwan merespons dengan jawaban serupa. "Kami berpegangan bahwa kami memegang amanah dari pemerintah bahwa operasional kita harus normal, harus berjalan secara normal," ucapnya.

Dalam konferensi pers di Kota Semarang pada Senin (13/1/2025) lalu, anggota Tim Kurator Sritex, Denny Ardiansyah, sempat mengungkap aktivitas bongkar muat barang di pabrik Sritex. Menurutnya, hal itu telah melanggar Undang-Undang (UU) Kepailitan dan PKPU.

"Berdasarkan investigasi yang tim kurator lakukan, ditemukan fakta bahwa pada malam hari, debitur pailit, terutama PT Sri Rejeki Isman Tbk melakukan aksi ilegal dengan memasukkan dan mengeluarkan barang, baik bahan baku maupun barang jadi, yang diekspor dengan dukungan dari Bea Cukai secara ilegal. Selain Sritex juga ada (PT) Primayudha (Mandirijaya)," kata Denny.

Denny menambahkan, timnya memiliki bukti foto dan video terkait aktivitas tersebut. Dia menjelaskan, masih berlangsungnya aktivitas usaha Sritex dan anak perusahaannya telah melanggar UU Kepailitan dan PKPU.

"Para debitur ini masih tetap menjalankan perusahaannya seperti seolah-olah tidak terjadi kepailitan. Hal ini jelas telah melanggar Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan dan PKPU," ujar Denny.

Denny mengatakan, berdasarkan UU Kepailitan dan PKPU, tugas tim kurator adalah melakukan pengurusan dan atau pemberesan harta debitur pailit. "Kemudian Pasal 24 ayat (1), debitur demi hukum kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang termasuk dalam harta pailit sejak putusan pailit diucapkan," ucapnya.

Dalam konferensi pers pada 13 Januari 2025 tersebut, Denny pun sempat memaparkan tagihan terhadap Sritex yang telah masuk dan diverifikasi timnya. Menurut Denny, untuk sementara, nilai tagihan mencapai lebih dari Rp32 triliun.

Mereka terdiri dari nilai tagihan kreditur preferen sebesar Rp691,42 miliar, tagihan kreditur separatis Rp7,2 triliun, dan tagihan kreditur konkuren sebesar Rp24,73 triliun. "Sehingga total tagihan yang saat ini didaftarkan kepada tim kurator adalah sebesar Rp32.632.138.726.163," kata Denny.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement